Pagi ini, Dira dan Ryan sudah bangun. Keduanya dipanggil untuk sarapan bersama. Mereka makan di meja makan. Ini pertama kalinya bagi Dira. Ia duduk dengan canggung. Ia melirik Chesta yang matanya bengkak dan berwajah sembab. Wanita itu menangis semalaman memikirkan keadaan sang anak. Meskipun demikian, Chesta berusaha tetap tegar di depan Dira dan Banyu.
"Silakan makan." Chesta mempersilakan keduanya makan.
"Terima kasih,"ucap Banyu.
Dira makan dengan kikuk. Ia menoleh ke arah suaminya yang makan dengan tenang. Tampaknya pria itu memang sudah terbiasa makan dengan sendok dan garpu.Dira makan sebisanya saja, yang penting ia tidak kelaparan.
Setelah makan, ada beberapa orang datang untuk mengambil darah Banyu untuk diperiksa. Banyu menuruti semua prosedur yang ada. Mereka hanya perlu menunggu hasilnya.
"Ayo kita pulang saja,"bisik Dira pada suaminya.
Banyu menoleh."Pemeriksaan kita belum selesai."
"Mereka kan tahu tempat tinggal kita, jika memang hasilnya betul, suruh mereka datang,"balas Dira dengan suara keras. Ucapannya itu bisa didengar seisi ruangan.
Chesta menghela napas berat, menahan segala emosi yang bergejolak."Tunggulah beberapa hari lagi, sampai hasilnya selesai."
"Kami ingin pulang. Jangan halangi kami, Nyonya!"kata Dira dengan nada tegas.
Chesta menatap Dira tajam,"bukankah kita sudah sepakat? Kenapa kau ingin membatalkannya secara sepihak. Seandainya Dia adalah Banyu, apa yang akan kaulakukan? Apa kau tidak berpikir bahwa aku bisa melaporkanmu ke Polisi karena tindakanmu?"
"Anda ini hanya bisa mengancam."
"Aku tidak pernah mengancam siapa pun. Aku tidak suka mengibarkan bendera perang. Kecuali, ada seseorang yang memulai duluan." Chesta menatap Dira kesal.
"Sudahlah,"bisik Banyu.
"Dia ini memang tidak sopan. Bertindak seolah-olah dialah yang paling benar." Chesta mendecih,"seharusnya aku berterima kasih karena kau telah merawat anakku selama ini. Namun, tindakanmu yang tidak sopan membuatku mengurungkan niat."
"Tidak perlu berterima kasih. Karena aku melakukannya untuk suamiku." Dira memeluk lengan Banyu erat-erat.
Rayyan datang dan duduk di sebelah Chesta. Ia membisikkan sesuatu yang membuat raut wajah Chesta berubah sedih.
"Aku akan menghubunginya,"balas Chesta yang kemudian pergi. Entah apa yang akan dilakukan wanita paruh baya tersebut.
Dira sudah mulai merasa bosan. Ia tak bisa melakukan apa pun di sini. Ia tak bisa bebas melakukan apa saja yang ia mau. Ia dan Banyu hanya duduk di ruang tengah. Tak tahu harus berbuat apa. Sesekali mereka menikmati cemilan yang disediakan.
Suara langkah cepat datang mendekat. Dira menoleh ke arah suara. Semua pergerakan terasa melambat. Dira ingat betul wajah itu. Wajah wanita yang ada di foto bersama dengan Banyu.
"Jangan~jangan~"gumam Dira.
"Nirmala~"ucap Chesta dengan wajah sedih.
Wanita itu benar-benar Nirmala. Nama yang terukir di dalam cincin bersama Banyu. Wanita itu yang seharusnya menikah dengan Banyu. Dira sangat iri melihat wanita itu. Dia cantik dan wangi. Satu kali lihat saja orang sudah tahu dia adalah anak orang kaya. Aroma parfumnya sangat mahal. Hati Dira berdenyut saat ia melihat Banyu dipeluk. Namun, sedetik kemudian Banyu menolak wanita itu. Tentu saja karena Banyu pasti tidak ingat dengannya.
"Kamu siapa?"tanya Banyu dengan suara dingin dan tatapan tak suka.
"Hah?" Nirmala tertawa. Ia menganggap ini lelucon. Tetapi, lelucon ini sangat tidak tepat."Kenapa bertanya aku siapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
RomanceSatu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena jika pernikahan ini gagal, ia akan dinikahkan paksa dengan Duda tua di Kampungnya. Saat ingin bunuh...