xxv. ini lah lembar akhir, dari narasi astraloka.

65 6 0
                                    

🗒️ ; Coba dengarkan hati-hati di jalan - tulus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🗒️ ; Coba dengarkan hati-hati di jalan - tulus

"larasa, gue tau lo ngga suka bunga tapi gue tau lo suka pisang susu coklat buatan bunda. kita makan bareng ya?"

Sangaji paham, tentang Larasa yang selalu ada di tiap lembar abu-abu nya, Sangaji juga tahu kalau Larasa jatuh suka terhadap pria yang hanya bisa memberika duka, maaf jika Sangaji selalu berpikir tentang rasanya sendiri, tanpa tau ternyata ngga dapet afeksi dari seseorang yang kita sukai sesakit ini nyatanya.

Anehnya Larasa ngga pernah mengeluh pada dunia yang membuat nya memeluk pilu. Dari ketiga teman nya itu, Sangaji yang menjerit paling lantang karna kepulangan Larasa, Sangaji yang sadar bahwa selama ini kesempatan baik juga rasa yang tulus itu telah ia sia-siakan sesukanya, selalu datang ketika duka dan lupa jika dirundung suka cita. Tapi Larasa selalu bercerita sakit nya pada semesta yang mungkin Aji ngga akan tau tiap-tiap bisikan dari jeritan Larasa adalah bahagia nya putra brahmana ini, mungkin putra Radipta seringkali mendengar denyut ngilu Larasa dan mungkin Sangaji juga akan tau kelak, bahwa Larasa jatuh suka itu tanpa kalkulasi ; tanpa mengapa dan karena.

ngga ada hati yang akan kuat jika jalan cerita dia hanya sebuah kisah kasih sepihak, tapi Larasa berusaha untuk selalu berdoa bahwa kelak ia akan di toleh oleh putra Brahmana, barang sedetik saja putra Brahmana itu melirik ke arahnya, ngga minta untuk selamanya, sementara saja. itu yang Larasa pinta- selamat Larasa, kala ragamu sudah termakan bumi, kala ruhmu sudah di kelangitkan, kala kakimu yang sudah tak bisa berpijak, dan kala namamu yang hanya menjadi nisan, satu hal yang perlu kau tahu kini di bumi raya ada aji yang selalu menyempatkan setengah perjalanan sebelum pulang nya untuk sama kamu, untuk menimmati senja di pelataran pemakaman mu, untuk menceritakan hari nya yang berat saat udah ngga ada kamu lagi.

dari sudut jauh dengan rasa sesal dan marah berkecamuk, dalam sudut itu pula ada seseorang yang merasa gagal tentang peran nya menjadi seorang teman, Gantar melihat pemandangan itu setiap hari, selalu menguntit kemana arah pria itu akan pulang, namun di setengah jalan ia selalu berbelok arah menuju rumah keabadian Larasa, dan sudah sebulan ini juga kedua pria itu tidak bertegur sapa. sayang harus disayang pertemana mereka belum sampai garis finish karna sebuah rasa; ntah rasa sepihak, rasa yang masih ada, dan rasa yang belum terlupakan. ini mungkin beluam sampai garis finish namun bukan berarti harus menyerah sampai sini, akan Gantar pastikan mulai kini, ia akan merajut kembali semuanya sedari awal dengan akhir yang rapih.

"Sangaji maaf buat banyak kecewanya" itu ngga Gantar deklarasikan sekarang, tapi kelak saat mereka sudah mengobati luka di hati masing-masing akan ada kata maaf dan terimamakasih yang Gantar ucapkan dengan tulus.

Tiga anak remaja ini biarlah semesta membuat mereka menepi, membersihkan lukanya masing-masing walaupun tidak ada orang lain disisi tapi dalam sepi mereka sadar harus mulai menjahit lukanya perlahan tapi pasti. Mustahil memang hanya sendiri, tapi itu cara terbaik untuk tidak melibatkan orang lain sebagai bayagan penghapus sepi.

[✓] ii. ASTRALOKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang