Malam harinya, Banyu dan Dira memasuki rumah utama secara resmi. Keduanya akhirnya memiliki kamar sendiri. Dira memandangi kamar dengan sangat kagum. Kamarnya sangat besar dengan ranjang yang empuk. Kamar mandinya juga sangat besar dengan bathup yang besar pula. Ia dan Banyu bisa mandi Bersama di sana. Ini seperti mimpi.
"Bagaimana? Kamu suka?"Banyu datang memeluk Dira dari belakang. Istrinya itu sedang sibuk mengagumi kamar baru sampai mengabaikan keberadaannya.
Dira membalikkan badannya."Sangat bagus. Ini seperti mimpi."
Banyu tersenyum lega,"terima kasih karena kamu telah sabar menunggu. Maaf jika belakangan ini banyak hal menyakitimu."
"Aku tidak apa-apa, asalkan aku selalu bersamamu,"balas Dira dengan waajah yang semringah, kesabarannya membuahkan hal yang manis. Tapi, Dira pham betul akan ada banyak hal yang akan terjadi. Lalu, yang terjadi itu mungkin saja tidak akan ia sukai.
"Aku akan selalu bersamamu. Oh ya, sudah waktunya makan malam. Kita makn malam Bersama Mama, ya?"
Raut wajah Dira langsung berubah. Ia menggeleng sebagai bentuk penolakan. Banyu lansgung mengerti maksud dari Dira."Ah, baiklah, aku akan meminta mereka membawa makanan ke sini. Tapi, aku boleh makan Bersama mereka, kan? Bagaimana pun aku adalah anak mereka." Banyu menatap Dira dengan tak yakin akan mendapatkan izin.
"Iya boleh."
Banyu mengusap puncak kepala Dira. "Baiklah, aku akan turun sekarang dan meminta mereka mengantarkan makanan."
"Iya." Dira membiarkan Banyu pergi. Ia berbaring di aksur yang empuk. Akhirnya ia memiliki kamar sendiri tanpa harus melihat asisten rumah tangga berseliweran.
Banyu meninggalkan kamar dengan lega. Ia turun ke lantai satu untuk makan malam Bersama. Langkahnya melambat saat ia tiba di ruang makan. Di sana sudah ada Chesta dan juga seorang Wanita muda. Gadis itu berdiri dan mematung menatap Banyu.
"Ma~"ucapnya dengan suara bergetar.
Chesta mengangguk,"iya, itu Kakakmu, Bri."
Brisia menatap Banyu dengan wajah tegang. Ia tampak menahan tangisnya. Sementara Banyu terlihat bingung. Siapa Wanita yang tengah menatapnya itu.
"Kakak~"panggilnya dengan suara tertahan. Ia sudah sangat merindukan sang Kakak. Hanya saja jadwal ujian akhirnya membuat ia baru sempat datang melihat Banyu, Kakak laki-laki satu-satunya.
"Dia tidak mengenalimu, Brisia~"kata Chesta dengan dingin. Sebenarnya ia ingin menangis, tetapi, itu tak mungkin lagi terjadi. Tangsinya tak akan berarti apa-apa atau mengubah apa pun.
Brisia menatap Chesta dan mengangguk sedih."Iya, aku tahu,Ma, tapi~"isakannya tertahan,"aku sangat rindu Kakak."
"Kau siapa?"tanya Banyu pada Brisia,"maaf, aku amnesia dan tidak ingat siapa pun. Tetapi, katakan saja siapa kamu."
Brisia menyeka air matanya dengan cepat."Aku Brisia, adik Kakak, anak bungsu di keluarga ini."
Banyu berjalan pelan dan canggung. Ia tidak tahu harus berbuat apa karena ia tidak mengingatnya.
"Bolehkah aku memeluk Kakak?"tanya Brisia yang tak dapat menahan gejolak rindu di hatinya.
Banyu mengangguk, ia merentangkan tangannya dan membiarkan Brisia menghambur dalam pelukannya.
Tangis Brisia pecah dan ia menangis cukup lama dalam pelukan sang Kakak. Tangisan Brisia berhenti ketiak Rayyan datang, lalu mereka makan Bersama.
"Di mana Dira?"tanya Rayyan saat menyadari tak ada keberadaan Dira di sini.
"Dia sedang tidak enak badan, Pa, bawaan kehamilannya,"balas Banyu.
Rayyan mengangguk,"apa dia sudah makan?""Belum~apa boleh makanannya dibawa ke kamar?"tanya Banyu.
Chesta mengangguk, lalu memanggil asisten rumah tangganya."Tolong bawakan makanan ke kamar Banyu. Siapkan juga buah-buahan dan air mineral yang banyak. Lalu tanya apa saja yang ia butuhkan dan bawakan apa yang dia mau. Tolong layani dengan baik.
Asisten rumah tangga itu mengangguk mengerti dan segera melaksanakan perintah.
"Terima kasih, Ma,"ucap Banyu dengan senang. Ada sedikit perubahan dengan orang tuanya,"kupikir Mama tidak menyukainya."
"Mama hanya tidak menyukai caranya. Jika sudah tinggal di sini, mana mungkin kutelantarkan begitu saja. Mama masih punya hati, Nak,"balas Chesta dengan kelu.
"Mama, karena aku sudah setuju untuk tinggal di sini. Maka, Mama harus menghargaiku dan juga Dira. Terima lah dia sebagai istriku."
Chesta menarik napas panjang. Wanita paruh baya itu mengangguk dan tak ingin memperdebatkan banyak hal."Akan kukabulkan semua permintaanmu, Nak, tetapi kita belum bisa mengenalkannya pada orang lain."
"Aku mengerti, Ma. Aku tidak membutuhkan pandangan orang terhadapku. Yang terpenting adalah kami terus Bersama,"jawab Banyu tegas.
"Baiklah, lalu bagaimana dengan besok? Kamu sudah siap, kan untuk datang dan melaksanakannya ditemani oleh Nirmala?" Kini Rayyan memindahkan topik pembicaraan.
"Iya, pa, aku sudah bicara dengannya tadi. Kami sudah sepakat dan akan menjalankan sandiwara ini tanpa ketahuan orang lain."
Rayyan menghentikan gerakannya dan menatap Banyu,"jangan katakan ini sandiwara, Anakku. Seandainya kau tidak amnesia, kalian hadir sebagai pasangan yang sesungguhnya."
"Aku mengerti, pa. Tapi, untuk saat ini hubungan kami sudah berakhir. Aku sudah memiliki Dira dan sebentar lagi punya anak, cucu kalian." Banyu menatap Chesta dan Rayyan bergantian.
Pasangan suami istri itu tak bisa berkata apa-apa. Perdebatan tak akan menghasilkan apa apa selain rasa sakit yang berlebihan.
"Baiklah, kalian memang hanya berpura-pura. Yang penting laksanakan acara besok dengan sukses. Lalu, selamat datang Kembali di Perusahaan. Banyak hal yang harus kamu pelajari lagi." Rayyan meneguk air mineralnya.
"Iya, Pa."
"Kakak~"panggil Brisia.
"Iya?"balas Banyu.
"Ini~"Brisia meletakkan ikan cakalang suir ke piring Banyu,"ini makanan kesukaan Kakak, kenapa nggak dimakan?"
"Makanan kesukaan aku?"tanay Banyu tak percaya. "Apa ini?"
"Ikan cakalang."
"Terima kasih, ya,"balas Banyu dan menyuapkan ikan ke mulutnya,"oh, ya, Brisia~kamu kuliah?"
Brisia mengangguk."Iya, Kak. Aku kuliah di Sidney. Aku pulang sebentar untuk ketemu Kakak. Karena kebetulan dua hari ke depan aku tidak ada jadwal."
"Kamu terbang sejauh itu hanya untuk ketemu denganku?"Banyu sangat terharu mendengarnya.
"Iya. Aku sangat merindukan Kakak. Aku berharap Kakak bisa mengingatku lagi, lalu kita bisa pergi sama-sama main golf, liburan, dan melakukan hal lainnya,"kata Brisia dengan hatinya yang teriris-iris.
Banyu tertegun. Wajah Brisia sangat cantik dan terlihat polos. Hatinya terlihat sangat tulus membuat hati Banyu tersentuh. Ternyata ia punya adik semanis itu."Belajarlah yang giat,jangan pacaran dulu."
Brisia tertawa lirih, ia menatap Chesta dan Rayyan dengan haru."DIa tidak melupakan kata-katanya untukku, Ma, Pa. Setidaknya ada bagian yang tidak ia lupakan."
"Bagian mana?"tanya Banyu bingung.
"Yang Kakak ucapkan barusan. Kakak selalu mengataknnya padaku. Kakak tenang saja, aku tidak pacaran kok. Aku selalu ingat pesan Kakak,"balas Brisia dengan nada haru.
Perasaan Banyu menghangat karena kehadiran Brisia. Mungkin dahulu ia memang selalu berada dalam kehangatan keluarga. Sayangnya sekarang ia tak merasakan apa pun.
![](https://img.wattpad.com/cover/333627701-288-k760585.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
RomanceSatu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena jika pernikahan ini gagal, ia akan dinikahkan paksa dengan Duda tua di Kampungnya. Saat ingin bunuh...