11a

4K 190 8
                                    

"Julius."

"Saya, Pak." Lantas menghampiriku yang masih duduk di bangku kerjanya, sembariku membuat beberapa catatan.

"Dalam beberapa hari ke depan, saya ingin kamu urus semuanya. Keperluan sembako, dan juga segala kebutuhan anak usia empat dan lima tahun." Sambil menyerahkan selembar kertas bertuliskan alamat lengkap juga nama istri dan anak-anakku.

" Baik, Pak."

"Juga uang tunai, kamu selang-seling saja pemberiannya."

"Baik, Pak."

"Apa perlu saya sebutkan satu-persatu kebutuhan sembako dan anak itu apa saja?" tanyaku memastikan.

"Tidak perlu, Pak, saya paham," jawabnya.

"Jangan sampai mereka tahu jika ini semua atas perintah saya," tekanku, sembari bangun dari tempat duduk Julius, dan diikuti olehnya.
Kutepuk bahu Julius sambil berjalan ke luar ruang kerjanya.

"Mereka ini istri dan anak-anak saya. Saya percayakan sama kamu untuk semua pemenuhan kebutuhannya, kamu ingat itu?"

"Baik Pak, siap. Saya akan persiapkan semua kebutuhannya," jawabnya.

"Untuk lebih memastikan apa saja yang sudah kamu kirim dan berapa biaya yang dikeluarkan, kamu kirim lewat fax ke Sudirman. Saya akan cek langsung."

"Siap, laksanakan Pak."

"Mereka nyawa saya. Pastikan satu dua karyawan untuk terus memantau keadaan mereka." Perintahku lagi.

"Bapak tenang saja, akan saya pastikan semuanya berjalan baik-baik saja," jawabnya, sembari membukakan pintu belakang mobil.

"Jangan ada yang boleh menyebut nama saya," pesanku lagi, lantas masuk ke dalam mobil yang sudah dipersiapkan Julius plus pengemudinya, dan langsung meninggalkan lokasi pabrik.

"Pak?" panggilku kepada sopir pengemudi.

"Saya, Bos," jawabnya, sekitaran usia 25 tahunan.

"Siapa bilang saya, bos. Lihat saja pakaian saya lusuh begini," jelasku.

"Pak Julius. Beliau bilang suruh hati-hati, karena yang saya bawa ini Bos Besar," jawab si pengemudi tersebut. Lantas aku menyerahkan selembar kertas noted yang tadi kutulis di meja kerja Julius.

"Antarkan saya ke alamat ini." Sopir perusahaan itu lantas mengambil surat yang kuberikan dari arah kursi belakang.

"Pantai Indah Kapuk." terdengar seperti bergumam, saat pria itu membacanya.

"Kamu tahu, 'kan tempatnya?"

"Tahu, Bos."

"Ok, saya rasakan cara mengemudi kamu cukup baik. Tolong jangan ganggu saya sebelum sampai ke alamat yang kita tuju. Saya butuh sedikit istirahat."

"Baik Bos."

Menarik napas dalam. Ini adalah pertama kalinya aku jauh dari istri dan anak-anakku sepanjang enam tahun terakhir ini. Aku pasti akan rindu sekali dengan mereka. Namun aku memang butuh waktu untuk menyelesaikan semua urusan dan rencanaku.

Memandang ke luar kaca jendela mobil, barisan pohon alpukat berbaris rapi di kiri kanan sisi jalan. Pohon-pohon yang terlewati seperti sedang berjalan, lamat-lamat terlihat samar.

÷÷÷

( Flashback) 7 TAHUN SEBELUMNYA

Dering suara handphone yang kuletakkan di atas meja ruang meeting berbunyi, di saat aku sedang memimpin rapat dengan para petinggi di kantor pusat Niskala group, bilangan Sudirman Jakarta Selatan. Biasanya, jika sedang rapat penting seperti ini aku tidak pernah ingin diganggu, tetapi melihat jika nomor berasal dari handphone Mamah, maka langsung kuterima.

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang