Hari sudah siang. Sejak kemarin belum ada sesuap nasi pun masuk ke perut. Hanya kerupuk melempem sisa orang yang sempat kuambil sebelum dibuuang ke tempat sampah.
Entah sudah berapa bulan aku mondar-mandir dari toko ke toko, dari kantor ke kantor, menawarkan ijazah SMK-ku yang ternyata tak bernilai apa-apa.
Semua selalu meminta sarjanan dengan IPK tinggi universitas ternama, untuk gaji yang hanya sepertiga UMR.
Aku mengusap perutku. Kemarin aku sudah puasa sunnah Senin-Kamis. Apa perlu aku puasa daud kalau begini caranya?
Kutatap map yang sudah mulai lecek di tanganku. Aku rela digaji berapa pun asal dapat makan siang. Namun, tetap saja, tidak ada yang mau menerimaku yang katanya pemuda berwajah beringas dan tak cocok untuk bekerja kantoran atau menjaga toko-toko kecil mereka.
Aku mencoba mengamen, tapi aku tidak bermain musik. Aku hanya menyanyi dan tak banyak yang memberiku recehan sekadar untuk makan.
Suara perut kembali terdengar. Aroma bakso menguar terhidu hidung dari raga yang kelaparan.
Tanpa sadar aku bergerak mendekat salah satu kedai bakso besar di pinggir jalan dengan bangku-bangku panjang yang berjajar di luar. Kedai viral yang sedang banyak pengunjungnya.
Tanpa sadar aku langsung bergerak ke salah satu meha berdendang....
Aku di sini berdiri
Menyanyi disambut terik mentariiiii....
Perut lapar belum terisi....
Rasanya mau mati ketika harga barang semakin tingiiiii
Tak ada pekerjaan yang mampu kudapati
Bahkan ketika sudah kulamar san-sini
Aku tak pernah mengerti
Mengapa ujian ini harus kujalani?
Tiba-tiba mataku menatap sesuatu jatuh dari tas seorang ibu paruh baya. Sebuah gawai model terbaru yang sangat canggih.
Kulirik sang ibu yang masih asik menuang saus ke mangkoknya.
Otakku menjerit minta mengambilnya! Namun, nuraniku berseru....
Biar hampir mati
aku masih punya harga diri
Aku membungkuk dan mengambil ponsel itu dan kuletakkan di sisi ibu itu.
Tak akan aku mencuri
Uang haram tak akan membawa rezeki
Malah menjadi bara saat di akhirat nanti....
Aku mengangguk padanya dan bergeser menjauh. Aroma bakso ini makin menyiksa perutku. Sebaiknya aku pergi saja dari sini segera.
"Mas!"
Terdengar suara. Aku tetap berjalan
"Mas pengamen!"
Kali ini aku menoleh dan melihat ibu tadi melambai padaku.
"Sudah makan?"
Entah kenapa mataku berkaca-kaca.
22 deb 24
Akhirnya si Pengamen menikah dengan anak si Ibu kaya dan mewarisi seluruh hartanya [ga gitu]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertunas Setiap Hari
Non-FictionApa yang kamu pikirkan setiap baru membuka mata? Tentang rencana hari ini? Tentang mimpi yang ingin dicari? Atau justru duka malam tadi? Ini kisah acak tentang pikiran-pikiran yang muncul ketika menyesap teh, menghidu aroma kopi, menatap tetes huja...