Yola masih duduk dibalik mejanya, mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan walau pikirannya tak berada disana. Dia tak tenang, tak juga bisa berfikir jernih dan keras bersalah tapi rasa cemburu lebih mendominasi hatinya.
Karena bagaimana bisa cowok bernama Devano itu bercinta dengannya semalaman setelah itu membawa serta kekasihnya dalam rangkuhan melewatinya tanpa rasa bersalah. Tidak kah semakin kentara posisi Yola sekarang? Dia mungkin hanya diperbudak oleh Devano yang membutuhkan pelepasan sedangkan dirinya tak bisa menolak sentuhan cowok itu karena hati lemahnya.
Brengsek! Dia merasa di permainkan tapi dia juga sadar dia menginginkan ini, menginginkan sentuhan Devano juga perhatian cowok itu dan juga hati Devano. Tapi apa mungkin?
Melihat Devano yang keluar dari lift setelah dari ruang rapat bersama dengan Aditsya yang di rungkuh mesra oleh cowok itu menuju ruangannya tanpa menoleh sedikitpun pada Yola yang menatap mereka dengan rasa yang bercampur aduk, membuat Yola merasa apa mungkin cowok itu memiliki perasaan yang sama seperti perasaanya atau itu semua hanya omong kosong yang tak akan pernah terjadi. Dia maksudnya Devano mungkin hanya mencintai tubuhnya tapi apalah arti tubuh kurus dan rata Yola dibanding kan tubuh indah Aditsya yang seperti model.
Membayangkan bagaimana dia berjalan dan Aditsya yang berjalan saja sudah sangat jelas kalau dirinya ataupun tubuhnya tak akan seindah Aditsya. Sahabatnya itu memiliki semua hal dengan sempurna, wajah yang cantik, tinggi yang proposional, kulit putih bersih dan jangan lupakan kekayaan yang Aditsya miliki. Itu tak akan sebanding dengan dirinya yang hanya mungkin tulang dan kulit memang dia mempunyai tubuh yang sedikit berisi tapi tidak seindah Aditsya, kulitnya tak terlalu putih dan jika dibandingkan dengan kecantikan dia tak ada apa apanya dari pada Aditsya yang terbilang sempurna. Jadi mengapa Devano mempermainkannya seperti ini? Seolah cowok itu menginginkannya walau nyatanya mungkin hanya mempermainkan.
Lalu dia harus apa? Meminta kejelasan soal perasaan cowok itu untuk nya, sungguh itu sangat tidak berguna bagaimana kalau cowok itu mengaku dia hanya mempermainkannya dan hatinya hancur tanpa bersisa, apa dia mampu bertahan untuk tetap hidup?
Atau membiarkan ini, membiarkan Devano terus menyentuhnya sampai kontrak kerja itu selesai dan dia akan menjalani kehidupannya seperti biasa dan melupakan cowok itu dengan sekuat tenaga, apa dia mampu untuk itu?
Yola menumpukan kepalanya ke atas meja, sebelum mengangkat perlahan melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 5.30, waktu untuk pulang kerja. Yola beranjak, dengan helaan nafas pelan mencoba menenangkan hatinya yang menjerit tak jelas, sebelum membenahi mejanya, menata semua berkas agar tidak tercecer sebelum pintu ruangan Devano yang terbuka membuat Yola menoleh, memandang Aditsya yang keluar dengan raut kesal yang langsung berubah dengan senyum terlukis saat melihatnya.
"Yola, Lo belum pulang?" Yola menggeleng pelan.
"Belum. Lo kenapa Sya? Ada masalah sama Ka Dev?" Aditsya menggeleng, dengan senyum yang dipaksakan.
"Enggak papa. Ya udah Gwe duluan ya? Ada yang harus Gwe temuin soalnya" Yola menangguk.
"Bay Sya"
"Bay"
Pandangan Yola belum teralih, masih mengikuti langkah Aditsya yang menuju Lift sebelum dengan senyum yang sekali lagi di paksakan sahabatnya itu menghilang dibalik pintu lift yang tertutup.
Yola menunduk, ada rasa bersalah dalam hatinya setiap kali melihat Aditsya yang begitu baik juga selalu hangat padanya. Dia seperti pemeran antagonis yang tak kenal hati sekarang, mengapa dia begitu bodoh dan membiarkan semua ini membawanya semakin jauh yang mungkin akan semakin membuat Aditsya terluka kalau sahabatnya itu mengetahui semua kelakuannya.
Mengusap wajah pelan, Yola menangguk meyakinkan sebelum keluar dari mejanya menuju ruangan Devano. Dia ingin pamit pulang. Sungguh dia ingin istirahat dari semua pikiran bodohnya ini.
Memasuki ruangan Devano, Yola menatap cowok yang tengah duduk santai di sofa itu dengan tundukan kepala.
"Ka, sudah waktunya pulang. Kalau tidak ada lagi yang Kakak perlukan saya pamit pulang" Cowok itu mengangguk dengan raut datar yang entah mengapa tak pernah Yola suka sekarang.
"Saya permisi Ka"
Yola berbalik, hendak melangkah pergi sebelum suara Devano membuatnya mengurungkan langkah.
Menoleh Yola menatap Devano yang masih dengan raut datar cowok itu dengan perintah agar dirinya mendekat. Sedikit heran, namun tak ayal Yola menangguk melangkah mendekat sebelum berhenti di samping Devano yang dengan cepat menarik tangannya membuat Yola sedikit terkejut saat dirinya kini sudah duduk di atas pangkuan Devano yang tanpa kata menyambar bibirnya. Melabuhkan ciuman yang lembut namun menuntut untuk dibalas.
Yola mendadak ragu, dia ingin mendorong Devano menjauh namun ciuman lembut cowok itu membuatnya terbuai sebelum membalas sama lembutnya, membiarkan Devano kembali mempermainkannya, membiarkan Devano kembali menyentuhnya, membiarkan Devano kembali menciumnya dan membiarkan Devano kembali memasukinya.
"Ouhh Ka..ahh"
Yola mendesah. Menggeleng pelan menikmati hentakan demi hentakan yang Devano lakukan pada miliknya dibawah sana.
Ini nikmat, Yola bahkan tak bisa mengalihkan perhatiannya pada Devano yang nampak lebih sexy sekarang, dengan kemeja yang sudah terbuka tiga kancing teratasnya, rambut cowok itu yang sudah berantakan dan keringat di sepanjang kening membuat Yola tak kuasa melihat ke arah cowok yang masih terus menghujam miliknya itu tanpa henti.
"Tatap saya Yola" Yola menggeleng, lebih memilih mengalihkan perhatiannya pada sekeliling ruangan Devano yang entah kenapa terasa lebih panas sekarang apa lagi saat melihat bajunya yang sudah tergeletak di lantai dengan tidak indahnya. Yola semakin berdebar tidak karuan sebelum tangan Devano menarik dagunya lembut di susul lumatan yang cowok itu lakukan di bibirnya yang menyambut tanpa sungkan membuat hentakan dibawah sana semakin menggila, Yola melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Devano yang menahan tengkuknya guna memperdalam ciuman yang masih terus beradu cepat dengan hentakan cowok itu.
"Ummmhh ahhh... Kak.."
"With me Yola.."
"Ahhh..."
Yola menghirup udara terburu membiarkan Devano menjatuhkan tubuh cowok itu di atasnya, membiarkan sperma Devano mengalir dari miliknya saking banyaknya cairan cowok itu, membiarkan nafas Devano menggelitiki lehernya.
"Aku menyukai mu Yola"
Yola mengulas senyum, membiarkan Devano mengusap pipinya dengan lembut sesekali menjatuhkan kecupan pada bibirnya yang mungkin sudah membengkak karena ciuman mereka sebelumnya.
"Yola.."
"Hmm?" Yola masih mengatur nafasnya dengan tatapan yang balas menatap mata Devano yang menyiratkan luka didalam sana entah karena apa Yola belum tau.
"Aku mencintai mu Yola"
Yola terdiam sebentar menatap mata Devano semakin dalam mencari kebohongan didalam sana yang tak juga Yola temukan. Mengulas senyum Yola berusaha bersikap kuat dan mencoba baik baik saja.
"Kakak punya Aditsya, dan saya teman Aditsya ka"
Devano menunduk kembali menyembunyikan wajahnya di antara ceruk leher Yola yang kini mengusap kepala belakangnya lembut.
"Biarin ini berjalan sebentar lagi. Dan tolong percaya kalau saya benar benar mencintai kamu Yola" Yola mengulas senyum ada rasa bahagia di hatinya tapi pestanya selalu muncul dan membuatnya semakin ragu.
"Saya percaya ka"
Dan Yola tau dia menjatuhkan dirinya semakin dalam pada cowok yang kini kembali mencumbunya itu, tapi Yola tak bisa menutup fakta bahwa dia menginginkan pengakuan itu dari Devano dan dia bahagia untuk itu walau tau dia tak seharusnya berbahagia atas semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO | OH SEHUN
Short StoryMENGANDUNG KEGIATAN 🔞🔞🔞 TOLONG PENGERTIAN! AREA BUCIN JUGA SEXS! FOLLOW THIS ACCOUNT BEFORE! BOYFRIENDS SERIES 04 Devano Maxime, cowok populer di Harbang. cowok yang terkenal karena kemahirannya bermain basket dan gelarnya yang seorang CEO di usi...
