Love Destiny - 52

3K 160 29
                                    

Apa nih?

Up lagi?

Haha, sorry guys, aku lagi rajin update 🤭
Gak keberatan kan ya?

Happy Reading!!!!

****

Pulang tanpa hasil yang memuaskan seperti malam-malam sebelumnya, Bian yang malam ini memutuskan pulang ke rumah orang tuanya terlihat bagai Zombie di mata orang rumah. Membuat Falysa dan Alin bergidik ngeri meski tak urung merasa iba juga. Namun meski begitu mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Alin sudah mencoba membujuk Zinnia, meminta perempuan itu untuk kembali pada sang putra, meminta Zinnia memberi Bian kesempatan kedua setelah dirinya mendengar sendiri bahwa Bian benar-benar menyudahi pertunangannya dengan Aruna demi bisa meraih kembali perempuan yang dicintainya, tapi Zinnia menggelengkan kepala.

Alin tidak bisa memaksa, walau sungguh ia masih sangat berharap perempuan yang pernah dirinya pandang rendah itu mau menjadi menantunya. Terdengar tidak tahu diri memang, tapi melihat bagaimana kacaunya sang putra karena seorang wanita membuat Alin tak tega. Bian terlihat seolah telah kehilangan dunianya. Beruntung masih ada Ashlyn, hingga Bian tidak benar-benar limbung dan hilang kewarasan. Tapi tetap saja makin hari Bian semakin terlihat memprihatinkan. Dan sebagai ibu, Alin bersedih. Sampai pengandaian ia lamunkan.

Andai ia tidak mengatai perempuan itu murahan. Andai ia tidak meragukan Ashlyn ketika Bian mengatakan bahwa itu anaknya. Andai ia bisa menjaga mulutnya hari itu. Dan, andai ia tidak memaksa Bian memiliki pasangan, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Bian tidak akan menjadi putranya yang merana. Ia tidak akan melihat putranya putus asa. Yang ada mungkin ia akan bahagia, sebab keinginannya memiliki cucu terwujud dengan cepat.

Meskipun Alin tahu, ia tidak akan mudah menerima kenyataan sang putra menghamili seorang wanita di luar nikah. Tapi setidaknya Alin bisa melihat putranya bahagia, bukan seperti sekarang yang terlihat hidup segan mati tak mau. Rasanya Alin benar-benar gagal menjadi orang tua. Dibandingkan bahagia, ia malah justru membuat kekacauan di hidup anaknya.

Ini memang tentang perasaan. Tapi percayalah, di mulai dari perasaan maka semuanya akan ikut kacau. Hati pun bahkan berantakan. Dan yang saat ini terjadi tidak hanya tentang Bian, Aruna dan Zinnia pun ikut merasakan.

Dan semua itu berawal darinya. Membuat Alin semakin merasa sedih. Bahkan kini air matanya tidak terbendung lagi. Alin menyesal telah membuat kekacauan dalam hidup putranya.

“Bian,” panggil Alin dengan suara bergetar. Lalu perlahan kakinya melangkah menghampiri sang putra yang sudah menghentikan langkah dan menatapnya dengan tatapan redup. “Kamu sudah makan, Nak?” dan air mata Alin semakin deras mengalir kala sebuah gelengan lemah diberikan putra malangnya. “Makan dulu yuk? Tadi Mama masak ayam suir sambal ijo.” Itu kesukaan Bian. Pria itu akan makan dengan lahap setiap kali Alin membuatnya. Dan mengingat belakangan ini sang putra tak selera makan, Alin berinisiatif memasak itu walaupun tidak yakin Bian akan pulang ke rumah. Syukurnya laki-laki itu pulang. Namun sayang, Bian sepertinya tidak tergiur. Karena di bandingkan antusias seperti biasanya, Bian malah justru menggeleng.

“Bian gak lapar, Ma,” jawabnya begitu lesu. “Bian mau istirahat aja, boleh?” ucapnya kemudian. Dan melihat gurat lelah yang begitu nyata di wajah putranya, Alin akhirnya mengangguk. Tidak tega jika harus memaksa. Lagipula sepertinya benar, dibandingkan makan, Bian lebih butuh istirahat. Maka dari itu Alin biarkan sang putra melanjutkan langkahnya. Tapi sebelum Bian berhasil menaiki undakan tangga, Alin kembali memanggil. Kali ini Bian tidak menoleh, tapi tetap membiarkan kakinya berhenti.

“Mama janji akan bantu kamu bujuk Zinnia agar mau kembali sama kamu,”

“Gak usah Ma, percuma. Biarkan Zinnia jadi anak yang berbakti dan membanggakan orang tuanya mulai sekarang.” seperti yang pernah Mario katakan, “… melihat bagaimana Zinnia begitu menyayangi keluarganya, gue yakin Zinnia akan lebih memilih maaf ayahnya dari pada hidup bareng sama lo.” Dan sekarang itu terbukti. Tapi kini Bian sudah memahami alasan kenapa Zinnia akan lebih memilih maaf ayahnya di bandingkan hidup bersamanya.

Sejak dulu Zinnia begitu mencintai ayahnya. Perempuan itu selalunya menceritakan tentang sang ayah dengan raut bangganya, seakan perempuan itu begitu beruntung memiliki Arsen sebagai ayahnya. Dan Bian ingat bahwa Zinnia pernah mengatakan bahwa kelak dia akan membuat ayahnya bangga, seperti dia yang bangga memiliki pria itu sebagai ayahnya. Tapi fakta malah justru sebaliknya. Zinnia membuat ayahnya kecewa.

Sekarang, ketika ayahnya memberi dia kesempatan berada di sisi pria itu lagi, Zinnia tidak ingin menyia-nyiakannya. Zinnia bertekad menebus kesalahannya.

Dan satu minggu ini Bian bolak balik ke kediaman Zinnia sebenarnya bukan untuk meminta perempuan itu kembali seperti biasanya, Bian ingin meminta maaf, sekaligus mengucapkan perpisahannya. Bian tidak ingin ditinggalkan begitu saja seperti sepuluh tahun lalu. Kali ini Bian ingin berpisah secara benar, sekalipun itu perpisahan untuk sementara. Yang penting ada kata, agar ia tidak lagi nyaris gila ketika tidak mendapati Zinnia di mana-mana seperti sepuluh tahun kemarin. Ia juga butuh bicara soal Ashlyn. Sayangnya Zinnia tidak pernah mau menemuinya. Dan Arsen yang juga ingin Bian temui tidak pernah menunjukkan batang hidungnya. Padahal Bian berharap jika ia lebih dulu bicara pada Arsen, Zinnia akan mau menemuinya. Mengingat memang itulah masalahnya.

Menghembuskan napasnya dengan kasar, Bian yang sudah tiba di dalam kamar menjatuhkan diri di ranjang dan menutup mata dengan lengannya. Terlalu banyak hal yang terjadi dalam hidupnya belakangan ini, membuat Bian merasa benar-benar lelah. Tak hanya fisik tapi juga perasaan dan pikiran.

Awalnya Bian mengira bahwa dirinya akan lebih kuat setelah mengistirahatkan tubuhnya hari itu, tapi yang terjadi justru ia semakin lemah. Apalagi ketika Zinnia mengiriminya pesan, meminta dirinya untuk berhenti membuat kekacauan dalam hidup perempuan itu.

Kamu tahu ‘kan Bi, betapa aku mencintai kamu? Selama sepuluh tahun jauh dari kamu, aku tidak lantas biasa mengenyahkan perasaanku. Sepuluh tahun tidak berada di samping kamu tidak lantas membuatku melupakan kamu. Perasaan yang dulu aku punya tidak lantas berkurang sedikit pun. Dan apa kabar dengan keberadaan kamu yang terus-terusan terlihat olehku? Apa kabar perasaanku jika harus terus melihat kamu di sekelilingku?

Please, Bi … berhenti membujuk untuk bertemu denganku. Aku gak bisa. Aku tahu ini egois, tapi aku tidak ingin membuat orang tuaku kembali kecewa. Aku tidak ingin membuat Papa kembali marah padaku. Cukup sepuluh tahun ini aku menjadi luka untuk keluargaku. Aku ingin menebus semuanya, Bi. Aku ingin membuat Papa kembali bangga padaku.

Berhenti, Bi. Aku mohon.

Dan Bian menyetujui asal Zinnia mau menemuinya dulu untuk bicara empat mata. Sayangnya sampai hari ini pun Zinnia tetap tidak ada menemuinya. Panggilannya bahkan perempuan itu abaikan begitu pula pesan-pesannya. Bian tahu alasannya, tapi ia tetap nekat datang, berharap Zinnia lelah atas kekeraskepalaannya dan berakhir menemuinya, sayangnya Zinnia terlalu tangguh untuk mempertahankan tekadnya, hingga Bian kembali berakhir dengan merana.

Terkadang Bian ingin sekali mengumpati Zinnia dengan kasar, tapi kemudian Bian sadar bahwa keinginan Zinnia itu wajar. Sebagai anak yang telah membuat kekacauan, Zinnia hanya ingin membuat semuanya kembali normal. Zinnia ingin menebus luka yang pernah diciptakan. Zinnia hanya ingin memperbaiki kecewa yang keluarganya dapatkan. Zinnia hanya ingin memperbaiki keadaan, merubah kecewa jadi bangga seperti yang pernah dirinya rencanakan. Hanya saja ini memang tidak adil untuk Bian. Tapi Bian bisa apa? Terlebih setelah pertunangannya dengan Aruna membuat kekasih masa remajanya itu kecewa.

Tidak ada hal yang bisa Bian lakukan selain membiarkan Zinnia dan keinginannya menebus dosa pada orang tuanya. Tapi bukan berarti Bian akan menyerah. Ia janji, ketika waktunya tiba nanti, ia akan kembali meraih Zinnia lagi. Dan ketika hari itu tiba, Bian bersumpah tidak akan melepaskan Zinnia sedikitpun. Bian akan memiliki Zinnia dengan restu ayah wanita itu.

Bian pastikan itu.

Tapi, benarkah semesta akan merestuinya?

Entahlah.

***

Tenang Bi, nanti Author sama pembaca yang restuin 🤭

Selamat pagi readers tercinta, selamat beraktivitas ya.
Semangat jalani harinya.
Tapi sebelum itu, jangan lupa ramaikan dulu komentar sama votenya ya 😁 siapa tahu bisa bikin aku semangat dan khilaf upnya jadi makin cepat nanti ...

Tapi ... Untuk bab selanjutnya kayaknya kalian harus siapin tisu deh, siapa tahu bikin kalian jadi pengen nangis bacanya 😂😂

Ya udah deh ya. Bye bye

See you next part!!!

Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang