Jajaran periuk kosong berdentang. Berjajar rapi menunggu pembagian jatah.
Mata-mata nyalang ke arah periuk masing-masing. Berharap agar meja otomatis lebih cepat bergerak hingga periuk-periuk mereka pun lekas terisi semua.
Hawa pengap terasa. Pabrik bobrok dengan atap yang berlubang dan air yang membanjir jika hujan tiba. Namun, setiap kali para penghuninya meminta perbaikan, mandor pabrik pun hanya berkata sabar.
Bubur pun mulai dibagikan. Pengantre memandang dengan suka cita.
Tiba-tiba mandor berseru lantang, bahwa periuk kesayangan pengantre tidak akan dikembalikan. Setelah makan bubur dingin dengan sesuwir ayam, maka periuk nasi pun jadi milik mandor yang menatap nyalang. Itu bayaran setimpal yang harus diserahkan suka rela tanpa bisa lagi didebat.
Antrean langsung ricuh.
Yang sudah mendapat bubur pun bertanya, bagaimana jika mereka ingin makan esok hari. Bagaimana mereka bisa menampung bubur dingin dan sesuwir ayam? Bukankah tidak pernah ada janji untuk menyerahkan periuk mereka selamanya? Bukankah mereka pun sudah bekerja agar pabrik bobrok tetap berjalan?
Mandor pun diam.
Ada lagi yang bertanya apa ada kemungkinan periuk dikembalikan. Karena periuk miliknya pemberian orang tua. Harta yang tak ternilai harganya. Jika boleh, dia akan berterima kasih.
Mandor pun bungkam.
Suasana makin ricuh. Ketika antrean masih mengular, banyak bubur yang belum diletakkan ke periuk. Mandor hanya terfokus memberikan bubur dingin dan sesuwir ayam agar makin banyak periuk yang diambil alih kepemilikannya.
Mandor akan terus memberikan bubur, tanpa peduli pada pertanyaan tentang periuk. Mengabaikan semua keingintahuan tentang ketidakadilan yang tersembunyi dibalik kata sudah sepantasnya.
Namun, pengantre yang belum mendapat bubur berang. Berteriak pada yang bertanya. Khawatir periuk mereka akan kosong selamanya. Padahal mereka lupa, toh periuk mereka akan menghilang sebentar lagi.
Api membakar dari mulut-mulut berbisa, memecah periuk yang sudah terisi bubur. Menumpahkan kemurkaan akibat perut kosong, pikiran melimpong, dan mata yang bergerak kesana-kemari seperti bola ping-pong.
Mandor pun akhirnya berseru kalau periuk harus diambil karena mereka sudah mendapat bubur. Mutlak! Sabda yang tak bisa dibantah!
Akhirnya, gudang pun kembali sepi ketika bubur-bubur pun penuh terisi. Saat itu periuk sudah menjadi milik mandor. Besok ... Para pengantre harus berjuang mencari wadah baru untuk mendapat bubur dingin dan sesuwir ayam.
2 Feb 23
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertunas Setiap Hari
Non-FictionApa yang kamu pikirkan setiap baru membuka mata? Tentang rencana hari ini? Tentang mimpi yang ingin dicari? Atau justru duka malam tadi? Ini kisah acak tentang pikiran-pikiran yang muncul ketika menyesap teh, menghidu aroma kopi, menatap tetes huja...