Setelah sekian tahun akhirnya Sunoo berkesempatan untuk kembali ke kota kelahirannya. Meski hanya beberapa hari, dia mencoba untuk menikmati liburannya kali ini. Selain merindukan rumah nenek, kebun buah persik pamannya, dan sekolah dasarnya dulu, dia juga merindukan taman bermain yang kerap dia kunjungi saat sedih.
Disinilah dia sekarang, sebuah taman bermain anak yang tidak begitu besar dan nampaknya sudah tidak digunakan lagi. Terlihat dari wahana permainannya yang sudah berkarat, bahkan ada yang ambruk hingga ditumbuhi rumput-rumput liar.
Tanpa rasa takut sedikitpun Sunoo berjalan melewati pagar pembatas. Kepalanya menoleh ke sana kemari seolah mencari sesuatu. Cuaca yang berawan keabuan dengan kabut tipis membuat suasana makin mencekam. Tapi Sunoo sama sekali tak gentar. Ia terus berjalan hingga sampailah dia di depan sebuah ayunan besi yang sudah menjadi bangkai dengan rerumputan liar yang hampir menutupi seluruh rangkanya.
Senyumnya merekah saat mendapati yang dia cari.
"Hai."
"Lama tidak pernah melihatmu lagi."
"Maaf karena sudah mengingkari janjiku."
"Kau tidak benar-benar mengingkarinya karena kau ada di sini sekarang."
"Tapi aku sudah membuatmu menunggu lama."
"Mau sampai ratusan tahun pun aku tetap akan setia menunggumu disini, Sunoo."
"Kau tidak berubah."
"Tapi kau berubah banyak. Suaramu berubah, wajahmu semakin dewasa, tinggi badanmu bertambah. Hanya senyummu saja yang sama."
Sunoo tersenyum simpul. "Aku kemari ingin menagih janjimu."
"Haha, kau masih ingat soal itu?"
"Tentu saja. Karena itulah aku menyempatkan diri kemari padahal cuacanya dingin akhir-akhir ini."
"Kupikir seiring bertambah usia kau akan melupakanku seperti yang diucapkan doktermu dulu."
"Hm, kupikir juga akan seperti itu. Nyatanya, sekarang aku kemari dan berbicara denganmu."
"Kau pasti orang keras kepala yang tidak suka menuruti ucapan orang lain kan?"
Sunoo menggendikkan bahu. "Entah, coba jelaskan kenapa aku justru menuruti ucapanmu yang memintaku datang kembali ke sini untuk menagih janji?"
"Aku juga tidak tau. Tidak ada yang tau apa isi pikiran dari manusia hidup."
"Dulunya kau juga manusia hidup."
"Ya, dulu, dulu sekali entah tahun berapa dan sekarang aku sudah mati dan gentayangan."
Merasa kakinya pegal, Sunoo memutuskan untuk duduk di tangga perosotan yang posisinya tidak jauh dari tempatnya berdiri tadi.
"Ah kakiku pegal berbasa-basi denganmu. Sekarang cepat tunjukkan yang ingin kau perlihatkan padaku. Waktuku tidak banyak disini."
"Ah padahal aku masih ingin berbicara banyak denganmu."
Senyum lagi-lagi menghiasi wajah tampan Sunoo. "Aku juga, lima belas tahun bukan waktu yang singkat untuk menunggu."
"Bagiku itu singkat, seperdelapan dari lamanya aku menjadi arwah gentayangan."
"Hooo suhu."
"Haha. Dasar manusia lucu."
"Ck, ayolah cepat tunjukkan padaku."
"Iya iya, dasar tidak sabaran. Tapi sebelum itu, aku memperingatkanmu untuk tidak terkejut. Aku sendiri tidak bisa melihat fisikku seperti apa, tapi kurasa bukan pemandangan yang menyenangkan yang akan kau lihat setelah ini."
