"Aku benar-benar takut kehilangan kamu,"isak Dira yang sudah bergelimang air mata.
Ryan tersenyum geli. Wanita itu sangat lucu ketika menangis. "Aku akan ada bersamamu. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di pihakmu. Peganglah janjiku."
Dira menggeleng."Tetap saja aku takut!"
"Sampai kapan kau menangis, hm?"tanya Ryan,"tapi, kau terlihat manis dengan wajah sembap itu."
Dira mengerucutkan bibirnya."Lalu, kau berharap aku menangis terus agar terlihat manis?" Wanita itu menyeka air matanya.
"Tentu saja tidak. Aku lebih berharap kau tersenyum, karena terlihat sangat cantik,"balas Ryan yang membuat Dira berdebar-debar.
"Ah, kau terus menggodaku." Dira benar-benar tidak tahan. Hatinya terasa ingin pecah karena tak kuasa menahan godaan dari pria tampan yang sekarang telah menjadi miliknya.
"Bukankah kau yang mulai menggodaku dengan kata-kata manis? Yang terkadang membuat jantung ini berdebar lebih kencang?"balas Ryan.
Dira memalingkan wajahnya karena malu. Ryan menarik wajah Dira agar melihatnya. Tapi, Dira mendorong dada lelak itu. Dira tersentak saat menyadari sesuatu."Ah, bajumu basah?"
Ryan mengangguk,"iya, ini karena ulahmu. Kau harus bertanggung jawab. Kau menangis terlalu banyak. Jika tidak kudiamkan, mungkin rumah ini sudah banjir."
"Ah, maafkan aku. Sini aku ambilkan yang baru,"kata Dira panik sambil mengusap-usap dada Ryan.
"Karena ini basah~" Ryan melepaskan kausnya,"akan kubuka saja."
"Kenapa dibuka? Nanti kau kedinginan,"gerutu Dira sembari menahan Ryan,"kuambilkan baju yang kering."
Ryan menahan Dira."Aku tidak butuh pakaian. Aku begini saja."
"Nanti kau kedinginan!"balas Dira cepat.
"Bukankah kau bisa memberi kehangatan?"
Dira membatu, menatap Ryan dengan bingung. Sedetik kemudian ia tersadar dengan arah pembicaraan lelaki itu."Kehangatan yang seperti apa?"
"Seperti ini~" Ryan menarik Dira lebih keras hingga wanita itu jatuh ke pelukannya."Dipeluk erat-erat."
Dira membatu, membiarkan lelaki itu memeluknya erat.
"Tapi, sepertinya~kurang hangat. Kau harus membalas pelukanku agar kehangatan itu tercipta,"kata Ryan.
"Ah, kenapa begitu." Dira purà-pura tak peduli padahal ia merasa senang.
Ryan memutar tubuh Dira dan menaikkan tubuh wanita itu ke pangkuannya. Dira terbelalak menatap wajahnya begitu dekat dengan sang suami."Ba-badanku berat. Pahamu bisa sakit."
"Kau sangat ringan. Makanmu sedikit dan pekerjaanmu terlalu banyak." Ryan memegang pinggang Dira dan mengangkatnya. Lalu menurunkannya perlahan.
"Aku memang terbiasa makan sedikit." Dira tak berani menatap mata Ryan karena posisi mereka sangat dekat. Ia masih belum terbiasa dengan tatapan lembut itu. Selain itu, jika terus bertatapàn, ia akan merasa bersalah dan takut kehilangan.
Ryan menatap istrinya. Tampak cantik walau dengan penerangan seadanya."Kalau gajiku sudah terpenuhi, aku akan mengajakmu makan di tempat yang enak."
"Jangan membuang uang. Mendapatkannya kan sulit, kau harus bekerja keras."
Ryan mengecup kening Dira."Aku bekerja keras untukmu. Jadi, tidak perlu membahas hal seperti itu."
Dira menatap wajah Ryan beberapa detik, lalu menunduk."Wanita di luar sana pasti iri jika melihatku memiliki suami sepertimu."
Ryan merapikan anak rambut Dira."Lelaki di luar sana juga pasti menginginkanmu. Sangat memahami dan menghargai pasangannya."
"Apa kau mencintaiku?"tanya Dira yang kemudian merasa kaget dengan pertanyaannya sendiri.
"Apakah sebuah pernikahan belum cukup untuk menunjukkan cinta?"
Dira tersenyum lirih. Apa yang ia harapkan dari pria yang memang bukan kekasihnya. Tenyu saja tidak ada perasaan di antara mereka. Terlebih kisah ini hanyalah karangan belaka." Bagiku itu belum cukup. Banyak yang menikah tanpa cinta."
"Itu berarti pernikahan terjadi bukan hanya dilandaskan oleh cinta. Cinta saja tidak cukup untuk menjalani pernikahan seumur hidup. Ada banyak hal yang melandasinya. Akan panjang jika dijabarkan. Satu malam ini pun tidak cukup,"balas Ryan.
"Akankah kita menjalani pernikahan ini seumur hidup?"tanya Dira dengan suara bergetar.
"Jangan memikirkan hal yang belum terjadi dan kupastikan tak akan terjadi. Kita akan bersama seumur hidup." Ryan menatap Dira dalam-dalam.
Dira memegang pipi Ryan dan mengusapnya. "Jangan terlalu percaya diri dengan masa depan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Karena manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan."
"Jika itu bersamamu, aku yakin~kita akan selalu bersama."
Dira tak mau melanjutkan ucapan itu lagi. Ia sudah yakin suatu saat pasti akan ada masalah dari apa yang ia lakukan. Tapi, ia berharap masalah tersebut tidaklah besar. Ia akan menerima semua perkataan lelaki itu.
Ryan mengusap punggung Dira dan memeluk wanita itu dengan erat. Ia menyandarkan kepalanya di dada Dira.
"Apa sudah merasa hangat?"
Ryan menggeleng, "seperti ini hangat." Ryan memasukkan tangannya ke dalam baju Dira. Kulit mereka bersentuhan secara langsung hingga terasa hangat.
Dira tersenyum penuh arti. Ia melepaskan pakaian bagian atasnya. Lalu memeluk Ryan."Apakah semakin hangat?"
"Iya." Lelaki itu mengecup pundak Dira. Lalu kecupannya berpindah ke lekukan leher wanita tersebut. Dira menengadah merasakan sentuhan bibir Ryan di lehernya.
Dira merasakan kupu-kupu sedang menari di atas kepalanya. Di setiap detik hidupnya saat ini dipenuhi keindahan, canda, dan tawa. Belaian dan kecupan mesra kerap ka terima. Akankah ia masih bisa merasakan hal ini ketika Ryan menerima kembali ingatannya.
Keduanya telah menanggalkan pakaian yang masih menempel. Dira kembali duduk di pangkuan Ryan dengan benda tumpul yang menegang. Dalam posisi itu keduanya bercumbu rayu.
"Aku ingin merasakan sesuatu yang panas,"bisik Ryan.
"Apa itu? Bukankah sekarang sudah mulai panas?"balas Dira dengan nada menggoda.
"Di bawah sana."Ryan memainkan alisnya,"itu jauh lebih panas." Lelaki itu mengangkat Dira, lalu, menyesuaikan miliknya pada milik wanita itu. Ia ingin menyatukannya dàlam posisi tersebut. Meskipun sedikit sulit, Dira berusaha mengikuti keinginan Ryan.
"A-apa yang harus kulakukan?"
"Apa posisinya sudah pas?"Ryan memastikan.
"Entahlah,"balas Dira ragu dan takut.
"Gerakkan pinggulmu ke bawah, tekan milikku perlahan." Ryan memberikan instruksi.
Dira memegang kedua pundak Ryan dengan erat. Ia melakukan sesuai instruksi dengan hati-hati. Miliknya seakan ditembus secara paksa walau tak terasa sakit seperti sebelumnya.
Keduanya melenguh, Dira tak bisa bergerak karena miliknya terasa penuh."Ba-bagaimana ini."
Ryan menarik kaki Dira agar duduk dengan nyaman."Rileks saja, jangan tegang seperti itu."
"Tapi, ini aneh."
Ryan memeluk Dira erat dan melumat bibirnya. Sembari berciuman, Ryan menggerakkan tubuh Dira hingga milik mereka ikut bergesekan di bawah sana.
"Ah!" Dira memekik kaget,"aku takut milikmu patah."
Ryan tertawa,"tidak akan."
Dira mengangguk dan mempercayakan semuanya pada lelaki tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
RomantizmSatu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena jika pernikahan ini gagal, ia akan dinikahkan paksa dengan Duda tua di Kampungnya. Saat ingin bunuh...