4- Menjalani Kehidupan Baru

2K 242 14
                                    

Kalian bisa baca lebih cepat di karyakarsa.

Hari sudah malam. Dira dan Ryan sudah selesai berbenah. Dira juga sudah merapikan kamar. Ia membeli dua kasur tanpa dipan. Setidaknya mereka tidak tidur di lantai. Ia juga membeli selimut, sprei, dan bantal. Udara malam di sini sangat dingin. Rumah ini cukup nyaman ditinggali. Jauh lebih baik dari rumah sebelumnga yang bahkan terlihat kumuh. Hanya saja mereka menggunakan penerangan dari lampu yang masih menggunakan minyak tanah. Di bagian luar, mereka menggunakan obor. Semua itu adalah tindakan Dira. Karena pada dasarnya ia sudah terbiasa hidup di tempat seperti ini. Berbeda dengan Ryan yang asal sebenarnya berasal dari Kota metropolitan. Hidup dengan segala bentuk teknologi.

Dira harus memutar otak lagi bagaimana caranya mereka bisa bertahan hidup dengan uang yang tersisa. Sebenarnya Dira menemukan satu hal lagi di saku lainnya. Sebuah kotak perhiasan berisi cincin. Dira tidak tahu harus menjualnya ke mana. Tetapi, ia belum berniat menjualnya sekarang karena cincin itu sangat indah. Ia akan menjualnya dalam keadaan terpaksa.

Keduanya kini duduk di ruang tamu. Suasana begitu sunyi ditemani suara-suara serangga dan burung hantu. Penerangan yang sangat minim membuat Ryan sedikit bosan. Ia melihat Dira yang akhirnya istirahat. Wanita itu tampak baru saja selesai mandi.

Ryan mendekati wanita yang sekarang menjadi istrinya tersebut."Gimana airnya? Bagus, kan?"

"Ah, iya bagus. Jernih dan bersih. Airnya mengalir dengan baik,"balas Dira kaget karena Ryan ada di dekatnya.

"Kamu kelihatan capek. Maaf, ya, dari tadi kamu yang kelihatan sibuk. Aku nggak bisa bantu apa-apa."

Dira tersenyum di sela-sela lelahnya."Nggak apa-apa. Nanti juga lelahnya hilang. Lagi pula kamu sudah bantu banyak. Kita mengerjakannya bersama-sama loh."

Melihat wajah Dira yang sangat letih, Ryan menjadi tidak tega. Ia memang lelaki yang lembut sekali. Ia mengambil inisiatif memijit pundak Dira.

"E-ehh~" Dira kaget.

"Tenang aja. Aku memijitmu supaya capeknya hilang. " Tangan Banyu memijit dengan nyaman.

"Terima kasih." Wajah dan telinga Dira terasa panas. Pijatan Banyi terasa keras dan enak. Cocok untuk tubuhnya yang sakit, ia bekerja keras hari ini untuk menyelamatkan hidupnya.

"Apa di sini tidak ada listrik?'tanya Ryan.

"Hmmm ada. Tapi, rumah ini memang tidak dipasang listrik. Sabar, ya, nanti kita atur bagaimana supaya listriknya bisa dipasang. Kita harus menyesuaikan kehidupan kita di sini lebih dulu,"kata Dira.

"Oke. Kalau kamu keluar besok, aku boleh ikut nggak?"

"Boleh. Kenapa?"balas Dira ragu dan penuh tanya.

"Mungkin aja ada pekerjaan. Aku nggak bisa membiarkan istriku berbuat sendiri,"kata Ryan.

"Baiklah. Kamu boleh ikut. Nanti aku carikan pekerjaan di sana." Memang seharusnya mereka memiliki pekerjaan di sini. Jika tidak, uang mereka akan terus menipis dan Dira juga tidak tahu harus bagaimana. Ia juga harus mencari pekerjaan di sini.

"Hilang ingatan sungguh menyakitkan." Ryan melemparkan pandangannya ke sekeliling.

"Ke-kenapa? Apa kamu merasa sakit kepala?"

"Semua terasa asing dan tidak membuatku nyaman. Aku tak bisa ingat apa pun, oleh karena itu semuanya benar-benar asing. Aku ingin tahu banyak hal,tapi, rasanya lebih penting bagaimana caranya kita bertahan hidup." Ryan tersenyum lirih.

"Kamu boleh bertanya kok. Aku akan berusaha menjawabnya. Tapi, aku memang tidak tahu banyak karena kamu nggak mau terlalu bercerita tentang keluargamu,"kata Dira. Entah berapa kebohongan lagi yang harus ia ciptakan karena hal ini.

"Tidak apa-apa. Sudah malam, dan sepertinya udara di sini semakin dingin."

Dira setuju akan hal tersebut."Istirahatlah. Aku sudah membeli selimut hangat."

Ryan pun memang berniat tidur. Banyak sekali pekerjaan yang ia lakukan hari ini. Tubuhnya terasa lelah dan sedikit sakit di bagian tertentu. Anggota tubuhnya seakan tak pernah digunakan bekerja seperti ini."Dira~ untuk malam ini kita istirahat dulu saja, ya. Kita sudah melakukan banyak hal malam ini. Kamu juga pasti capek."

Dira menatap Ryan bingung."Ya, memang seharusnya kita istirahat, kan? Kenapa kamu berkata seperti itu. Aku~ ah, maksudnya~memangnya ada hal lain yang harus kita lakukan?"

Wajah Ryan merona. Pria itu tersenyum penuh arti. Otak Dira berputar, lalu ia merasa malu sendiri. Ia mengerti ke mana arah senyuman Ryan. "Ohh, maaf~karena lelah aku hanya memikirkan kita memang harus istirahat."

Dira merutuk dalam hatinya. Bagaimana ia bisa tidak memikirkan hal satu ini. Siapa pun yang sudah menikah, pasti akan melakukan hal tersebut. Hubungan suami istri. Tapi, mereka adalah orang asing. Sangat sulit memulai hubungan itu. Hati Ryan pun pasti juga sulit melakukannya. Jadi, Dira tidak memikirkannya.

Ryan tertawa kecil. Ia beringsut menutup pintu utama dan pergi ke kamar."Selamat istirahat. Semoga kehidupan kita ke depannya lebih baik." Pria itu berbaring dengan nyaman.

Dira tersenyum lembut. Ia menatap Ryan yang tengah berbaring tanpa berkata apa-apa lagi.  Pria itu memilih tidur lebih dulu. Mereka memang orang asing. Wajar saja hal ini erjadi karena memang tidak ada keterikatan apa pun sebelumnya. Namun, perihal malam pertama, Dira sama sekali tak memikirkannya. Yang ada di otaknya hanyalah bagaimana cara agar ia selamat dari pria tua itu. Tetapi, dalam pernikahan tentu hal itu akan terjadi. Ryan tidak ingat apa pun. Ia hanya punya pilihan untuk percaya pada Dira yang sekarang menjadi istrinya. Oleh karena itu, ia menyadari jika mereka menikah, sudah pasti akan melakukan hubungan suami istri. Tentu saja hati Ryan tidak siap karena detak jantung hatinya tidak ada di sini.

Ryan tidur menghadap ke arah pintu. Dira mematung melihat embusan napas Ryan yang teratur. Wanita itu benar-benar terpesona dengan ketampanan laki-laki. Ia bahkan baru tahu di dunia ini ada pria setampan itu. Apakah pria setampan ini masih sendiri. Bisa saja pria itu sudah menikah atau sedang memiliki pasangan. Dira mengigit bibir bawahnya. Jika hal itu benar, maka hatinya akan terluka. Ia mulai menyukai lelaki itu.

Dira melangkah perlahan dan duduk di sisi kasur yang hanya beralaskan tikar. Ia merebahkan tubuhnya dengan kaku di sisi Ryan. Jantung Dira berdegup kencang. Ini malam kedua ia dan lelaki asing itu tidur bersama. Tetapi, tidak melakukan apa-apa. Malam ini Dira berpikir kotor. Bagaimana rasanya bersentuhan dengan pria tampan itu. Dia tipe lelaki yang lembut. Pasti akan memperlakukannya dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. Dira mulai berfantasi. Tapi, fantasinya itu tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Ia harus memberikan Ryan ruang untuk menyesuaikan keadaan.

Dira meletakkan kepalanya di bantal dan berbaring membelakangi Ryan. Ia memerhatikan sekeliling dan sibuk dengan pemikirannya sendiri. Lama kelamaan ia merasa mengantuk dan tertidur.

❤❤❤

ISTRI RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang