Happy Reading !!!
***
Menjadi seorang single mommy nyatanya bukan hal mudah, terlebih untuk Zinnia yang belum memiliki pengalaman. Namun jika di tanya menyesal, Zinnia akan dengan tegas menggelang, karena nyatanya tidak pernah sedikit pun Zinnia merasakan hal itu, meski di awal-awal begitu sulit dirinya terima. Tapi Zinnia bersyukur karena Tuhan memberikannya seorang putri yang akhirnya menemani ke mana pun dirinya pergi di saat semua orang menjauh dan mungkin mencaci maki.
Namun harus Zinnia akui bahwa kadang pemikiran ingin kembali ke masa di mana dirinya bisa berkumpul dengan teman dan keluarga melintas dalam benak. Membuatnya rindu, namun terlalu takut untuk bertemu mengingat kesalahannya terlalu besar. Aib yang ia berikan berhasil mempermalukan keluarga.
Sejauh ini Zinnia hanya berharap akan ada maaf untuknya suatu hari nanti.
“Mama? Mama melamun?” sebuah teguran itu sontak membuat Zinnia menoleh, dan senyum langsung terukir di bibirnya.
“Enggak sayang. Mama gak melamun,” bohong. Zinnia hanya tidak ingin membuat anaknya khawatir dan ikut bersedih hati. Apalagi jika sampai putrinya tahu apa yang tengah dirinya lamunkan.
Anaknya sudah cukup menderita semenjak hadir dalam rahimnya. Zinnia tidak ingin menambah luka di hati anaknya andai ia jujur akan apa yang tengah mengusik pikirannya.
“Bagaimana di sekolah hari ini?” Zinnia berusaha mengalihkan. Dan ia senang karena putrinya selalu saja antusias jika membahas mengenai kesehariaannya di sekolah. Membuat Zinnia lega karena setidaknya mendengar sang putri berbicara mengenai hal-hal yang dialaminya di luar rumah lebih baik dibandingkan harus membahas tentang apa yang dilamunkannya.
Sembilan tahun lalu Zinnia berhasil melahirkan seorang putri di tengah kelumit hati yang tak mampu dirinya atasi. Ia beri nama Ashlyn, memiliki arti gadis pohon dalam bahasa inggris, yang Zinnia harap kelak sang putri akan tumbuh menjadi seperti pohon. Tetap berdiri walau angin berhembus kencang, meski pada akhirnya akan tumbang juga. Tapi setidaknya pohon tidak akan menyerah begitu saja. Sama halnya seperti dirinya yang tak menyerah walau semesta seakan membencinya. Zinnia tetap berjuang demi bisa melahirkan sang putri di tengah kesengsaraan yang ada. Keluarga yang mengusirnya juga sang kekasih yang pergi meninggalkannya setelah menitipkan anak di rahimnya.
Zinnia terluka mengingat itu semua, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain menerima, karena toh, ini pun karena ulahnya sendiri. Hamil di luar nikah ketika usia bahkan masih cukup belia. Tujuh belas tahun. Wajar keluarganya kecewa dan berakhir mengusirnya. Sementara sang tercinta memutuskan pergi tanpa tahu ada janin yang berhasil dititipkannya.
Namun Zinnia tidak ingin larut dalam kesedihan itu. Sekarang Zinnia sudah paham bahwa memang seperti ini lah Tuhan memberinya kehidupan. Tak apa semua orang meninggalkannya, selama sang putri berada tetap bersamanya. Segala kesulitan akan Zinnia hadapi asal Ashlyn tetap menjadi anaknya. Karena nyatanya hanya gadis kecil itu yang Zinnia punya. Hanya bocah itu yang menjadi hartanya paling berharga.
Ashlyn adalah kewarasan yang sejak awal kehancuran ingin dirinya buang, tapi sekarang tidak akan Zinnia biarkan siapa pun mengambil, apalagi menyakiti putrinya. Ashlyn begitu berharga meski lahir di luar pernikahan yang seharusnya.
“Ya udah sekarang kamu naik ya, ganti baju lalu makan. Setelah itu kerjakan PR. Mama mau selesaikan pesanan dulu,” katanya sambil menunjuk bunga-bunga yang ada di depannya. Terabaikan akibat larut dalam lamunan. Beruntung Ashlyn segera pulang dan menyadarkannya. Andai tidak, ia pasti sudah membuat pelanggan kecewa karena bunganya tidak selesai sesuai waktu yang di minta.
“Oke Mama,” ucapnya patuh dengan acungan jempol dan wajah ceria.
Di tengah ketidak beruntungannya lahir tanpa sosok ayah dan keluarga lain, Ashlyn tetap menjadi anak yang ceria, meskipun tidak jarang tanya mengenai sang ayah dilayangkannya, dan jawabannya selalu membuat bocah sembilan tahun itu tidak puas.
Tapi Zinnia bersyukur karena Ashlyn tidak pernah memaksa. Walaupun Zinnia yakin, jauh di dalam lubuk hatinya, gadis itu ingin bertemu ayahnya. Penasaran dengan sosok yang dipilih Tuhan sebagai perantara hadirnya ke dunia. Dan ketidak mampuan memberitahu sosok sang ayah dalam hidup putrinya, Zinnia kerap kali merasa bersalah.
Jujur saja ia tidak tega melihat Ashlyn hanya bisa menatap iri teman-temannya yang di antar atau di jemput ayahnya. Zinnia sedih melihat putrinya selalu murung setiap kali ada acara peringatan hari ayah di sekolahnya. Ashlyn tidak pernah merasakan bagaimana serunya bermain dengan sosok yang menjadi idola pertama dalam hidupnya sebagaimana teman-temannya. Ashlyn tidak pernah mengenal sosok superhero dalam hidupnya sebagaimana cerita-cerita yang di bagi teman-temannya. Ashlyn hanya bisa mendengarkan tanpa memiliki kesempatan bercerita. Dan cerita teman-temannya itu lah yang selalu menghadirkan tanya Ashlyn perihal ayah yang tidak pernah gadis manis itu kenal sepanjang hidupnya.
“Maaf. Maafin Mama, sayang,” gumam Zinnia menatap kepergian anaknya. Lalu segera menghapus bulir bening di sudut matanya sebelum siapa pun memergokinya, walau sadar bahwa di tokonya tidak ada siapa pun selain bunga-bunga yang terpajang indah, siap memanjakan siapa pun yang melihatnya.
Sepuluh tahun berlalu Zinnia lewati dengan penuh kesabaran. Tidak memiliki siapa pun setelah terusirnya dari rumah besar, Zinnia sedikit bersyukur ada seseorang yang berbaik hati mau memungutnya, mengajarkannya merangkai bunga dan memberinya pekerjaan, yang meski gajinya tidak seberapa, tapi cukup untuk membuatnya bertahan hidup hingga hari ini. Bahkan kini hidupnya sudah lebih baik meskipun belum sampai di tahap mampu mengabulkan setiap keinginan putrinya.
Tapi setidaknya kehidupannya sekarang tidak terlunta-lunta seperti bulan pertama dirinya terusir dari rumah. Saat di mana dirinya ingin sekali menyerah pada kehidupan yang dirinya anggap tak adil. Sebab di saat kekasihnya bahagia bisa melanjutkan sekolah di kampus impiannya, Zinnia justru merana dengan kehamilannya yang tidak di sangka-sangka. Sampai akhirnya ia di usir karena telah membuat keluarga kecewa.
Namun akhirnya banyak hal yang Zinnia jadikan pelajaran selama jauh dari rumah dan orang tua. Banyak hal yang Zinnia sesalkan dari kesalahan yang telah dirinya lakukan. Tapi banyak pula yang dirinya syukuri. Salah satunya ia jadi tahu bagaimana cara memaknai hidup.
Ashlyn mungkin terlahir dari sebuah kesalahan karena gejolak cinta yang dulu dirinya punya. Tapi berkat Ashlyn, Zinnia bisa tumbuh menjadi wanita dewasa dan mandiri walau karena di paksa keadaan. Tapi setidaknya ia telah membuktikan bahwa dirinya mampu menghadapi dunia yang memberinya kehidupan kejam. Dan Zinnia akui ia bahagia dengan hidupnya sekarang meskipun tidak serba kecukupan. Meskipun jujur, ada kesepian yang setiap hari dirinya rasakan, juga rindu pada sosok yang dulu membuatnya terluka karena harus menanggung perbuatan mereka seorang diri.
“Bagaimana kabar kamu sekarang?” tanyanya pada udara yang berhembus dari pendingin ruangan. “Apa kehidupan kamu sepuluh tahun ini sama tak baiknya dengan kehidupanku? Apa kamu tahu aku pergi? Atau justru kamu tidak pernah mencariku?” seulas miris tercetak di bibir, membuat pilu kembali menyinggahi dengan sesak terasa begitu menyakitkan.
Membayangkannya tidak pernah mencari membuat Zinnia sakit sendiri. Padahal mungkin sampai saat ini ia berharap dia akan menemukannya lalu mengajaknya pulang. Tapi sepuluh tahun berlalu, tak sekalipun Zinnia mendapati kedatangannya. Meski sadar saat itu ia pergi jauh dari rumah. Tapi sekarang ia sudah kembali. Menetap di kota kelahirannya dengan harap bisa bertemu dengan dia dari masa lalu. Tapi sudah dua bulan sosok itu belum juga Zinnia jumpai.
Zinnia sampai bertanya, “mungkinkah dia sudah tidak lagi tinggal di kota ini? Menetapkah dia di negara tempatnya melanjutkan pendidikan?” tapi kemudian kesimpulan Zinnia dapatkan. ‘”Dia sudah bahagia dengan kehidupannya sekarang. Jauh berbeda dengan dirinya yang masih mengharapkan. Dia sudah melupakan.”
Tidak seharusnya Zinnia bertahan. Iya ‘kan? Tapi sayangnya Zinnia tidak bisa untuk melepaskannya dari pikiran. Semarah apa pun dirinya karena di tinggalkan dalam keadaan hamil, Zinnia tidak bisa berhenti mengharapkan sosoknya. Terlebih sekarang ada Ashlyn yang mereka hasilkan berdua lewat gairah yang sore itu menyelimuti hingga lupa pada norma dan dosa.
Ada sesal yang menghinggapi, namun senang lebih mendominasi, membuat Zinnia tidak tahu harus tersenyum atau justru menangis mengingat dosa yang telah dilakukannya sepuluh tahun lalu.
Tapi meski begitu Zinnia bersyukur memiliki Ashlyn di kehidupannya sepuluh tahun ini. Karena keberadaan Ashlyn tidak akan pernah menjadi penyesalanannya hingga kapan pun. Meski kenyataan sosok yang telah berjanji tidak akan meninggalkannya kala dosa itu mereka nikmati, tidak menepati janji.
***
See you next part!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
Narrativa generaleDiawali dengan kenikmatan, lalu berakhir dengan kekecewaan semua orang. Cinta itu kadang menyesatkan. Hadirnya bukan semata untuk memberi kebahagiaan, sebab derita pun menjadi bagian di dalamnya. Banyak hal yang Zinnia korbankan. Banyak pula penderi...