"Mama! Mama! Kak Shaga bobo di kelas!!"
Savalas berlari menghampiri Nadira dengan kaus kaki yang berbeda sebelah. Membuat Nadira yang sedang memotong sayur menoleh, berjongkok menyamai tinggi tubuhnya dengan ketiga anaknya.
"Shaga, benar apa yang dikatakan Savalas?" tanya Nadira mengacak rambut Shaga.
Mendengar pertanyaan itu, jawaban polos terlontar dari mulut Shaga yang mungil.
"Shaga ngantuk, Mama. Kan kata Ayah, sekolah itu rumah kedua, jadi Shaga gak salah dong kalau bobo?"
Jawaban Shaga membuat Nadira terdiam sesaat, tersenyum kikuk menanggapinya.
"Oh, ya ampun. Maksud Ayah, sekolah itu tempat belajar. Sebelum kalian ke sekolah, kalian belajar lebih dulu di rumah, kan, sayang," ucap Nadira memberi pengertian.
Kurang mengerti dengan penjelasan Nadira, Shaga memiringkan kepalanya, dengan pipi yang menggembung.
"Tapi di rumah juga kan bobo, kok di sekolah enggak boleh?"
Nadira mencubit gemas kedua pipi Shaga. Andai ponselnya tidak sedang di charger.
"Sekolah itu tempat belajar, sayang. Kalau rumah, baru tempat untuk tidur, dan tempat untuk belajar juga."
Shaga memegang kedua pipinya yang Nadira cubit. "Uh, Mama! Pipi Shaga sakit!"
"Haha, maaf, habis kau lucu, sayang." Pandangan Nadira beralih ke kaus kaki yang Savalas gunakan. "Savalas, kenapa kaus kakinya berbeda sebelah?"
Kaus kaki yang Savalas kenakan saat pulang, adalah kaus kaki berwarna putih di kaki sebelah kiri, dan kaus kaki berwarna kuning di kaki sebelah kanan.
"Eh, itu ... Savalas_"
"Kaus kakinya hilang."
"Ish! Kak Gara!!!"
Savalas menundukkan kepala, meremas celana sekolah yang ia kenakan. Pipinya menggembung, membuat dirinya terlihat semakin lucu di mata Nadira.
"Kenapa bisa hilang, sayang?"
"A_"
"Dia lempar kaus kaki sembarangan, Mama. Bu guru udah negur, tapi Savalas nakal, kayak anak cewek yang main bareng dia," jelas Sagara.
Nadira menggelengkan kepala, memaklumi Savalas.
"Sayang, lihat Mama sini."
Dengan ragu-ragu, Savalas mengangkat wajahnya yang sudah penuh derai air mata. "Maaf, Mama ... Savalas gak nakal lagi, kok ... Ja-jangan marah."
Belum sempat Nadira menyahut, Savalas sudah lebih dulu memeluk lehernya.
"Cup, cup. Jangan nangis, sayang. Mama enggak akan marah, kok. Tapi, lain kali jangan ulangi lagi, ya. Dengerin apa yang bu guru omongin," ucap Nadira membalas pelukan Savalas.
Masih dengan isak tangisnya, Savalas melepaskan pelukannya pada Nadira. "Beneran? Tapi kata Kak Gara, Mama bakal marahin anak nakal kayak Sa-savalas."
Ekor mata Nadira mengarah pada Sagara.
"Sagara? Kenapa kamu bilang gitu, sayang?"
"Habis dia nakal, Ma. Gara kesel sama anak yang nakal," jawab Sagara.
"Ish! Kak Gara galak! Kayak kakek lampir! Hmph!!!"
Nadira terkekeh dengan perilaku anak-anaknya. Ya ampun, siapa sangka ia akan melahirkan tiga anak kembar yang sangat lucu?
KAMU SEDANG MEMBACA
BENANG MERAH
Teen FictionSetiap tindakan, akan ada akibat yang harus ditanggung. Begitu juga dengan perceraian. Ketika sepasang kekasih yang sudah menikah memutuskan untuk bercerai, maka mereka harus sanggup menanggung akibatnya. Pertikaian yang terjadi antara Devian serta...