19a

3.2K 173 5
                                    

Meninggalkan Maharani sendiri yang masih menangis. Walaupun ada rasa tidak tega, tetapi tetap harus kulakukan. Aku tidak ingin membuka cela sedikit pun hingga membuat hatiku menjadi lemah dan gamang. Kesetiaan dan ketulusan cinta yang istriku berikan sungguh tak pantas jika kubalas dengan menduakan, bahkan di belakangnya sekalipun.

Ruang tamu keluarga kembali terlihat ramai, dan aku pun lebih mendekati. Om Alex, adik kedua papah ternyata yang datang, setelah dari saat Papah wafat hingga dimakamkan Om Alex tidak datang karena sedang berada di luar daerah. Terlihat dia masih berbincang-bincang dengan anggota keluarga yang lain.

Aku lantas menghampiri mereka semua. Om Alex sudah menoleh ke arahku, di jarak sekitar tiga meter lagi aku akan mendekat.

"Haii, Ris, kamu kemana saja?" tanyanya, sembari mendatangiku dan memeluk.

"Bertapa, Om, nyari ilmu," jawabku,  mengajaknya bercanda. Om Alex tertawa. Om Bagas pun ikut mendekat.

"Maafkan, Om, yang tidak bisa menghadiri prosesi pemakaman papahmu," jelas, Om Alex.

"Tidak apa-apa, Om, Alhamdulillah banyak yang membantu," jawabku, lalu melanjutkan bicara.

"Terima kasih ya, Om, sudah menghandle perusahaan selama aku tidak ada dan papah sedang sakit," kataku, menatap ke wajah Om Alex dan Om Bagas.

"Tidak perlu berterima kasih Ris, ini, 'kan perusahaan keluarga, berarti tanggung jawab om juga," jawabnya, sambil sibuk melihat-lihat layar handphone-nya.

"Syukurlah, Om, dan sekarang Aries sudah kembali. Aries minta, Om Alex dan Om Bagas tetap membantu Aries untuk mengembangkan Group Niskala agar lebih besar lagi."

Raut wajah Om Alex dan Om Bagas terlihat berubah, setelah mendengar perkataanku.

"Sepertinya terbalik Ris, kami berdua yang sudah bekerja keras. Kamu yang seharusnya membantu kami untuk membuat Niskala group lebih besar lagi," bantah Om Alex atas perkataanku. Aku tidak menjawab, hanya tersenyum saja mendengar ucapannya.

"Benar itu Ris. Sebagai adik-adik dari papahmu, kami juga punya hak untuk menggantikan posisinya, sebagai pimpinan perusahaan keluarga Wirahadi," jelas Om Bagas. Wirahadi adalah nama klan keluarga dari pihak papahku.

"Niskala group itu milik keluarga Kusumateja, Om, dan selamanya akan tetap begitu," sanggahku, atas klaim mereka berdua.

"Tidak bisa begitu, Ris. Jelas-jelas dari keluarga papahmu yang sudah kerja keras membantu membesarkan perusahaan induk ini menjadi besar dan terkenal," dalih Om Alex.

"Niskala group itu sudah ada sebelum Om berdua kerja di situ, bahkan sebelum papah menikahi mamah. Bisnis sudah dirintis saat kakek Yusuf Kusumateja belum menikah Om. saat Om berdua masuk pun, group Niskala sudah punya lebih dari lima perusahaan cabang," jelasku, mengingatkan tentang asal-usul mereka berdua bisa berada di perusahaan almarhum kakek.

"Tetap tidak bisa, Ris. Saat kamu tidak ada, kami berdua yang sudah bekerja keras buat perusahaan," sanggah Om Bagas.

"Bekerja keras apa, Om? Dari semenjak aries tinggali sampai saat ini, setahu aries tidak ada penambahan bidang usaha baru group Niskala. Semuanya masih sama seperti dulu," ucapku, menyampaikan fakta. Mereka berdua terdiam.

"Kita putuskan besok saja, saat rapat besar dengan pihak management dan stock holder," tentang Om Alex.

"Om, Niskala group ini perusahaan milik perseorangan, dan bukan milik umum semacam perusahaan go publik. Sebagian yang sudah dilepas sahamnya pun, 65% saham terbesar tetap milik Niskala, jadi tidak ada hubungannya dengan rapat management.

"Bukti kepemilikan om, yang bisa membuktikan siapa yang berhak memimpin perusahaan induk ini," sergahku, kepada kedua adik dari papahku yang tetap ngotot ingin berusaha menguasai.

"Baik, kita buktikan saja besok di depan rapat management," tantang Om Alex lagi, tetap ngotot.

"Silahkan saja, Om. Sekalian saya mau ijin pamit pulang. Aku pun memilih untuk keluar dari rumah Tante Sartika, dan melihat Maharani terus saja memperhatikan aku dari sudut ruangan. Matanya terlihat sembab.

"Ayuk Ton, kita balik sekarang," ajakku kepada Toni, yang langsung bergegas menyiapkan kendaraan. Di tengah perjalanan pulang, aku minta Toni untuk menceritakan tentang permintaanku menyangkut orang-orang lama yang tersingkirkan di masa Om Alex menggantikan Papah.

"Saya sudah koordinasikan orang-orang loyal perusahaan yang disingkirkan Pak Alex dan Pak Bagas, Pak," jelas Toni.

"Terus bagaimana?"

"Ada rahasia besar yang mereka sembunyikan, Pak?" ucap Toni. Sambil sesekali melihat ke kaca spion.

"Rahasia besar? Maksudnya?"

"Pak Kusno dan Bu Retno yang di bagian keuangan pusat disingkirkan karena menemukan adanya kecurangan pada keuangan perusahaan, Pak?"

"Kecurangan?"

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang