Hari masih hujan ketika kumelihat kamu kebingungan di teras kampus. Hujan masih terus tumpah tanpa terlihat tanda-tanda akan berhenti.
Jilbab panjangmu mungkin tetap tak mampu menghalau dingin. Terbukti kamu terlihat menggigil beberapa kali. Pipimu memerah dan terlihat begitu lucu. Sudah sejak lama aku mengagumi dirimu dalam diamku.
Mata bulatmu menatap ke langit dan bibirmu melantunkan doa agar hujan dijatuhkan pada tempat yang terbaik.
Aku tersenyum.
Memang kurasa hujan terbaik hadir di sini. Karena bisa kulepas jaket kulit yang kukenakan dan kuangsurkan kepadanya.
Lagi-lagi, mata seindah kelereng itu membeliak. Kaget tentu. Aku yang tak pernah terlihat menyapa mendadak meminjamkan jaket. Kurasa dia pun tak tahu kalau ada potongan hatiku yang tersangkut pada semua kebaikan hatinya.
Tentu dia menolak. Bukan mahram katanya. Dia tidak nyaman.
Aku semakin suka. Dia wanita yang bisa menjaga dirinya.
Deras hujan makin tak terbendung. Dia melirik jam di gawainya lalu kembali mengeluarkan debas. Tampaknya dia sedang terburu-buru.
Aku membuka tas punggungku, mengeluarkan sebuah payung lipat mungil, dan kuangsurkan ke arahnya.
Sejenak dia diam. Meragu.
Akan tetapi, kupastikan aku tidak ingin bermaksud buruk. Aku hanya pemuda yang memang diam-diam memperhatikannya sejak dulu.
Aku menarik napas dan mengeluarkan semua kejujuran itu.
Aku diam-diam meletakkan sekuntum bunga matahari di meja dosen karena aku tahu kamu suka bunga berwarna kuning besar itu. Aku juga diam-diam menyemprotkan parfum kopi di dekat mejamu biasa duduk karena aku tahu kamu pecinta aroma kopi meski selalu diare jika meminumnya.
Semua kalimat yang meluncur itu membuatmu terdiam. Tak menjawab, tak bereaksi apa pun.
Senyumku getir.
Aku tahu kita sudah semester akhir, satu bulan lagi kita akan berpisah. Kita akan berjuang masing-masing untuk menjadi sarjana. Karena itu, di tengah badai, di mana doa akan dikabulkan, aku berdoa yang terbaik akan hubungan kita.
Namun, kamu menunduk. Membungkuk sedikit sebelum bisikan kata maaf terdengar pelan, tapi memekakkan telingaku.
Seiring suara guntur yang menggelegar di angkasa, kamu tiba-tiba berlari menerobos hujan.
Aku ingin mengejarmu, tapi ternyata kakiku membatu. Nyatanya, aku memang sepengecut itu.
Seiring hujan yang membasahi bumi, wajahku juga membasah tanpa sadar.
Nulis PDKT pake Love Language authornya. Act Of Service.KAGA BISA NULIS ROMANCE MALAH ANGST!!!
Semoga pemilu jujur, adil, dan memilih pimpinan yang baik. Aamiin
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertunas Setiap Hari
Non-FictionApa yang kamu pikirkan setiap baru membuka mata? Tentang rencana hari ini? Tentang mimpi yang ingin dicari? Atau justru duka malam tadi? Ini kisah acak tentang pikiran-pikiran yang muncul ketika menyesap teh, menghidu aroma kopi, menatap tetes huja...