3c

4.3K 254 9
                                    

Part 3C

"Jangan dibiasakan Suudzon, Siah, biarkan saja mereka saling berbisik, mereka, 'kan suami istri," tegur Kang Darman.

Samsiah terlihat melengos, mendapat teguran dari Kang Darman, sepertinya dia tidak suka jika Kakak pertama kami itu membelaku terus.

"Tapi tidak pantas, Man, orang segini banyak malah bicara sembunyi-sembunyi, tidak ada tata kramanya," sindir Bapak, sekarang si Samsiah yang tersenyum, karena selalu dibela Bapak.

Bang Riswan menggenggam jemariku erat, seperti ingin menguatkan. Aku pun membalas genggamannya, sebagai pengganti kata jika aku tidak akan meninggalkannya.

Bang Riswan, sesuap pun tidak memakan makanan yang diberikan Kang Darman, nasi beserta lauknya itu disuapkan ke anak-anak kami, Yuli dan Neti. Suamiku itu sepertinya mulai berpikir ulang tentang sikap sabar dan mengalahnya pada keluargaku. Apalagi sekarang suamiku tahu, bahwa ada upaya keras dari keluargaku untuk memisahkan dia dengan aku dan anak-anaknya.

Acara makan bersama sudah selesai dilakukan, lagi-lagi aku dan emak yang sibuk merapihkan bekas makan mereka. Terkadang suka tidak habis pikir tentang sikap Bapak. Matanya jelas masih bisa melihat, masih bisa menyaksikan siapa yang paling sibuk jika sedang ada acara di rumah ini. Tetapi selalu hanya Ela dan Samsiah yang dia bela. Sedangkan dengan aku dan keluarga, Bapak terlihat benci sekali. Dan hanya satu alasannya, dia benci dengan kemiskinan kami.

Seperti suatu rutinitas pasti, jika kami sekeluarga besar sedang berkumpul, maka masing-masing dari kami selalu bercerita tentang segala kesibukan pekerjaan.
Diselipi tentang kesuksesan, dan apa saja yang mereka miliki. Tohir dan Gufron, suami dari Ela dan Samsiah bercerita tentang kesibukan mereka sebagai mandor perkebunan di pabrik pengolahan teh modern di desa kami, juga ambisi mereka untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi di pabrik pengolahan teh tempat mereka bekerja.

Kang Amran pun bercerita, tentang keuntungan besarnya sebagai penampung limbah pabrik teh tersebut, juga ambisinya untuk menjadi supplier/ pemasok kertas karton ke PT Teh terbesar di provinsi ini. Dia juga bercerita jika sudah menyogok orang-orang dalam untuk lebih memuluskan rencananya.
Bapak terlihat senang saat mendengarkan cerita mereka semua.

Kang Darman, dan putri-putri juga menantu-menantunya pun bercerita tentang kesibukan mereka masing-masing. Semuanya berbicara tentang kesuksesan yang sudah mereka peroleh.

"Kesibukan kamu apa wan sekarang?" tanya Kang Darman pada suamiku.

"Saya, Ka--"

"Pengangguran macam dia, mana ada cerita yang bisa dibanggakan," sindir Bapak pada suamiku.

"Tidak boleh begitu, Pak," tegur Kang Darman, mencoba mengingatkan Bapak.

"Tidak boleh mengapa? Memang pada kenyataannya suami si Risma ini pengangguran, kok!" sentak Bapak, keras.

"Walaupun kami miskin dan kekurangan, tapi aku dan Bang Riswan, tidak pernah Merepotkan saudara kok, Kang Darman, apa lagi sampai harus meminta-minta," ujarku, menjelaskan, tidak tahan juga untuk tidak ikut bicara.

"Belum, lihat saja nanti jika anak-anak Teh Risma sakit, pasti juga nanti saudara-saudara juga yang diuber-uber buat cari pinjaman," sindir Ela kepadaku, bahkan terdengar seperti sedang menyumpahi anak-anakku.

"Insya Allah, tidak akan," jawab cepat Bang Riswan.

"Alahhh, sombong kau Riswan, aku sumpahin biar anakmu sakit, pengen tahu, benar tidak nanti ucapanmu!"

"Bapakk ....!!'" Sakit hatiku mendengar ucapan Bapak, bahkan saking bencinya dia dengan Bang Riswan,sampai tega menyumpahi cucu-cucunya sendiri.

"Tega sekali Bapak menyumpahi cucu-cucu Bapak sendiri, hanya karena benci dengan Bang Riswan." Emosiku mulai kembali memuncak.

"Habisnya, suamimu itu mulutnya sombong, sampai bilang tidak akan." Bang Riswan sedikit menekan tanganku pelan, mengingatkan aku agar jangan meladeni Bapak.

"Linda dan Yuni, dua orang anak Kang Darman asyik berbincang berdua tentang berita online yang mereka baca lewat kantor berita via handphone.

"Hei, ini orang berdua malah sibuk sendiri saja," sindir Kang Darman kepada anak-anaknya.

"Iniloh, Yah, ada berita menarik tentang konglomerat negri ini," jelas Linda, kami semua yang sudah berhenti sesaat dalam berbincang-bincang, jadi fokus mendengarkan ucapan Linda.

"Konglomerat itu kenapa, Nda?" tanya kang Darman lagi."

"Sakit yah, parah katanya, dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit Omni di Jakarta.

"Konglomerat yang mana?" tanya Kang Darman lagii.

"Itu yah, Muchtar Kusumateja, pemilik group Niskala Corporation. Orang terkaya nomor lima di negri ini." Kang Darman, Bapak, Kang Amran yang memang terkadang berbisnis, pasti kenal dengan nama Muchtar Kusumateja. Pemilik banyak usaha besar. Bidang usahanya bergerak disegala sektor, dari hotel, ekspedisi, pabrik, sampai pencarian hasil bumi, semacam batu bara, minyak, dan masih banyak lagi bidang usaha miliknya.

"Perusahaan pengolahan daun teh tempat kami bekerja juga masih milik Pak Muchtar Kusumateja," jelas Tohir, suami Ela.

"Perumahan mewah Paradise Garden yang di kota kabupaten pun masih punya Pak Muchtar," sahut Gufron.

"Bila orang terkaya nomor lima di negri ini, jika uang seratus ribuan miliknya dibarisin dari sini, mungkin bisa sampai Jakarta," canda Kang Darman, sembari tertawa terbahak.

"Neng, abang pulang ke rumah dulu ya, nitip Yuli sama Neti," ucap Bang Riswan, agak berbisik, aku hanya mengangguk.

"Mau bawa nasi yang sudah dibungkusin Emak tidak Bang? Abang, 'kan belum makan?" menawari suamiku makanan untuk dibawa pulang, berbisik juga di telinga lelakiku.

"Tidak usahlah, Neng."

"Emak, Kang Darman, Teh Uni, Yuli, Linda, saya permisi pulang dulu." Pamit Bang Riswan, tapi tidak pada Bapak, Kang Amran, Ela, Samsiah, dan suami-suami mereka, seolah-olah Bang Riswan menganggap mereka tidak pernah ada di depan matanya. Langsung saja suamiku itu berbalik pergi untuk pulang.

"Dasar mantu tidak punya otak! Tidak punya adab! Kurang ajar!" maki Bapak, merasa tidak dianggap. Bapak benar-benar terlihat marah besar.

"Miskin saja, belagu ....!"

***
Vote please

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang