17b

3K 151 1
                                    

"Kurang ajar! Kalian tidak menghargaiku sama sekali!"

Juragan Hasyim berdiri tepat di depan pintu masuk musholla sembari bertolak pinggang dengan wajah memerah dan mata yang melotot sedang menunjukkan amarah. Amran berdiri di belakangnya.

"Bapak ...," ucap istriku lirih.

"Siapa yang merencanakan ini semua, akan saya tuntut, lihat saja nanti!" ucapnya, masih dengan nada yang keras dan penuh amarah.

"Sabar, Pak ... sabar, tidak baik teriak-teriak di dalam rumah ibadah," ucap Kang Darman mencoba menenangkan, sembari mendekati Juragan Hasyim, Bapak kandungnya.

"Kamu juga sama saja Darman, bersekongkol di belakang bapak!" sentaknya, sembari menunjuk ke arah Darman.

"Mana si Sawiyah! Dasar istri tidak bisa menjaga amanah suami," sindirnya kepada Emak. Suasana di dalam musholla menjadi ricuh.

"Ini bukan salah Emak, Risma sendiri yang memilih Bang Riswan!" Istriku ikut menyentak, tidak terima jika Emak yang disalahkan.

Juragan Hasyim masih bertolak pinggang.

"Bapak mau menuntut apa? Dan atas dasar apa? Risma usianya sudah di atas 21 tahun, dia sudah berhak menentukan sendiri pilihannya," jelas Kang Darman, dengan tenang.

"Justru bapak yang mempersulit Risma, untuk mendapatkan jodohnya," ucap Kang Darman lagi.

"Kamu tidak usah ikut campur Darman!" bentak Bapak.

"Darman berhak ikut campur, Pak? Risma adik kandung Darman!" jawab Kang Darman juga dengan nada yang keras, sepertinya beliau pun mulai terpancing emosi.

"Sudah-sudah, lebih baik kita bicarakan dengan baik-baik. Kang Hasyim, lagipula pernikahan sudah terjadi, dan tidak mungkin dibatalkan," jelas Ustaz Arief. Mencoba menengahi.

Juragan Hasyim terdiam, tetapi wajahnya masih terlihat geram. Matanya masih terlihat nyalang.

"Jelas-jelasan kalian semua salah, berani-beraninya melangkahi saya." Egois sekali memang Bapak mertuaku itu, selalu merasa dirinya yang paling benar.

"Itu karena Bapak mempersulit Bang Riswan, dengan permintaan yang tidak masuk di akal," jawab istriku, sedikit lebih kugenggam tangan kami berdua, memberikan tanda.

"Sudah Neng, sabar," bisikku pelan.

"Sekarang semua sudah terjadi, Pak. Bapak tidak bisa merubah menurut keinginan Bapak. Kenyataannya sekarang, Riswan sudah menjadi menantu Bapak," jelas Kang Darman. Juragan Hasyim terdiam, mendengar ucapan anak tertuanya, lalu dengan ketus kembali berucap.

"Nanti dulu, tidak semudah itu dia bisa menjadi menantuku, permintaanku saja dia tidak menyanggupi," sindirnya, menatapku dengan senyum yang sinis.

"Permintaan Bapak terlalu berlebihan, Pak. Emak sudah ceritakan semua, uang yang dibawakan Riswan itu sudah cukup besar buat ukuran desa kita," jelas Darman, melihat bapaknya yang masih keras pada kemauannya.

"Usaha, dong. Memangnya dia gak mikir apa, berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan buat mengurus dan membesarkan si Risma dari dia kecil hingga sekarang, lalu dihargai murah. Enak saja!" Istriku kembali terisak.

"Maafkan Bapak ya, Bang," ucapnya lemah.

"Sabar ya, Neng, mungkin beliau masih kaget, abang juga tidak apa-apa, 'kan," jawabku, membesarkan hatinya.

Ustaz Arief sepertinya tidak tahan juga untuk tidak ikut bicara, karena mungkin beliau berpikir, jika ucapan Juragan Hasyim ini bisa menyesatkan bagi orang yang tidak paham.

"Mengurus, merawat, dan mendidik anak itu sudah kewajiban orang tua Kang, masa dibangkit-bangkit," seru Ustaz Arief.

"Nanti pun, jika kita yang sudah tua, siapa lagi yang akan merawat kita, jika bukan anak, Kang?"

Bapaknya Risma terlihat cemberut, mendengar perkataan Ustaz Arief, yang dia sendiri tidak pernah mau memanggil dengan panggilan ustaz, karena merasa umurnya jauh lebih tua.

"Mana uang 15 juta yang kau bilang buat melamar anakku, sini berikan," ucapnya memaksa, dan tanpa malu-malu. Tatapannya tajam ke arahku. Sementara Kang Darman, Ustaz Arief, dan sebagian yang hadir hanya menggeleng-gelengkan kepala, tanpa berucap apa-apa.

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang