10b

4.1K 232 5
                                    

Part 10B

Dengan menaiki ojek motor, aku langsung menuju ke pabrik pengolahan teh. Berhenti tepat di depan gerbang pabrik, tanpa sempat pulang terlebih dahulu untuk berganti baju. Kemeja pendek berwarna oranye pudar, celana bahan, dan sandal jepit, langsung menuju ke pos satpam di balik pintu gerbang.

"Permisi Pak, selamat siang. Saya ingin bertemu dengan Pak Julius?" tanyaku, kepada dua petugas security berseragam yang berjaga. Seseorang yang usianya sudah cukup umur, dan seorang pemuda yang sepertinya baru lulus sekolah dua atau tiga tahun sebelumnya. Bapak tua itu sepertinya sedang sibuk membuat laporan, dan security yang berusia lebih muda menanggapi pertanyaanku seperti acuh, setelah sebelumnya memperhatikan penampilanku dari wajah hingga sandal jepit yang kupakai.

"Buat apa?" Tidak menjawab pertanyaanku, malah balik bertanya tanpa memandang ke arahku sama sekali, sedang asyik dengan handphone-nya.

"Ingin bertemu, Pak. Penting," jawabku, mulai jengkel dengan tingkahnya yang terkesan acuh dan meremehkan.

"Beliau tidak bisa diganggu, lagi sibuk!" jawabnya ketus, sedikit membentak, tetapi matanya terus saja menatap ke layar handphone. Sepertinya dia sedang asyik bermain game online.

"Setidak-tidaknya, sampaikan dulu Pak kepada Pak Julius, jika ada tamu yang ingin bertemu," ucapku, menjawab penjelasannya.

"Anjrittt! Mati lagi," keluhnya dengan sedikit kesal, sepertinya dia kalah dalam permainan game. Lalu meletakkan handphonenya dengan sedikit kasar di atas meja.

Petugas berusia muda itu terdiam, lantas memelototiku dari tempat duduk besinya.

"Anda itu jika sudah dibilang orangnya sedang sibuk dan tidak bisa diganggu, ngerti dong!" ucapnya keras membentak, sembari menunjukkan jemari tangannya ke wajahku, masih dalam posisi duduk.

"Tetapi setidaknya sampaikan dahulu, Pak, biar Pak Julius tahu dulu," sanggahku akan ucapannya. Petugas keamanan berusia muda itu lantas berdiri cepat, tubuhnya mendekat terlihat marah wajahnya. Arogan sekali gayanya.

"Anda ini punya kuping tidak sih? Ngerti atau tidak jika dibilang orangnya sibuk dan tidak bisa di temui." Rahangnya terlihat bergemeretak, matanya menatapku dengan penuh amarah.

Pabrik ini sudah salah mempekerjakan orang. Pria petugas ini berhadapan langsung dengan orang yang ingin berkunjung ke dalam pabrik. Membawa citra baik perusahaan. Jika sikapnya sudah tidak menyenangkan seperti ini, kesan baik perusahaan akan jatuh.

"Maaf, Pak. Bapak belum memberi tahu kedatangan saya, kok bisa bilang jika dia tidak mau menemui saya," jawabku, tetap kekeh ingin bertemu.

"Braakkk!" Pemuda itu lantas menggebrak meja di depannya dengan sangat kencang, hingga terlihat bapak tua yang sedang membuat laporan itu terkejut.

"Jika begini, anda sama saja mau mencari perkara!" sentaknya, sembari mendorong dadaku kencang, hingga langkahku sedikit mundur.

"Sudah-sudah, apa-apaan sih, ini!" ucap petugas tua itu ingin melerai.

"Ya, ini orang gak ada otaknya! Sudah dibilang Pak Julius sibuk tidak bisa diganggu masih ngotot!" jelas pemuda itu, masih penuh emosi, jemari tangannya masih terus menunjuk-nunjuk wajahku.

"Saya hanya minta, beri tahu Pak Julius dulu jika saya ingin bertemu. Sedangkan ini, memberi tahu pun belum. Bapak juga pasti dengarkan?" pria tua itu diam saja, sepertinya sifat acuhnya sama dengan pemuda itu.

"Ya sudah, saya telepon dulu sekretarisnya untuk memberi tahu," jawabnya, segera menuju tempat telepon. Sementara petugas muda itu masih menatapku tajam, tangannya sudah mengepal.

"Bapak namanya siapa?" tanya pria tua itu.

"Chairiswan Kusumateja," jawabku. Pria itu masih menelpon, tidak lama meletakkan gagang teleponnya.

"Bagaimana, pak?" tanyaku.

"Tunggu saja dulu, Pak," jawabnya.

"Tunggu saja sampai subuh," sindir petugas muda itu kepadaku. Lalu kembali duduk sambil memainkan handphone-nya.

Tidak beberapa lama, dari dalam kantor yang jaraknya sekitar 30 meter dari pos satpam. Seorang pria berpakaian rapi berdasi, sedikit berlari menghampiri ke arahku. Petugas muda yang juga melihat kehadiran Julius, lantas cepat-cepat menyembunyikan gawainya ke dalam laci, dan langsung berdiri tegap, diikuti oleh petugas yang sudah berusia lanjut.

"Selamat siang Pak Khairiswan. Ada yang bisa saya bantu, Pak? tanya Julius, yang notabene adalah kepala pabrik di perusahaan pengolahan teh dan masih di bawah naungan Niskala group.

Dari sudut mataku, sempat menangkap keterkejutan dari dua orang petugas pengaman tersebut. Melihat pemimpin tertinggi di pabrik ini bicara terbungkuk-bungkuk kepadaku, yang hanya berpakaian lusuh bersendal jepit.

"Saya butuh mobil dan sopir untuk mengantar saya ke Jakarta sekarang juga," titahku tegas. Hanya Julius ini yang tahu keberadaanku di desa ini, dan kuminta dia untuk tutup mulut selama bertahun-tahun, dan ternyata dia bisa memegang rahasia.

"Baik, Pak, segera saya siapkan," jawabnya, sembari menelpon untuk menghubungi seseorang lewat gawainya.

"Sudah, Pak. Siap berangkat sekarang juga," ujarnya. "Bapak lebih baik menunggu di kantor saja," ajaknya padaku.

"Julius."

"Saya, pak?"

"Saya tidak ingin melihat orang itu ada di pabrik ini," ucapku tegas, sembari menunjuk ke wajah petugas muda tersebut, "dan Bapak yang disebelahnya pensiunkan saja, kasihan sudah terlalu tua. Kasih pesangon yang pantas sesuai masa kerjanya."

"Baik Pak, segera laksanakan."

"Jika nanti saya lihat dia masih ada di sini, kamu yang saya singkirkan."

"Siap Pak, siap."

Petugas muda itu terlihat pucat pasi, tidak bicara apapun. Sementara petugas yang sudah berumur itu terlihat cerah wajahnya, memang seharusnya diusia setua itu dia sudah harus pensiun.

Aku masuk ke dalam kantor dengan diikuti Julius di belakangku. Sepertinya dia sedang menelpon pihak personalia terkait dengan perintah dariku.

"Mari Pak, masuk," ucap Julius mempersilahkan aku masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Panggil pimpinan HRD kemari," titahku lagi. Julius mengangguk dan segera berlalu, tidak lama dia datang lagi dengan orang yang kuperintahkan untuk dipanggil.

Aku duduk di bangku yang biasanya diduduki Julius. Suasana ruang kerja ini kembali menaikkan gairah gila kerjaku dulu. Aura kesibukan rutinitas kerja mulai merasuk ke sendi-sendi nadiku.

"Siapa namamu?" tanyaku kepada pimpinan HRD di pabrik ini, duduk di depanku berdampingan dengan Julius, setelah kupersilahkan terlebih dahulu.

"Saya Oscar, Pak," jawabnya.

Segera kusampaikan keluhanku menyangkut tentang perilaku petugas pengaman di pabrik ini. Menanyakan secara detail bagaimana system' perekrutan karyawan baru, test psikologi, juga menyangkut masa kerja. Terlihat aneh jika melihat pria tua yang sudah uzur masih bekerja sebagai team pengaman. Dan dari penjelasannya memang kutemukan ada system' yang sudah tertulis yang tidak dilaksanakan.

Pucat pasi pimpinan HRD yang bernama Oscar itu kumarahi. Memintanya untuk segera mengikuti SOP yang sudah dibuat. Disertai ancaman akan membuangnya dari pabrik ini jika tidak ada perbaikan.

Yah, aku memang terlahir dari keluarga pebisnis. Tidak bisa diam jika melihat ada ketidaksesuaian yang terjadi. Aku tegas, tidak ada kompromi dalam berbisnis. Andalan almarhum kakek dalam memperluas bidang usahanya. Sampai pada satu peristiwa yang menyakitkan, aku lantas memutuskan untuk menghilang.

"Pak ... mobil dan sopir sudah menunggu di depan kantor," ucap Julius, setelah melihatku selesai menyantap hidangan Nasi Padang yang dia persiapkan.

"Baik, saya sudah siap untuk "pulang."

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang