Love Destiny - 15

3.9K 194 9
                                    

Happy Reading!!!

***

Sepanjang jalan dari apartemen Nathael, Bian terus mencerna apa yang Mario katakan. Dan berkali-kali sebuah umpatan Bian loloskan saat mendapatkan pembenaran yang mulai dirinya rutuki.

Mario benar, tidak seharusnya ia menyimpulkan sendiri, karena nyatanya tidak semua yang dilihat adalah apa yang terjadi. Tidak semua yang dianggap benar adalah kebenaran. Bian seharusnya bertanya bukan malah mengambil kesimpulan sendiri. Dan sekarang apa yang akan Bian lakukan?

Setelah berhasil menemui Zinnia apa yang akan dirinya katakan? Meminta sebuah penjelasan? Memangnya masih pantas? Pantaskah ia meminta itu di saat bertemu pertama kali dirinya justru melarikan diri. Lalu sekarang tiba-tiba datang untuk meminta sebuah penjelasan. Tidak tahu diri sekali bukan?

Tapi bagaimana, Bian memang butuh itu. Karena Bian yakin setelah mendengar semua perkataan Mario tadi, Bian tidak akan pernah bisa tenang. Kepalanya semakin penuh oleh pertanyaan serta kemungkinan yang membuatnya pening.

Namun setibanya di depan toko bunga Zinnia, Bian malah justru diam, menatap bangunan mungil itu dengan tatapannya yang rumit. Ada sesal yang membayang, ada rindu yang tersimpan, ada pula marah yang ingin di luapkan. Tapi lebih dari itu Bian penasaran pada sepuluh tahun yang Zinnia habiskan tanpa dirinya.

“Bagaimana kalau kenyataannya justru dia sedang nunggu lo?”

Kepalanya sejak tadi mengulang kata itu. Mumbuat Bian bertanya, “Mungkinkah?”

Bian tidak ingin menebak-nebak, namun tetap saja keberanian untuk menemui langsung Zinnia masih berusaha dirinya kumpulkan walaupun sekarang sudah berada tepat di bangunan mungil yang dua minggu lalu menjadi awal pertemuannya dengan Zinnia setelah sepuluh tahun berlalu.

Sudah berlalu lebih dari lima belas menit, tapi Bian belum juga keluar dari mobilnya. Hingga kemudian sosok yang semula hanya ada dalam pikiran terlihat mendekat ke arah pintu kaca, dan berdiri di sana dengan raut wajah terlihat bingung melihat ke arah mobilnya yang terparkir tepat di depan pintu itu. Sayangnya Zinnia di sana tidak bisa melihat siapa sosok yang ada di dalamnya, karena kebetulan kaca mobil Bian cukup gelap. Tapi dari posisi Bian saat ini, Bian dapat jelas menyaksikan wajah cantik itu. Wajah yang diam-diam selalu Bian rindukan sekaligus berusaha dirinya benci selama sepuluh tahun ini.

Namun tak bohong bahwa ada bahagia yang enggan Bian akui saat dapat kembali melihat wajah itu secara nyata. Tidak lagi mimpi atau halusinasi seperti biasanya, meskipun jujur saja Bian masih merasa bahwa sosok itu tak nyata, tapi enggan menganggapnya ilusi belaka.

Dan, demi meyakinkan diri bahwa Zinnia-nya memang benar-benar ada di sana, Bian akhirnya memutuskan untuk keluar dari mobil, menampakan diri pada sosok yang masih berada di depan pintu kaca yang tertutup itu. Membuat tatapan mereka sontak bertemu dan saling mengunci.

Untuk waktu yang cukup lama, Bian hanya berdiri di samping mobilnya, sebelum kemudian melangkahkan kaki mendekati pintu kaca yang masih membingkai sosok masa lalu yang ternyata masih juga membuat dadanya berdebar cepat. Debaran yang tak asing meski telah lama tidak Bian rasakan. Namun tidak sedikit pun Bian melupakannya.

“Boleh masuk?” tanya Bian dengan hanya gerakan bibirnya.

Jarak yang memang sudah dekat membuat Zinnia dapat jelas melihat dan memahaminya. Namun tak lantas membuat wanita itu menyingkir dari sana. Zinnia masih mempertahankan posisinya, berada tepat di depan pintu kaca yang tertutup, dan Bian berada di baliknya. Mungkin, andai tidak ada penghalang berupa kaca tebal, mereka dapat merasakan hembusan napas masing-masing. Sayangnya diantara mereka sekarang berdiri sebuah penghalang. Sama seperti hubungan mereka yang sudah ada Aruna sebagai pembatas yang membuat Zinnia tidak bisa menarik Bian seperti yang dirinya inginkan, meskipun rasa yang dirinya punya masih begitu besar.

Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang