Apokalips
Di tengah kehancuran yang meraja, di mana bangunan-bangunan yang pernah tegak kini tinggal puing saja, juga keheningan yang menggantikan kegaduhan kehidupan yang dulu pernah sibuk, aku menemukan diri tengah duduk termenung, memandang sepotong roti di tanganku dengan tatapan yang kosong.
Roti itu menjadi simbol keberlangsungan hidup di tengah dunia yang hampir tak tersisa. Namun, dengan jiwa yang sedang morat-marit bahkan untuk sekadar memakannya saja aku tak berselera. Semua terasa sia-sia; makanan di tangan, nyawa di badan, tapi hati dan pikiran di suatu tempat yang jauh, tenggelam dalam keputusasaan.
Aku merenung, melihat ke sekeliling, melihat kehancuran yang tidak hanya mengubah landskap kota, tetapi juga landskap hati banyak orang.
Dalam keputusasaan itu, aku berpikir, apa gunanya bertahan hidup jika hanya untuk menyaksikan kehancuran ini setiap hari?
Apa gunanya mencari makanan di tengah reruntuhan jika esok mungkin tidak ada lagi?
Pertanyaan-pertanyaan yang berjejalan di kepala tanpa bisa dihentikan.
Namun, dalam keheningan yang mendalam, secercah kenangan muncul dalam benak. Sebuah hadist yang pernah kudengar mungkin akan memberikan kekuatan dan harapan di saat-saat tergelap.
“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.”
Kenangan atas kata-kata itu bagai oase di tengah padang pasir, memberikan kekuatan pada jiwa yang hampir kering. Aku tersadar, bahwa setiap detik kehidupan ini, tidak peduli seberapa kerasnya adalah bagian dari rencana yang lebih besar. Sebuah rencana yang tidak akan pernah bisa kumengerti sepenuhnya, tapi selalu mengarah pada yang terbaik bagi mereka yang beriman.
Dengan perasaan campur aduk, aku memandang roti itu lagi. Roti itu, meski sederhana dan tak lezat di mata banyak orang, kini menjadi simbol dari rahmat Allah. Sebuah rezeki yang harusnya kupandang dengan rasa syukur, bukan keputusasaan.
Aku menyadari, dalam setiap kehancuran, selalu ada pelajaran. Dalam setiap kesulitan, selalu ada kemudahan.
Dan dalam setiap kehilangan, selalu ada hikmah yang bisa dipetik.
Maka, dengan hati yang lebih ringan, aku mulai memakan roti itu. Setiap gigitan menjadi pengingat akan kekuatan iman dan harapan, bahwa meskipun dunia di sekitarku hancur, selama aku masih memiliki iman, aku tidak benar-benar kehilangan segalanya.
Buat cerita dengan tema Apokalips
4 Feb 24
Kalau Alf punya agama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertunas Setiap Hari
Não FicçãoApa yang kamu pikirkan setiap baru membuka mata? Tentang rencana hari ini? Tentang mimpi yang ingin dicari? Atau justru duka malam tadi? Ini kisah acak tentang pikiran-pikiran yang muncul ketika menyesap teh, menghidu aroma kopi, menatap tetes huja...