Happy Reading!!!
***
Melihat bagaimana Bian pergi setelah melihat Ashlyn membuat Zinnia merasa perih sekaligus sedih. Hatinya bahkan kini bertanya, benarkah Bian tidak ingin melihat darah dagingnya? Mungkinkah Bian enggan mengakui anaknya? Tapi bukankan Zinnia belum mengatakan siapa Ashlyn pada pria itu? Lalu kenapa Bian harus berlari pergi? Apakah Bian menyadari Ashlyn anaknya?
Zinnia segera menggeleng. Itu tidak mungkin. Dan Zinnia pun tidak ingin membenarkan pikirannya mengenai Bian yang bersikap berengsek. Kekasihnya bukan pria semacam itu. Meskipun kenyataan Bian memilih pergi meninggalkannya sepuluh tahun lalu tidak bisa Zinnia lupakan. Tapi itu tidak bisa sepenuhnya Zinnia salahkan, Bian pergi karena Zinnia yang membiarkannya, meskipun saat itu Zinnia ingin meminta Bian tetap tinggal bersamanya, bersama buah hati yang ada dalam kandungannya. Namun kenyataannya Zinnia tidak berusaha menahan kepergian Bian. Zinnia yang justru menghilang. Dan sekarang ia kembali dengan harap Bian mau membawanya pulang. Bukankah tidak tahu diri itu namanya?
Sialannya Zinnia tidak ingin mengakui itu. Zinnia malah bersikap seperti layaknya kekasih yang ditinggalkan, padahal pada kenyataannya dirinya yang meninggalkan. Tapi itu lebih baik, karena Zinnia tidak yakin Bian mau menerima dirinya yang hamil kala itu. Tidak menutup kemungkinan Bian akan mencampakannya. Dan sebelum itu terjadi Zinnia memilih untuk pergi agar tidak mencegah Bian dan masa depannya yang ingin pria itu raih. Tidak adil memang, tapi Zinnia bisa apa untuk melawan takdir yang Tuhan gariskan untuknya?
Zinnia tidak bisa merubah apa yang sudah terjadi, termasuk sore hujan sepuluh tahun lalu yang menjadi awal kehancurannya. Sore yang sialannya enggan Zinnia jadikan hari terkutuk, sebab nyatanya ia menikmati segala perbuatan dosa yang dilakukannya bersama Bian. Sore hujan yang tidak bisa Zinnia anggap buruk, karena yang ada ia mengenangnya sebagai hari terindah. Hari di mana ia menyatu dengan Bian dalam guyuran cinta yang membuat mereka lupa diri. Baik Bian maupun Zinnia tidak sadar bahwa setelah itu mereka akan berpisah.
Tring ting.
Atensi Zinnia dialihkan oleh suara lonceng yang menandakan toko bunganya di masuki orang. Dan hampir sama seperti kemarin, hari ini Zinnia kembali dikejutkan dengan kedatangan sosok yang tidak asing dalam ingatannya. Tapi bukan Bian yang berhasil membuat seluruh sendinya melemah, kali ini tokonya kedatangan sosok pria tampan yang masih Zinnia kenal meski samar-samar karena perubahan pria itu yang cukup signifikan. Namun tidak lantas membuat Zinnia lupa, meskipun tidak pernah terlalu dirinya ingat.
“Gue kira si Bian cuma ngehalu, ternyata lo benar-benar ada di sini,” ucap pria itu dengan langkahnya yang semakin mendekat ke arah etalase bunga, di mana Zinnia ada diseberangnya. Menatap dengan raut tidak bisa diartikan. Tapi satu yang jelas. Keterkejutan. “Kok bisa sih, Zi, gue baru tahu kalau lo ada di sini?” heran Mario, karena meskipun jarak tempat tinggal dan tempat kerjanya cukup jauh dengan toko bunga Zinnia rasa-rasanya tidak mungkin mereka tidak berpapasan sekali saja. Terlebih dalam waktu yang cukup lama. Enam tahun. Karena empat tahunnya Mario memang tidak ada di tanah air. Tapi masih ada teman-teman sekolah mereka yang lain. Tidak mungkin kan Zinnia tidak bertemu satu pun teman mereka? Itu mustahil, meskipun tidak menutup kemungkinan.
“Gue di sini memang belum lama,” jujur Zinnia membuka suara. “Mungkin baru tiga bulan,” lanjutnya sembari mengedikkan bahu, lalu kembali pada kegiatan sebelumnya, mengambil gambar rangkaian bunganya yang baru selesai untuk di posting di sosial medianya yang khusus untuk memperkenalkan toko bunganya. Karena memang dari sana lah Zinnia banyak mendapatkan orderan.
“Terus selama ini lo di mana?” Mario ingin tahu agar dapat mewajarkan kenapa baik dirinya maupun teman-temannya yang lain tidak dapat menemukan Zinnia.
“Sukabumi,” jawab Zinnia dengan desahan berat yang tentu saja Mario tangkap dengan jelas.
“Ngapain?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
Художественная прозаDiawali dengan kenikmatan, lalu berakhir dengan kekecewaan semua orang. Cinta itu kadang menyesatkan. Hadirnya bukan semata untuk memberi kebahagiaan, sebab derita pun menjadi bagian di dalamnya. Banyak hal yang Zinnia korbankan. Banyak pula penderi...