Bab XIX

812 82 24
                                    

Christy berlari kecil di koridor rumah sakit berusaha menyamakan langkahnya dengan Dr. Frans. Keduanya langsung menuju ke kamar rawat Marsha setelah sebelumnya Jeenan mengabari Dr. Frans kalo Marsha sudah siuman.

Sedangkan di dalam kamar tempat Marsha dirawat sudah ada suster yang datang dengan membawa sebuah wadah. Nampak wadah tersebut langsung diambil alih oleh Cindy yang sudah berada di sebelah kiri Marsha. Ia menempatkan wadah itu di depan dada Marsha. Tak menunggu lama Marsha yang setelah bangun tadi mengeluh pusing dan mual pun langsung terlihat memuntahkan sedikit isi perutnya. Jeenan yang berada di sebelah kanan Marsha pun dengan telaten mengusap punggung Marsha sambil sesekali memijat leher belakangnya berharap bisa mengurangi pusing yang dirasakan oleh Marsha. Zee yang merasa tidak tahu harus berbuat apa pun hanya pasrah menunggu kedatangan Dr. Frans sambil memberi pijatan lembut di kaki kanan Marsha. Sedangkan Aldo,Chika dan Indah yang tidak diizinkan masuk oleh suster terlihat tidak bisa duduk dengan tenang. Bahkan Aldo sedari tadi terlihat berjalan ke kanan dan ke kiri tanpa berhenti. Hingga akhirnya yang mereka tunggu pun datang.

"Dok! Marsha muntah-muntah sejak siuman tadi." Ucap Chika yang melihat kedatangan Dr. Frans.

"Kalian tenang ya!" Balas Dr. Frans seraya melangkah masuk ke ruang rawat Marsha. Setelah sampai di dalam,Dr. Frans dapat melihat wajah Marsha yang pucat dengan kening yang sangat berkeringat. Ia pun menghampirinya dengan mengambil alih posisi Jeenan.

"Masih mual?" Tanya Dr. Frans mengusap lembut bahu Marsha.

"Mendingan Dok!" Jawab Marsha lemah. Mendengar jawaban itu sang suster lantas mengambil alih wadah yang terdapat muntahan Marsha. Cindy lalu mengelap keringat di kening Marsha kemudian membantu Marsha untuk minum sebelum kembali berbaring.

"Saya periksa dulu ya!" Ujar Dr. Frans seraya menempelkan stetoskop pada dada Marsha lalu beralih menyenteri kedua matanya.

"Masih pusing?" Tanyanya lagi dan mendapat anggukan dari Marsha.

"Ini efek dari gegar otak ringan di kepala yang tadi kehantam bola. Tapi tenang aja,setelah dikasih obat juga nanti gejalanya mereda kok!" Ungkap Dr. Frans menjelaskan. Setelahnya ia terlihat menyuntikkan obat pada karet selang infus yang sudah didesinfektan terlebih dulu.

"Marsha kalo pengen sesuatu bilang ya! Takutnya kamu pengen makan apa gitu karena barusan kan isi perutnya dikeluarin." Ucap Dr. Frans lagi sambil masih terus melakukan beberapa pengecekan pada tubuh Marsha.

"Iya Dok." Jawab Marsha pelan.

"Marsha masih harus banyak istirahat. Nanti aku ataupun suster akan melakukan pengecekan secara berkala." Ucap Dr. Frans kali ini pada Jeenan.

"Iya Frans. Makasih ya!" Ucap Jeenan.

"Udah tugasku Nan." Balas Dr. Frans.

"Marsha kalo pusingnya sampai nanti masih belum mereda juga bilang ya!" Tutur Dr. Frans sebelum melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang rawat Marsha diikuti oleh sang suster.

"Iya Dok!" Sahut Marsha.

"Aku tinggal ke ruanganku dulu Nan." Pamit Dr. Frans.

"Iya Frans." Balas Jeenan.

"Kak Zee!!" Panggil Marsha dengan suaranya yang terdengar lemah setelah Dr. Frans dan suster keluar.

"Iya Sha! Kenapa? Kamu butuh apa? Atau mau makan sesuatu? Kepalanya masih pusing,heum?" Cerocos Zee yang kembali menggenggam tangan Marsha hingga membuat Marsha tersenyum tipis sambil menggeleng pelan.

"Kak Zee udah makan?" Pertanyaan itu justru terlontar dari bibir Marsha.

"Aku belum laper kok Sha! Nanti kalo udah laper aku pasti makan kok,kamu tenang aja!" Jawab Zee yang membuat raut muka Marsha berubah sendu. Ini yang selalu ia khawatirkan jika orang-orang di sekitarnya mengetahui keadaan dia sebenarnya. Semua orang selalu bersikap tenang dan biasa di hadapan dirinya,padahal Marsha tau selama ini Jeenan,Aldo,Chika dan Cindy hanya berpura-pura tegar di depannya. Sekarang harus bertambah dengan adanya Zee belum lagi Christy. Marsha membuang nafas lalu memalingkan wajahnya ke samping.

Aku,Kau dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang