Apa yang kamu pikirkan setiap baru membuka mata?
Tentang rencana hari ini?
Tentang mimpi yang ingin dicari?
Atau justru duka malam tadi?
Ini kisah acak tentang pikiran-pikiran yang muncul ketika menyesap teh, menghidu aroma kopi, menatap tetes huja...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kapan kita sampai, Ayah?" Adikku menatap Ayah dengan bola matanya yang bulat sempurna. Berkilau seperti bintang UY Scuti. Kendaraan kami terus meluncur dengan mulus menembus gelap. Bintang-bintang gemerlap di luar sana tampak sangat indah.
Ayah menepuk puncak kepala adikku penuh kasih. "Sebentar lagi. Hanya perlu beberapa kali transit, kita akan tiba di sana."
"Apa mereka akan menerima kita?" Aku masygul.
"Kau khawatir?" Kali ini, Ibu menjawab sambil membawa makanan kesukaanku yang bulat dan berwarna seperti Io, bulan ketiga terbesar Jupiter.
Tentu saja aku mengangguk.
"Kita ... berbeda...."
"Ya .... tentu saja kita berbeda. Namun, bukankah kita akan menyamar menjadi mereka?" Ayah menutup mata bulatnya lalu perlahan tubuhnya mengerut dan menjadi sosok yang sangat berbeda.
"Tidak bisa menggunakan wujud kita sendiri?" tanyaku kecewa.
Ibu menggeleng. "Teknologi mereka masih jauh di bawah kita. Kita ke sana hanya untuk liburan. Tentu saja, kita harus menghargai apa yang mereka punya. Jangan sampai karena kita lebih cerdas, kita menjadi semena-mena dan membuat kericuhan tidak perlu."
Suara itu begitu lembut, tapi tegas. Terasa menyejukkan di hati.
"Aku ingin bermain di laut!" seru adikku.
Ayah tertawa dan mengizinkan. "Kita akan menikmati laut di planet biru itu. Sesuatu yang tidak kita punya di planet kita."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Buatlah cerita yang ternyata sang tokoh utama dan seluruh keluarganya adalah alien dari galaksi lain
