17

1.4K 187 18
                                    


Pagi ini, Dira kembali menunggu penjual Kue yang setiap hari lewat. Sudah beberapa hari ini akhirnya sang suami tidak harus ke pasar. Dira cukup menanti di depan rumah, makanan pun datang. Namun, sudah jam delapan, orang tersebut tak kunjung datang.

Ryan sudah bersiap pergi bekerja. Ia melihat sang istri terlihat murung."Lòh kamu masih di situ. Penjualnya udah lewat?"

Dira menggeleng pelan. Ìa mengerucutkan bibirnya."Belum. Apa dia nggak jualan ya hari ini."

Ryan mengedarkan pandangannya."Wah, bagaimana ya. Sepertinya iya karena ini sudah jam delapan. Kubelikan dulu, ya, ke pasar."

"Iya."

Setengah jam kemudian suaminya itu sudah kembali. Ryan kembali bersama Bapak Kepala Desa dan beberapa orang yang tak Dira kenal. Dira bingung kenapa mereka datang beramai-ramai. Ryan meletakkan sepeda motornya dan mempersilakan tamu mereka masuk.

"Ini ada apa?"bisik Dira pada Ryan.

Ryan menggeleng,"entahlah, mereka ingin kunjungan saja. Kamu masuk sana dan makan. Biar aku yang menghadapi."

"Ya sudah~" Dira masuk tanpa menaruh rasa curiga. Perutnya sudah keroncongan, ia harus segera makan sebelum ia merasakan mual lagi.
Ryan duduk bersila di lantai menghadap ke tamu yang hadir. Ia hanya mengenal sosok kepala Desa dan satu orang yang kemarin melakukan pendataan. Lalu, ada dua orang yang memiliki badan cukup berisi. Lalu, ada satu orang lagi, pria paruh baya dengan kaca mata dan rambut yang rapi. Pria itu cukup menarik perhatian Ryan.

Kepala Desa membuka pembicaraan, menanyakan seputar kehidupan Ryan di sini. Awalnya biasa-biasa saja. Semua pertanyaan dapat Ryan jawab sesuai apa yang ia ketahui.
Lalu ada pertanyaan yang tak bisa Ryan jawab.

"Maaf, Pak, saya tidak tahu."

"Bagaimana Bapak Ryan bisa tidak tahu?"

"Begini, Pak, sekitar tiga bulan lalu, saya mengalami kecelakaan kecil. Katanya saya jatuh di sungai, kepala saya terbentur batu dan saya amnesia. Jadi, mohon maaf saya tidak ingat apa pun." Ryan menjawab dengan jujur sembari tersenyum.

Pria berkaca mata tampak terkejut sembari memegangi dadanya. Ia menatap salah satu dàri orang yang hadir dan mengangguk. Jujur saja, Ryan masih bingung dengan situasi yang terjadi. Namun, ia tak bisa menanyakan apa tujuan mereka datang. Ia pun tak menaruh rasa curiga.

"Sebelumnya mohon maaf. Sebenarnya, àda apa ya, Bapak-Bapak. Kenapa memberikan pertanyaan seperti ini?"tanya Banyu akhirnya.

"Anak saya hilang di lokasi tempat tinggal Anda sebelumnya. Lalu, wajahnya mirip sekali dengan Anda." Rayyan, pria berkacamata itu pun angkat bicara. Ia tak bisa lagi menahan diri. Ia langsung menunjukkan foto-foto Banyu, anaknya yang mirip dengan Ryan.

Ryan melihat foto tersebut."Oh, itu bukan saya,"balas Ryan tegas.

"Darimana Anda yakin ini bukan Anda?"tanya Rayyan dengan hati terluka.

"Karena saya ada di sini. Hidup seperti ini. Jadi, jelas saja itu bukan saya." Ia sudah mengalami kejadian serupa saat mereka pergi ke Kota. Dira bilang, itu bukan dirinya. Ia hanyalah orang biasa.

"Kamu adalah Banyu, anakku,"ucap Rayyan lirih dengan tubuh yang gemetar. Salah satu dari meŕeka memegangi Rayyan dengan hati-hati.

"Bukan!" Dira muncul dengan suara keras. Ia langsung datang dan memeluk lengan suaminya,"dia ini suamiku, bukan Banyu yang kalian pikir. Sebaiknya Bapak-Bapak pulang saja dan jangan datang lagi!"

"Ka-kamu istrinya?" Rayyan menatap Dira tak percaya. Ia sendiri sudah mendengar kalau pria yang mirip dengan Banyu sudah memiliki istri. Namun, ia masih berpikir pria itu bukanlah Banyu. Anaknya tak mungkin menikah tanpa sepengetahuan orang tuanya.

ISTRI RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang