Hai, Dira. Ini aku Ryan. Maaf kalau aku memberimu kabar melalui surat. Maaf, kita tidak bisa menikah. Kita harus mengakhiri hubungan ini. Saat kau baca surat ini, aku sudah berada di tengah laut luas. Aku sudah sangat jauh darimu.
Bunga di genggaman Dira terlepas. Matanya terasa panas dan pandangannya mulai buram. Air mata menutupi pandangannya usai membaca surat dari Ryan, calon suaminya. Dira mematung cukup lama. Secarik kertas yang masih ia genggam kini basah oleh air mata yang akhirnya jatuh. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Pernikahan akan dilaksanakan besok. Namun, kekasihnya justru memutuskan hubungan ini. Pernikahan ini harus tetap terlaksana. Jika tidak, ia harus menikah dengan pria tua di kampung ini. Pria yang seharusnya cocok menjadi Kakeknya.
Dira berjalan gontai ke arah hutan dekat rumahnya. Hatinya dihantui rasa takut yang luar biasa.
Wanita itu berdiri di tepi jurang, melihat ke arah sungai yang sedang mengalir deras. Sepertinya, melompat adalah hal yang tepat. Ia lebih baik mati daripada menikah dengan Pria tua itu. Jika orang tahu bahwa pernikahannya gagal, pria itu pasti menikahinya dengan paksa. Sementara Dira tidak bisa berlindung pada siapa pun.
Dira menyipitkan matanya. Jantungnya hampir copot saat menyaksikan ada seonggok manusia yang nyangkut di atas batu. Dira berjalan cepat untuk menghampiri.
"A-astaga, siapa ini?"
Dira berlutut memeriksa keadaan pria itu. Ia mengecek nadinya, berdenyut lemah. Dira tak mungkin menyelamatkan pria itu sendirian. Wanita itu berlari kencang meminta pertolongan warga.
"Tolong! Tolong,"teriak Dira dengan napas yang memburu. Jantungnya berdegup kencang seakan ingin lepas. Ia menghampiri tempat di mana warga sering berkumpul. Semua orang melihat ke arah Dira. Dira tersentak melihat ada Pak Sarjo, pria yang ingin melamarnya ada di kerumunan.
"Ada apa, Neng?"tanya salah satu di antaranya.
"A-anu, Pak, tolong~tolongin ca-calon suami saja. Dia terpeleset pas datang ke sini." Dira terpaksa berbohong karena Pak Sarjo ada di sana. Ia harus bisa melindungi dirinya.
"Di mana dia?"
"Di sungai."
Mereka berbondong-bondong datang ke sungai. Mereka segera memberikan pertolongan pada orang tersebut. Orang tersebut berjenis kelamin laki-laki. Dia sangat tampan. Kulitnya terlihat bersih. Jelas sekali bahwa pria itu bukan orang yang tinggal di sekitar lokasi ini. Dira menatap lelaki itu dengan deg-degan. Ia berharap warga segera pergi usai menggantikan pakaiannya. Ia khawatir kalau pria itu akan bangun dan mengatakan kebenarannya.
Dira cemas sekali. Tetapi, ia juga mencemaskan keadaan orang itu yang belum sadar. Ia sudah menelan banyak air. Beberapa warga sudah berusaha mengeluarkan airnya saat di sungai tadu.
Suara batuk terdengar. Dira tercekat, tangannya gemetar. Pria itu terbangun dengan mata yang merah. Ia tampak kesakitan dengan memegang dadanya. Pria itu tampak linglung sembari melihat sekelilingnya.
"Dira, dia sudah bangun."
"A-ah, iya~syukurlah." Dira menghampiri lelaki itu dengan wajah senang. Ia harus memperlihatkan kalau mereka benar-benar terlihat seperti pasangan kekasih.
"Bagaimana perasaanmu?"tanya Dira dengan hati-hati.
"Kalian siapa?"tanya pria itu dengan bingung.
"Hah?" Dira tercekat. Ia terkejut sekaligus senang,"ini aku Dira. Kamu nggak ingat aku?"
Pria itu menggeleng."Tidak. Aku ada di mana dan~kenapa ramai sekali."
"Siapa nama kamu dan dimana asalmu?"salah satu warga bertanya.
"Nama? Namaku~ah, siapa namaku?" Ia terlihat kebingungan.
Hati Dira semakin lega dengan keadaan ini.
"Wah, ingatan kamu terganggu, ya? Sebaiknya dibawa puskesmas, Dir. Tapi ya jauh banget. Mana kamu dan dia mau menikah besok?"
"Saya akan menikah?"tanyanya bingung.
"Gi-gimana keadaan kamu? Ada yang sakit?"tanya Dira gugup. Semua orang sedang memperhatikannya.
"Aku merasa sehat. Hanya merasa sedikit pusing. Dadaku sakit,"jelasnya dengan suara lemah.
"Dira, sepertinya calon suami kamu ini benar-benar lupa ingatan. Tapi, kami sudah memberi tahu kalau kalian harus menikah besok."
Pria yang tidak diketahui namanya itu menatap Dira."Kita akan menikah besok? Ah, maaf~aku tidak ingat apa pun."
Dira terperangah, wajah lelaki itu sangat bersinar walaupun pencahayaan di sini tidak banyak. Wajahnya seperti seorang Pangeran. Jantung Dira berdebar kencang. Wajahnya terasa panas membayangkan suami seperti itu. Tapi, bukankah ini penipuan. Bagaimana kalau ingatan lelaki itu kembali dan status mereka nanti sudah menikah.
"Walaupun kau lupa ingatan, kalian harus menikah. Karena semua sudah disiapkan di Aula Desa."
"Dira, beri tahu namanya. Dia sama sekali tidak tahu namanya sendiri."
"Na-namanya Ryan. Iya, namamu Ryan,"balas Dira deg-degan."Kau mungkin lelah. Makan dan istirahatlah. Siapa tahu,ingatanmu besok pulih."
"Iya. Ayo kita pulang dan biarkan dia istirahat. Tak apa mereka di sini, toh, mereka akan menikah besok,"kata salah satu Bapak yang ikut menolongnya tadi.
"Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, terima kasih atas pertolongannya,"kata Dira dengan hati yang lega.
"Menikah? Tapi, tidak terlihat persiapan apa pun di sini?"
Dira tersenyum kecut,"karena kita hanya akan menikah secara adat. Yang terpenting pernikahan ini diakui dan sah. Pernikahan kita diadakan di Aula Desa. Disaksikan warga desa saja karena aku tidak punya keluarga."
"Ah, begitu."Pria yang kini bernama Ryan menatap sekeliling,"maaf, aku sama sekali tidak mengingatmu."
"Tidak apa-apa. Lagi pula ini musibah, kamu jatuh ke sungai dan kepalamu terbentur batu. Apa~pernikahan ini dibatalkan saja?"
Pria itu menggeleng,"mana mungkin pernikahan yang sudah direncanakan sejak lama batal begitu saja. Meskipun aku tidak ingat, pernikahan akan tetap dilaksanakan. Ingatanku pasti akan kembali secara perlahan."
Hati Dira terenyuh. Hati lelaki itu sangat lembut dan baik. Baru kali ini ia menemukan pria seperti itu. Tidak hanya parasnya yang tampan, hatinya juga seperti itu. Wajah Dira terasa panas. Tuhan mengirimkan pengganti Ryan di waktu yang tepat.
"Jangan khawatir. Maafkan aku." Ryan memegang tangan Dira.
"Ah~" Dira tertawa kecil,"aku mengkahwatirkan keadaanmu. Kau harus istirahat. Pasti sakit sekali kan jatuh di sana. Berbaringlah. Aku akan menyediakan makanan."
"Siapa namamu? Maaf~aku tidak ingat nama calon istriku. Maafkan aku, aku tidak ingat apa pun,"kata Ryan dengan wajah penuh rasa bersalah.
"Tidak apa-apa. Aku bisa mengerti. Jangan dipaksakan mengingat semuanya. Lakukan dengan perlahan dan hati-hati. Yang terpenting kau sudah siuman dan ada di sisiku lagi." Entah kenapa Dira bisa berkata demikian. Padahal ia baru saja kehilangan calon suaminya. Namun, menyadari kehadiran pria yang entah siapa namanya itu, kesedihannya sirna seketika. Hatinya terasa berbunga bunga dengan kehadiran lelaki tampan ini.
Lelaki itu mengangguk."Masaklah dengan hati-hati dan jangan sampai terluka. Jangan memikirkanku, aku baik-baik saja. Aku akan istirahat dan menunggumu sampai selesai."
Dira mengangguk senang. Ia membetulkan posisi bantalnya."Berbaringlah, aku akan menyiapkan teh hangat lebih dulu."
"Terima kasih~namamu~maaf, ah, kita ini akan menikah, kan. Kita punya panggilan khusus sebelumnya bukan?"
Dira menggeleng."Tidak ada panggilan khusus. Namaku Dira. Panggil saja Dira~kalau begitu aku ke belakang dulu."
"Iya, Dira."
Dira berjalan cepat ke dapur. Wanita itu bersandar di pintu sembari memegangi dadanya yang berdebar kencang. Wajahnya terasa panas karena kelembutan dari lelaki itu."Apakah dia benar-benar manusia? Kurasa aku langsung jatuh cinta padanya."
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
RomanceSatu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena jika pernikahan ini gagal, ia akan dinikahkan paksa dengan Duda tua di Kampungnya. Saat ingin bunuh...