Sesuai janji mereka, Sagara berangkat sendirian menuju Yogjakarta dan baru saja sampai siang hari.
Sebelum mengetuk pintu, ia menghela napas sesaat.
Tok! Tok! Tok!
Seseorang berjalan dari dalam dan membukakan pintu. "Eh, Gara? Ayo masuk."
Sagara tersenyum simpul dan memasuki ruang tamu dengan sorot mata yang menilik setiap sudut ruangan.
"Kakek sehat?"
"Alhamdulillah Kakek sehat, kamu bagaimana? Oh ya, sudah bertemu dengan mereka?"
"Hhh, sudah," jawab Sagara membuang napas berat.
Athalla tersenyum teduh.
"Kamu mau, kan, tinggal bersama mereka lagi? Kalau benar, Kakek sangat senang sekali, melihat cucu-cucu Kakek akan hidup bersama lagi setelah sekian lama."
Sagara hanya menjawab dengan gelengan kepala. "Enggak, Kek. Gara nolak."
Mendengar jawaban Sagara yang tegas, Athalla sedikit terkejut.
"Kenapa Gara? Kenapa kamu tolak?"
"Gara cuman takut, Kek. Takut kalau mereka mengulangi kesalahan yang sama di masa depan. Untuk bertahan di situasi seperti itu bukanlah hal yg mudah. Kakek tahu, kan?"
Athalla membuang napas pelan. Ia sangat memahami situasi yang dialami cucunya itu.
"Hm, Kakek paham. Tapi kamu gak usah khawatir, Kakek pastikan mereka tidak akan mengulangi kesalahan yang lama, kalau sampai terulang, Kakek akan turun tangan nanti," ucap Athalla berupaya menenangkan Sagara.
"Menurut Kakek bagusnya gimana? Memangnya tidak apa-apa? Kakek ikut juga ke kota, ya?"
"Kamu tanya pendapat Kakek? Tentu saja bagus sekali kalau kamu ikut bersama mereka. Kakek mungkin tidak ikut, tapi Kakek akan main ke rumah kalian seminggu sekali, atau kalian yang main kerumah Kakek, hehe," jawab Athalla diselipkan sedikit humor.
"Gara takut, Kek...."
Athalla memeluk Sagara dan mengelus kepalanya. "Sudah, tidak ada yang perlu kamu takuti, Gara. Kakek juga akan selalu ada buat Gara, ya?"
Sagara masih sangat bimbang. Di posisinya yang sudah tinggal sangat lama dengan Athalla, dan tiba-tiba saja orang tua yang gagal itu memintanya untuk kembali, tentu saja Sagara berhak menolak.
"Gak tahu, Kek. Gara masih bimbang, Gara takut."
"Hm, oke, gini deh. Kakek mau tahu sudut pandang kamu tentang orang tuamu," ucap Athalla melonggarkan pelukannya dan memberikan tatapan teduh.
"Biar Kakek tahu, letak ragu dan takut kamu di mana, jagoannya Kakek," sambungnya.
Sagara menghela napas panjang, ia mulai menceritakan sudut pandangnya dengan kedua tangan yang terkepal kuat.
"Mereka orang tua yang gagal. Mereka orang tua yang egois. Cuman mikirin diri mereka sendiri tanpa mikirin anak-anaknya. Gara berani ngomong kayak gini, karena mereka seenaknya nyuruh kita bertiga yang masih usia belia buat milih tinggal dengan salah satunya. Kek, kalau Gara yang dulu, Gara pengen bilang mereka yang ikut sama Gara, bukan Gara yang milih tinggal sama Ayah atau Mama."
Tatapan yang ia berikan menyorot banyak luka dan rasa sakit yang sudah lama terpendam. Kini Sagara tidak bisa memendamnya lagi.
"Kita yang masih butuh kasih sayang mereka, harus ngalamin hal kayak gini. Berpisah selama sembilan tahun, gak tahu Savalas sama Shaga gimana keadaan mereka waktu tinggal bareng Ayah sama Mama. Mereka bilang mereka gak enak tinggal bareng Ayah sama Mama. Kalau mereka aja bilang mereka gak nyaman tinggal bersama salah satu dari Ayah sama Mama, gimana dengan Gara yang nanti tinggal satu atap bareng mereka berdua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BENANG MERAH
Teen FictionSetiap tindakan, akan ada akibat yang harus ditanggung. Begitu juga dengan perceraian. Ketika sepasang kekasih yang sudah menikah memutuskan untuk bercerai, maka mereka harus sanggup menanggung akibatnya. Pertikaian yang terjadi antara Devian serta...