DWC 23 - Paralel

33 10 2
                                    

Tokoh cerita kalian hendak mengakses link video conference. Namun, karena salah mengklik link, ia malah terhubung dengan dunia paralel.

Aku sering bertanya dalam hati, Apa yang akan kualami jika aku pindah ke dunia lain? Dunia di mana aku adalah penulis terkenal dengan uang jutaan dollar! Aku tidak pusing soal sekolah anak, aku bisa umrah tiap bulan, dan aku bisa membuka perpustak...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sering bertanya dalam hati, Apa yang akan kualami jika aku pindah ke dunia lain? Dunia di mana aku adalah penulis terkenal dengan uang jutaan dollar! Aku tidak pusing soal sekolah anak, aku bisa umrah tiap bulan, dan aku bisa membuka perpustakaan umum bagi mereka yang ingin membaca!"

Namun, aku hanya di sini. IRT yang terkadang ikut aneka kursus melalui zoom dan gvideo. Hingga hari ini, aku menekan tombol yang salah.

Aku terlempar ke sebuah kasur mewah.

Di mana ini?

Aku mau bergerak, tapi tidak bisa. Aku seperti begitu lemah.

"Ibu jangan banyak bergerak."

Aku menoleh melihat seorang wanita paruh baya tersenyum kepadaku. Rambutnya digelung ke atas. Seperti sekretaris CEO di film-film yang sering kulihat.

"Anda siapa?"

"Walah, Ibu kumat?" Wanita itu mendekat dan duduk di sisi ranjang. Lalu dengan lembut, dibelainya dahiku. "Tidak demam."

"Ini di mana? Manna suamiku? Anak-anak?"

Senyum getir terpancang di wajahnya. "Ibu lupa kalau kalian sudah berpisah? Ya tidak bercerai, tapi Ibu mengabaikan Bapak karena terlalu sibuk menulis dan jumpa fans. Anak-anak juga tidak ada kabar sejak kuliah. Terpisah-pisah semua. Kalian tidak terlalu akrab karena Ibu sibuk menulis."

Aku terdiam. "Ke-kenapa?"

"Ya, ketenaran Ibu memang mengambil banyak waktu. Ibu memaksakan diri untuk terus berkarya sampai akhirnya tumbang dan sekarang harus bed rest seperti ini. Untungnya harta Ibu sangat banyak hingga tidak ada masalah dirawat di rumah." Wanita itu tersenyum dan membantuku duduk.

"Tahun berapa sekarang?"

"Tahun 2053. Ibu mengalahkan author-author legendaris dan menjadi penulis paling produktif. Paling dermawan. Ibu sering sekali memberikan bantuan ke sana dan kemari. Banyak mendirikan masjid, pesantren, juga rumah yatim."

Bibirku kelu. Bahkan ketika wanita itu memberiku air putih, rasanya pahit sekali. Aku memang mencapai semua impianku, tapi ternyata aku harus mengorbankan keluargaku.

"A-aku.... tidak mau!"

"Eh?"

"AKU INGIN PULANG!" Aku berusaha turun dari kasur, tapi kakiku lunglai hingga aku terjatuh.

"Ibu ngomong apa? Ini rumah Ibu!"

"TIDAAAAAAK!!!" Aku berusaha bangun. Aku harus keluar! Ini mimpi! Pasti mimpi!

Aku menggunakan seluruh tenagaku untuk bangkit dan berlari. Saat itulah, wanita itu berhasil menangkapku dan aku kehilangan keseimbangan hingga jatuh menghantam pintu.

Semua perlahan menjadi gelap.

Jika aku bisa kembali, aku hanya ingin semua kembali normal. Takdir Allah sudah pasti yang terbaik.

Aku yang tidak terlalu terkenal

Aku yang penulis biasa-biasa saja

Aku yang hanya ibu rumah tangga

Anak-anakku yang tidak begitu istimewa

Aku yang pusing untuk membayar uang sekolah

Itulah yang terbaik dari Allah.

Ini adalah jalan yang Insyaallah akan membawaku ke surga jika aku mau terus berjuang.

Bukan untuk dunia. Aku harus berjuang untuk akhiratku dan keluargaku.

Dan perlahan kesadaranku pun menghilang.

Dan perlahan kesadaranku pun menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23 june 23

Ikhlas dan tawakal pada takdir itu PR banget emang, ya

Bertunas Setiap HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang