Teman-teman harap bisa bersabar dengan alurnya dan sifat Dira. Terkadang aku ragu untuk meneruskan cerita ini.
📸
Di tengah-tengah kebingungan Dira, ia mendengar suara Chesta dari dalam sana sedang tertawa. Wanita paruh baya itu tengah menerima panggilan telepon dari temannya. Sementara itu, Banyu langsung mencari Dira di belakang. Wajah pria itu tampak senang karena hasil pemeriksaaan Kesehatan Dira sudah keluar. Dira dinyatakan sehat dan tak memiliki penyakit apa pun.
"Sayang~"panggil Banyu.
Dira bangkit dan memeluk Banyu."Akhirnya bisa ketemu."
"Maafkan aku,ya, maaf aku terus meninggalkanmu. Pekerjaanku banyak, aku harus mempelajarinya."Banyu membawa Dira untuk duduk Kembali,"apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa tidak di kamar saja."
"Aku bosan. Jadi, aku ke sini dan diberikan makanan ini oleh Mbak Minah."
Banyu tersenyum lega. Ia mengusap puncak kepala Dira,"syukurlah kalau mereka bersikap baik padamu."
"Bagaimana pertemuan kamu dengannya tadi?"tanya Dira dengan nada ragu. Ia tidak ingin menyebut nama Nirmala.
Banyu mengambil tangan Dira dan menggenggamnya. "Lancar. Kami hanya bertemu sebentar untuk membicarakan acara besok. Bagaimana pun aku harus menemuinya agar hatinya lega."
Dira menelan ludahnya. "Memangnya besok ada acara apa? Kenapa harus berdua dengannya?"
"Acara penyambutan aku kembali ke kantor. Akan ada tamu-tamu penting yang merupakan sahabatku. Jadi, setidaknya aku dan Nirmala harus terlihat Bersama. Jika tidak, semua akan mempertanyakan itu. Ya, emmang sulit dimengerti urusan keluarga kaya. Aku sama sekali tidak paham dan hanya mengikutinya,"jelas Banyu.
Dira mengangguk pasrah. Banyu mengusap pipi Dira,"hasil pemeriksaannya sudah keluar."
Wajah sedih Dira langsung berubah menjadi semringah,"benarkah, hasilnya sudah keluar?"
Banyu mengangguk kuat,"hasilnya sangat baik. Kamu sangat sehat."
"Syukurlah,"ucap Dira haru,"lalu, jika begitu apakah kita oleh tinggal di kamar yang sama?" Dira sudah sangat rindu memeluk dan mencium aroma tubuh lelaki itu.
"Aku tidak yakin soal itu. Mama dan Papa memang tidak berkata apa pun. Tapi, menurutku sangat aneh jika kita belum menikah lalu tinggal di kamar yang sama di dalam rumah orang tua."
"Lalu maksudnya kamu tidak setuju sekamar denganku?" Mata Dira berkaca-kaca.
"Bukan begitu,"ralat Banyu cepat,"aku hanya merasa tak enak hati. Kita belum menikah secara resmi. Jika menikah sekarang pun, itu tidak boleh. Harus menunggu anak itu lahir."
Dira terduduk lemas. "Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini. Kita tinggal di tempat yang berbeda. Kamu boleh tetap bekerja kok. Tapi, jangan tinggal di sini."
"Aku sama sekali tidak punya uang. Kita tunggu sampai gaji pertamaku keluar, ya?" Banyu menatap Dira agar bisa mengerti situasinya. Ia juga tidak ingin dalam situasi serba salah seperti ini. Ia tak ingin menyalahkan siapa pun. Ia hanya akan menjalani kehidupan yang sudah ada.
"Kalau begitu, tolong pastikan apakah bisa sekamar atau tidak sekarang juga. Agar aku bisa tenang,"kata Dira dengan wajah cemberut.
"Baiklah, tunggu di sini, ya. Aku akan segera kembali." Banyu mengecup kening Dira sebelum menemui orang tuanya.
Dira menunggu dengan harap-harap cemas. Jika ia memang harus tinggal di sini, ia harus tinggal sekamar dengan Banyu. Waktu Banyu di siang harus udah terpakai untuk bekerja. Maka, Dira harus menikmati waktu Bersama Banyu di malam hari. Dira mengusap perutnya. Sejak tinggal di sini, Dira merasakan kandungannya tak memiliki masalah apa pun. Dokter juga mengatakan bahwa kandungannya sehat.
Dira mengusap-usap lengannya. Ia merasakan angin berembus cukup kencang saat ini. Ia ingin Kembali ke kamar, tetapi, ia harus menunggu Banyu. Setelah sepuluh menit, Banyu Kembali dan memeluk Dira.
"Ah, kamu sudah Kembali~"
Banyu mengangguk."Kita akan sekamar malam ini."
Dira terbelalak."Yang bener? Kamu nggak kasih aku harapan palsu kan?"
"Nggak, sayang, aku juga sudah panggil orang untuk bersihkan kamar. Jadi, malam ini kita bisa tidur sama." Banyu memeluk Dira erat.
"Syukurlah. Kamar kita di mana?"
"Ada di lantai tiga."
"Wah, aku harus naik tangga terus, ya?"
"Ada lift kok."
"Iya. Aku udah nggak sabar."Dira tersipu malu.
"Ya sudah, kita ke kamar kamu dulu, ya. Kamu istirahat sambal nunggu kamarnya selesai." Banyu membantu Dira berdiri. Keduanya sudah siap untuk masuk ke kamar.
"Pak Banyu~"
Suara Wanita menghentikan Langkah mereka. Dira terperangah melihat sosok Wanita muda yang cantik dan rapi datang. Dira melihat kea rah Banyu dengan penuh tanya. Namun, sang suami tak melihat ke arahnya.
"Ada apa, Mbak?"
"Ada hal yang ingin saya sampaikan mengenai acara besok."
Banyu mengangguk,"Sayang, kamu ke kamar aja duluan, ya. Aku nggak lama kok."
Dira menatap Prisca, memperhatikannya dengan detail. Siapa Wanita itu. Tak mungkin Wanita lain yang setara dengan Nirmala. Wanita itu bukan ancaman bukan?
"Sayang~"panggil Banyu.
"Iya?"balas Dira dengan suara serak.
"Maaf, ya, kamu duluan."
Dira menelan ludahnya kelu. Ia mengangguk dan Kembali ke kamarnya. Sementara itu Banyu dan Prisca tampak bicara dengan serius. Dira merasa tak tenang di dalam kamar. Ia tak bisa tenang jika suaminya berada di dekat Wanita lain. Rasa cemburunya ternyata sebesar ini.
Dira duduk di sisi tempat tidur. Sesekali ia mengintip ke jendela dan melihat mereka masih bicara. Dira semakin resah dan ingin menangis. Namun, lima menit kemudian, pintu terbuka. Banyu masuk dan mengunci pintu."Aku sudah Kembali." Banyu melepaskan kancing kemejanya bagian atas."Siapa Wanita yang bersamamu tadi?" tanya Dira dengan nada cemburu.
"Oh, Mbak Prisca, di asisten pribadiku di kantor."
"Asisten pribadi? Pekerjaan apa yang ia lakukan?"
"Mengurus segala keperluanku di kantor. Mengatur jadwalku keluar Kota, atur jadwal pertemuan dengan orang atau relasi." Banyu menjawab dengan tenang sambil menggulung lengan kemejanya.
Dira menatap Banyu dengan mata yang panas. "Apakah harus perempuan?"
Banyu terdiam sejenak. Ia tidak pernah mempertanyakan kenapa harus begini dan begitu. Ia bahkan tidak memikirkan apa pun."Dia memang asistenku sejak dulu. Jadi, dia sudah ahli dan professional melaksanakan tugasnya."
"Aku tak bisa membiarkannya,"kata Dira dengan suara bergerar.
Banyu mendesah Panjang. Pikirannya sedang Lelah karena harus mempelajari banyak hal. Lalu saat ini ia dirun dung banyak pertanyaan yang ia sendiri tak mampu menjelaskan dan menjawabnya. "Kami hanya bekerja, jangan khawatir. DIa sudah bertahun-tahun menajdi asisten pribadiku, walaupun aku memang tidak mengingatnya. Lagi pula, kami tak pernah berdua. Selalu ada sopir dan staf lainnya."
"Dia bisa mengatur jadwalmu, bukan?"
"Iya."
Dira tertunduk memainkan jemarinya."Kalau begitu, minta padanya agar membuatkan jadwal untuk kita bertemu. Kamu pasti sangat sibuk. Aku kesepian."
Banyu bangkit dan menghampiri Dira."Aku akan mengatur jadwalku sendiri untuk bertemu denganmu. TIdak ada yang boleh melarangku jika ingin bertemu denganku." Banyu menangkup wajah Dira dan melumat bibir Wanita itu.
💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
RomanceSatu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena jika pernikahan ini gagal, ia akan dinikahkan paksa dengan Duda tua di Kampungnya. Saat ingin bunuh...