part 44

3.2K 201 0
                                    

Mark yang mendapat berita tentang mafia Leopard yang ingin menyerang secara tiba-tiba terlihat panik. Ia bahkan sampai harus meninggalkan Jeno sendirian di mansion milik mereka. Dengan memberikan pengaman anggota mafia disana. Namun tidak ada anggota utama disana. Mark mengirim mereka ke Gwangju dan meninggalkan Jeno dengan kedua kakaknya saja.

Setelah mempersiapkan semua anggota. Mark segera kembali ke mansion miliknya untuk menemui Jeno. Namun di tengah perjalanan, sebuah peluru tiba-tiba saja mendarat di punggungnya, hingga membuatnya terjatuh begitu saja.

Terlihat seseorang yang tiba-tiba saja muncul di depannya.

Seorang pria tampan yang tidak lain adalah Jeffrey terlihat berdiri di depannya dengan menggunakan stelan jas berwarna putih miliknya.

Mark menatap tajam dengan sedikit kaget kearahnya.

"Apa yang kau lakukan!?"
Tanyanya yang sudah berdiri kembali.

"Seharusnya aku yang bertanya, dimana pikiran mu? Kenapa kau meninggalkan istri mu sendirian di sana?"
Tanya Jeffrey dengan aura kemarahannya.

"Aku akan segera kembali"
Ucap Mark.

"Kau sudah terlambat"

"Apa maksud mu?"

"Dia sudah di bawa oleh kedua penyelundup itu"
Ucapnya. Mark membulatkan kedua matanya.

"Pergilah. Aku akan mengurus mafia Leopard"
Ucapnya. Mark mengangguk lalu segera menahan darah yang mengucur di bahunya namun sebelumnya ia mengucapkan terimakasih pada pria tampan itu.

"Terimakasih, Jaehyun"

Pria yang bernama Jaehyun itu hanya tersenyum lalu segera pergi dari sana.




































Seingat Jeno, tadi ia masih berada di dalam kamarnya. Tidur. Terbangun sebentar untuk mengambil blazer Mark, karena ia menyukainya, lalu lanjut tidur lagi. Sekarang, ketika ia membuka kedua mata. Ia tidak tahu sedang berada di mana. Lebih tepatnya, tidak tahu mau dibawa ke mana.

Tubuhnya sedikit berguncang. Ia sedang berada di salah satu mobil. Meringkuk dengan kedua tangan yang dirantai. Kemudian, ia juga bisa mendengar suara beberapa orang yang saling berbicara di belakang punggung.

Jeno menelan ludah. Berusaha menenangkan detak jantung yang berdebar kencang. Apakah ia sedang diculik? Siapa yang mau menculiknya?

"Hm?"

Kedua mata Jeno sontak kembali menutup. Berpura-pura masih tertidur. Apalagi ketika merasakan sentuhan ringan di bagian leher. Lalu, rahangnya diarahkan agar bisa ditatap. Jeno berusaha rileks sebisa mungkin. Bernapas dengan teratur. Mencoba untuk terlihat tidur dengan natural.

"Aku tidak menyangka, jika kita akan menemukan dia"

Lalu, suara tawa terdengar.

Bibir Jeno terasa mengering. Rasanya, ingin ia basahi dengan jilatan pelan. Siapa mereka ini? Kenapa malah menculiknya?

"Bonus, dia memiliki suami yang kita incar dari lama."

Suami? M-mereka membicarakan dirinya dan Mark, kah?

"Sudah pasti ketua mafia itu akan datang untuk menyelamatkan istrinya, kan?"

Habislah. Mereka sungguhan membicarakannya dan Mark. Bagaimana ini? Apa ia dijadikan umpan agar Mark datang?

Mobil itu kembali berguncang, membuat kepala Jeno terantuk kotak kayu yang ada di depannya. Ia sontak meringis. Menyentuh bagian yang terasa sakit.

"Hngh, sakit.."
Desisnya. Kemudian, terdiam. Menelan ludah ketika keadaan mobil itu hening. Dengan takut-takut, kedua matanya membuka. Lalu, melirik ke arah samping, dan mendapati dua orang berpakaian hitam yang tengah menatap ke arahnya.

Yang duduk tepat di sisi Jeno, tersenyum. Wajah mereka tidak terlihat full karena tudung jacket. Hanya separuh wajah yang terbuka. Tangannya mengusap rambut Jeno.

"Akhirnya bangun juga"

"S-siapa?"
Jeno memberanikan diri untuk bertanya. Walau kemungkinan untuk dijawab dengan jujur sangat kecil.

Orang itu terkekeh
"Jangan takut. Kami tidak akan melukaimu"

Jangan gila. Mana mungkin Jeno percaya dengan kata-kata itu. Bagaimana ini? Ia harus apa?

Terdengar suara tembakan dari kejauhan.

"Mereka baru sadar sepertinya"

"Bodoh sekali"

"Ah, kita benar-benar beruntung kali ini. Bisa mendapat keduanya sekaligus"

"Ssshh..jangan seperti itu di depan anak kecil ini. Nanti dia takut"

Sial. Sial. Sial. Rantai ini kuat sekali. Kulitnya sakit tiap tergesek.

Rambut kembali di usak. Kali ini poni disibak. Jeno mendelik tajam. Gigi bergemelutuk. Menggeram untuk memberi peringatan.

"Bagaimana rasanya, menjadi keturunan Cosa Nostra?"

Manik sipit itu mengedip. Apa? Keturunan..Apa?

Satu orang lain ikut mendekat ke arahnya. Tersenyum miring
"Sudah pernah bertemu dengannya? Bicara dengannya?"

Yang lain tertawa,
"Benar-benar nyonya yang ideal, ya"

"Ah, benar juga"

Kemudian, orang yang tadi baru mendekati Jeno, memerangkap tubuh kecil itu di bawah kungkungan tangan.
"Hei, nak. Kau sudah mendapatkan kekuasaannya?"

Jeno bergerak gelisah. Merasa terancam dan juga sangat ketakutan.































VannoWilliams

MAFIA (MarkNo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang