Ryan mengubah posisi tidurnya menyamping. Tangannya menyentuh sisi tempat tidur yang kosong. Secara spontan ia meraba-raba permukaannya. Ia membuka mata dengan berat, mencari keberadaan istrinya. Tidak ada siapa pun di sekelilingnya. Ryan duduk dan mengusap wajah. Ia mendengar suara-suara di belakang.
Ryan bangkit dengan sedikit mengantuk. Ia melangkah gontai menuju dapur. Kantuknya perlahan menghilang saat mendapati sang istri tengah sibuk di dapur. Ia melihat jendela sudah dibuka, masih gelap sekali.
"Kenapa kamu bangun sepagi ini?" Suara Ryan mengejutkan Dira.
Dira mengusap dadanya karena sedikit kaget. Ia bangkit dan tersenyum. Ia menghampiri Ryan dan memeluknya."Ini adalah hari pertamamu bekerja. Aku harus menyiapkan sarapan dan bekal makan siang. Kau pulang jam dua siang. Jadi, aku tidak mau kau terlambat makan siang."
Ryan tersenyum, ia memberikan kecupan di kepala Dira."Terima kasih. Jangan terlalu memaksakan diri ya. Nanti kamu kecapekan."
Dira melepaskan pelukannya."Aku tidak capek. Lagi punya hanya memasak. Ya sudah aku lanjut ya. Ini masih terlalu pagi, kamu tidur lagi saja. Nanti akan kubangunkan." Lalu, wanita itu kembali ke dekat tungku.
Ryan mendekati Dira, berjongkok dan memeluknya dari belakang. Dira terkejut dan menjauhkan tubuhnya."Di sini banyak asap."
"Aku tidak peduli,"balas Ryan sembari menyandarkan kepalanya di pundak wanita itu.
Dira tersenyum penuh arti. Ternyata memiliki suami seperti lelaki ini benar-benar membuat bahagia. Benar-bebar lelaki idaman."Ayo tidur lagi, nanti kamu ngantuk dan nggak bertenaga saat bekerja."
"Oh ya? Kalau gitu antarkan aku ke kamar supaya aku bisa tidur lagi,"kata Ryan dengan nada manja.
Wajah Dira bersemu merah. Ia tak mungkin ia lakukan karena jika ia melihat kasur, ia akan mengantuk. Ia rela bangun pagi demi suaminya."Kalau begitu tidur saja di dapur ini." Dira bangkit dan membuka pintu. Ia ingin mengambil air di belakang sembari menunggu nasinya tanak.
"Kamu mau ke mana?"tanya Ryan dengan sedikit kecewa karena diabaikan.
"Ke pancuran ambil air." Dira berjalan keluar.
"Memangnya kamu nggak takut?" Tanya Ryan heran. Ia mengikuti Dira.
"Aku sudah terbiasa hidup begini. Apa yang harus kutakutkan. Aku hanya takut kehilanganmu,"balas Dira sambil terus berjalan.
Ryan tertawa geli."Kau membuatku merinding di pagi hari ini. Jantungku jadi berdebar tak karuan."
Dira sendiri tak menyangka jika ia bisa mengatakan kata-kata itu. Padahal hanya spontan keluar dari mulutnya."Sudah kubilang kembalilah tidur. Jangan khawatirkan aku. Aku bisa tidur lagi setelah kamu pergi kerja." Dira mengambil ember kecil di sana. Lalu meletakkan di bawah air yang mengalir.
"Hmmm bagaimana ,ya. Aku tidak mau,"balas Ryan jenaka. Ia memperhatikan Dira yang sedang menampung air,"hati-hati karena sepertinya di situ licin."
"Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan kondisi jalanan dan tempat seperti ini." Ember kecil itu sudah penuh dan Dira hendak mengangkatnya. Ia berjalan selangkah dan langsung terjatuh. Air pun tumpah di bajunya.
Ryan terbelalak, bergerak menolongnya dengam cepat."Sudah terbiasa sekali pun, harus tetap hati-hati."
Dira tersenyum malu."Aku tidak melihat ada bagian yang becek."
"Aku saja yang mengangkatnya. Kamu duluan dan ganti baju,"perintah lelaki itu.
Dira mengangguk. Ia membiarkan Ryan melakukan tugasnya. Ia kembali ke dapur untuk memeriksa masakannya. Tak lama kemudian Ryan datang dengan seember air.
Ryan terperangah melihat sang istri masih mengenakan pakaian yang sama."Astaga, kamu belum ganti baju?"
"Aku memeriksa ini dulu." Tangan Dira bergerak dengan cekatan memasukkan kayu.
"Apa memasak seperti itu tidak sulit? Apakah tidak ada sesuatu yang membuat memasak lebih cepat?"
"Ada. Tapi, harus menggunakan listrik dan biayanya juga mahal,"balas Dira.
Ryan menarik Dira dengan cepat."Ayo ganti baju. Kalau kau tidak segera melakukannya, àku yang akan menggantikan pakaianmu."
"Oh, ya? Kalau begitu tolong gantikan,"balas Dira sembari tertawa.
Ryan berkacak pinggang."Ah, kau sedang menantangku, ya? Baiklah."Lelaki itu melepaskan pakaian Dira yang basah dengan cepat. Ia melemparkannya begitu saja ke lantai. Kemudian ia membawa Dira ke kamar, mengeringkan tubuhnya dèngan handuk.
Dira menatap Ryan dengan senyuman penuh arti."Aku sangat bersyukur memiliki kamu. Kamu adalah suami yang perhatian dan penyayang."
"Memàngnya ada suami yang tidak sayang dan tidak perhatian terhadap istrinya?"tanya Ryan sembari mengeringkan tubuh Dira sembari duduk.
"Ada banyak."
"Pakaian dalam kamu juga basah. Ganti atau kamu akan kedinginan dan masuk angin." Ryan mengingatkan.
Dira melihat ke dadanya."Hanya basah sedikit kok. Aku malas menggantinya."
Ryan mendecak sebal. Ia membuka pakaian dalam Dira. Lalu, keduanya terdiam. Beberapa detik kemudian tangan Ryan sudah menempel di sana. Terasa kenyal dan dingin karena terkena air.
Suasana pagi memang sangat bisa membuat milik ĺelaki menegang.Ryan mengecup puncak dada Dira. Lalu, lidahnya menyapu permukaan berwarna kecoklatan tersebut. Rasa dingin yang menerpa Dira tadi kini berubah menjadi rasa panas yang berasal dari mulut lelaki itu.
Dira tertegun. Ia merasakan gairahnya terbakar lagi. Mungkin karena ia baru merasakan hal seperti ini. Oleh karena itu ia menginginkannya lagi dan lagi. Ia juga ingin selalu berada di sisi lelaki itu. Hanya saja ia masih sedikit malu. Ryan membuka paha Dira lebar-lebar. Sementara wanita itu tertegun tak paham apa yang akan dilakukan suaminya itu.
Ryan menyentuh pusat diri Dira dengan jemarinya. Lalu ia melumat bibir wanita itu dengan lembut. Dira mengerang dan mendesah dalam lumatan bibir Ryan. Ia hanya bisa memegang kedua pundak Ryan dan sesekali meremasnya. Ia sudah lupa dengan masakannya.
Ryan berada dalam posisi itu cukup lama. Satù jemarinya sudah masuk ke dalam daging lembut wanita itu. Kini jemarinya juga sudah basah dwngan cairan hangat milik Dira.Ryan membaringkan Dira dan melucuti pakaian wanita itu. Lalu, menyatukañ milik mereka. Ini adalah percintaan ketiga mereka. Waktu bercinta mereka berdekatan. Ini karena keduanya sama sama baru merasakan bercinta. Ingin melakukannya lagi dan lagi. Seakan tubuh mereka tidak bisa lelah.
Dira mengerang menerima hunjaman demi hunjaman yang semakin lama semakin liar. Tenaga Ryan sangat kuat di pagi hari. Sangat berbeda dengan sebelumnya. Ia tampak beģitu bersemangat. Tapi, sayangnya ia pelepasan dengan begitu cepat. Pria itu sudah menyemburkan cairan miliknya. Tapi, meskipun demikian Dira merasa sangat bahagia. Ia merasa memiliki Ryan seutuhnya. Semoga saja ia bisa hamil dan mengandunh anak lelaki itu. Dengan demikian ikatan mereka tak akan putus.
Ryan mengatur napasnya. Ia berbaring di sebelah Dira, merasakan kepuasan usai bercinta. Ia mengusap wajah Dira dan memeluk wanita itu."Terima kasih."
"Aku milikmu, jadi~lakukan kapan pun kau mau."
Ryan tersenyum. Ia mengecup pipi dan bibir Dira sekilas. Lalu raut wajah lelaki itu berubah."Seperti ada bau aneh."
Dira mengendus."Astaga, nasiku gosong!" Wanita itu melonjak. Ia mengambil handuk dan membungkus tubuhnya. Lalu ia memeriksa masakannya.
Ryan mengenakan pakaiannya kembali dan menyusul Dira."Gosong, ya?"
"Sedikit saja. Aku lupa kalau sedang masak dan sudah membesarkan apinya. Maaf kalau saat kau makan nanti, ada bau asap atau pun bau gosong." Dira terkekeh. Ia merasa geli karena lupa akan segalanya karena bercinta. Untunglah masih gosong sedikit dan nasi masih bisa dimakan.
"Tidak apa-apa. Aku akan memakannya sampai habis. Kalau begitu, aku langsung mandi saja ya?" Ryan menggaruk kepalanya yang terasa gatal. Sepertinya rambutnya itu harus dicuci.
Selama Ryan mandi, Dira bergerak cepat menyiapkan segala kebutuhan suaminya. Ia melaksanakan tugasnya sebagai istri dengan sangat baik.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
Lãng mạnSatu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena jika pernikahan ini gagal, ia akan dinikahkan paksa dengan Duda tua di Kampungnya. Saat ingin bunuh...