Allahuakbar
Allahuakbar
Azan Subuh berkumandang di masjid, membangunkan setiap insan beragama muslim untuk melaksanakan ibadah salat.
Tok! Tok! Tok!
"Gara, udah bangun?"
Sagara yang masih mengumpulkan nyawa, menoleh ke arah suara. Ia berjalan gontai dan membuka pintu, memberikan senyuman tipisnya.
"Udah, Kek. Gara udah bangun," jawab Sagara dengan nada berat.
Senyum yang menenangkan terbit dari bibir sang kakek. Pria paruh baya itu mengacak surai rambut cucunya.
"Salat berjamaah dulu, terus sarapan."
"Iya, Kek. Gara siap-siap dulu."
Sagara pergi ke luar kamar menuju kamar mandi. Ia mengucurkan air dari keran dan mulai berwudhu.
Setelah selesai berwudhu, ia membaca doa dan mengibaskan rambutnya yang basah terkena air.
"Harus cepet. Udah mepet," gumam Sagara kembali menuju kamarnya untuk bersiap.
Tak menunggu waktu yang lama, akhirnya Sagara sudah siap. Lengkap dengan peci hitam yang membungkus rambut depannya hingga hanya tersisa jidat saja, serta sarung yang ia pakai membuatnya terlihat lebih segar.
"Oke, waktunya salat."
Sagara berjalan menuju kamar kakeknya dengan sajadah yang ia bawa di bahu kanannya.
Tok! Tok! Tok!
"Maaf lama, Kek."
"Gak apa-apa. Yuk, salat."
Sagara mengangguk. Mereka mulai menunaikan ibadah salat subuh berjamaah.
~BENANG MERAH~
Setelah salat, mereka membereskan kembali sajadah, peci dan sarungnya. Kemudian berjalan menuju dapur.
"Gara mau makan apa? Kakek bikinin," ucapnya.
"Eh? Gak usah, Kek. Gara bisa bikin sendiri, kok. Kakek harus banyak istirahat, gak boleh capek," tolak Sagara dengan halus.
Oh, baiklah. Ia terharu dan beruntung memiliki cucu yang perhatian seperti Sagara. Namun, dirinya menggelengkan kepala.
"Enggak, Kakek baik-baik aja. Udah, cepat. Bilang, mau apa? Kakek bikinin sekarang juga."
Serba salah memang. Sagara khawatir kakeknya kelelahan karena membuatkan sarapan untuknya, tapi di sisi lain, ia tidak bisa menolak jika kakeknya yang menyuruh.
"Em, roti bakar aja, Kek. Selai stroberi."
Pada akhirnya Sagara menurut, meski dalam hati masih merasakan cemas dengan kesehatan kakeknya.
Ia menarik kursi dan duduk di sana. Sesekali mencuri-curi pandangan mengawasi keadaan kakeknya yang sedang berada di dapur.
"Cih, gak bisa tenang, sial." Sagara mengumpat pelan.
"Kakek sendiri makan apa?" tanya Sagara menghampiri.
"Kakek bikin bubur."
Sedikit terkejut, Sagara menoleh ke arah kakeknya, mencari semangkuk bubur. "Udah bikin buburnya?"
"Belum. Nanti sesudah buat roti bakar," jawabnya tersenyum lembut.
Hal itu jujur membuat Sagara sedikit merasa menyesal. Padahal dia bisa membuat roti bakar sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENANG MERAH
Teen FictionSetiap tindakan, akan ada akibat yang harus ditanggung. Begitu juga dengan perceraian. Ketika sepasang kekasih yang sudah menikah memutuskan untuk bercerai, maka mereka harus sanggup menanggung akibatnya. Pertikaian yang terjadi antara Devian serta...