Happy Reading!!!
***
Ada haru yang Zinnia rasakan melihat sang putri terlihat begitu akrab dengan Bian. Tapi tak bohong bahwa ada sedih yang melingkupi hatinya saat ini.
Zinnia takut kelak Ashlyn akan lebih memilih ikut bersama Bian karena pria itu bisa memberikan keluarga yang lengkap. Bisa memberikan kebahagiaan yang putrinya itu inginkan. Tidak seperti dirinya yang tidak bisa mengabulkan itu semua.
Memikirkannya saja sudah membuat sesak, apa kabar kalau nanti itu terjadi? Mungkinkah Zinnia akan sanggup?
Menarik napas dan membuangnya perlahan, Zinnia usap sudut matanya yang berair, lalu kembali menyunggingkan senyum kala sang buah hati memanggil dengan lambaian tangannya yang mungil. Senyum bahagia tersemat di bibir Ashlyn yang saat ini sedang menaiki salah satu permainan di pasar malam bersama ayahnya. Sementara Zinnia menolak untuk ikut serta. Bukan apa-apa, Zinnia hanya tidak ingin mencipta harapan untuk dirinya sendiri di tengah rasa cinta yang masih begitu menggebu untuk masa lalunya.
Zinnia takut lupa bahwa Bian bukan lagi miliknya. Maka dari itu ia memilih menjaga jarak dari segala kesempatan yang ada untuk dekat dengan Bian. Cukup Ashlyn saja, karena Zinnia enggan larut dalam bahagia yang bukan lagi tercipta untuknya.
Bian. Pria itu masih bertahta. Namun terpaksa Zinnia tekan agar hanya menjadi kenangan saja. Sebab di sebut dalam doa hanya akan memberinya luka, karena seperti yang ia tahu bahwa ada sang jelita bernama Aruna yang sudah Bian punya.
Ikhlas memang tidak mudah. Rela pun sulit untuk di ucap, tapi Zinnia tidak bisa jika harus egois. Bukan hanya Aruna, tapi keluarga pun akan ikut serta terluka, dan Zinnia enggan kembali mencipta kecewa.
Cukup orang tuanya, jangan pula keluarga Bian dan Aruna merasakan hal serupa.
"Gue dapat kabar kalau orang tua lo udah balik dari luar negeri,"
Zinnia sontak menoleh ke sisi kiri. Tidak lupa bahwa dirinya tidak duduk sendiri, karena Mario turut serta menemani.
Zinnia yang memaksa pria itu ikut, karena ia tidak ingin hanya pergi bertiga dengan Ashlyn dan Bian. Seperti yang sudah Zinnia bilang, ia tidak ingin mencipta asa apa-apa, jadilah Mario ia gunakan untuk menjadi tamengnya.
Jangan pikir itu mudah. Mario sempat menolak keras, tapi Zinnia berhasil membuat Mario luluh dengan raut memelasnya. Meskipun sepanjang perjalanan pria itu terus menggerutu dengan racauan tak jelasnya yang mengatakan bahwa dia seperti pria tidak tahu diri yang mengganggu acara keluarga bahagia temannya. Membuatnya terlihat seperti orang ketiga dalam rumah tangga antara Zinnia dan Biantara. Namun Zinnia tidak menghiraukan itu. Ia anggap dumelan Mario sebagai ocehan di radio yang tidak berarti. Sampai akhirnya Mario menyerah dan pasrah mengikuti acara keluarga kecil temannya bermain di pasar malam. Meskipun pada faktanya hanya Bian dan Ashlyn yang mencoba berbagai permainan yang ada. Karena Zinnia memilih menarik Mario untuk duduk bersama, membiarkan Ashlyn bersenang-senang berdua dengan ayahnya.
"Mau coba nemuin mereka gak?" tambah Bian saat tidak juga mendapat tanggapan dari Zinnia yang meski menatapnya tapi tidak juga membuka suara. "Orang suruhan gue bilang kalau ternyata selama ini orang tua lo bolak balik luar negeri. Itu kenapa sulit di temui," lanjut Mario setelah membaca e-mail yang masuk dari salah satu anak buahnya.
Dulu Mario tidak melakukan ini untuk membantu sahabatnya, karena merasa itu tidak terlalu penting. Tapi untuk Zinnia, Mario melakukannya walaupun tidak di minta. Kesedihan perempuan itu yang membuatnya iba dan meminta sang anak buah untuk mencari tahu tentang keluarga Zinnia. Dan kabar itu tidak mudah didapatkan. Sebagai orang penting dan berpengaruh di negara ini, keluarga Zinnia benar-benar menjaga privasinya dari siapa pun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
Fiction généraleDiawali dengan kenikmatan, lalu berakhir dengan kekecewaan semua orang. Cinta itu kadang menyesatkan. Hadirnya bukan semata untuk memberi kebahagiaan, sebab derita pun menjadi bagian di dalamnya. Banyak hal yang Zinnia korbankan. Banyak pula penderi...