11b

3.6K 213 17
                                    

Sepertinya memang sesuai dengan apa yang Mamah ceritakan. Walaupun Rani ini menghabiskan masa remajanya di Eropa, tetapi tetap memegang norma kesopanan khas Indonesia. Secara, Mamah bilang jika Maharani masih memiliki unsur darah keraton.

"Haii, kenalan dulu dong," celetuk Mamah sembari tertawa menggoda.

"Aku, Chairiswan Kusumateja, biasa dipanggil Aris sama Mamah." Sembariku menyodorkan tanganku ke arahnya.

"Aku Maharani Indahswari." Senyum tidak pernah lepas dari bibirnya, menyambut uluran tanganku.

"Ehh, ada apa ini, anak gadis tante tangannya dipegang-pegang begitu," celetuk Tante Else sembari tertawa, setelah secara tiba-tiba masuk ke dalam ruang perawatan Mamah.
Kami pun saling melepaskan dengan malu-malu, dan Mamah memintaku untuk menemani Rani, karena sudah ada Tante Else yang menemaninya.

Di situlah awal dari kedekatan hubunganku dengan Maharani. Walaupun pertemuan kami berdua tidak dilakukan secara intens seperti pasangan yang lain, tetapi kami berusaha mencari waktu celah di antara kesibukan kami berdua.

Akan halnya aku, Rani pun sering bepergian ke luar kota untuk urusan kerja katanya. Sesekali Rani atau aku berkunjung ke rumah keluarga masing-masing, atau aku berkunjung ke apartemennya dengan syarat harus memberitahukannya terlebih dahulu. Alasannya kasihan denganku, jika aku datang dia sedang tidak ada di rumah. Bahkan dia memberikan kunci apartemen cadangan miliknya kepadaku.

Hubunganku sudah semakin dekat dengan Rani. Dibalik sifat lugu dan pemalunya, di sisi lain dia pun sering bersikap romantis. Berbeda dengan aku yang kaku, karena memang belum pernah berhubungan dekat dengan perempuan mana pun. Hanya terus belajar dan belajar, seperti yang sudah di-doktrin Kakek terhadapku.

Sifatnya yang terlihat lugu, sopan, pemalu, dan romantis, persis dengan apa yang Mamah ceritakan, membuatku semakin menyukainya.
Hidupku jadi terasa lebih berwarna.

Maharani jadi gadis kesayangan Mamah. Mamah selalu menyanjung atau pun memujinya. Akan tetapi berbeda dengan Papah, yang sepertinya ada kesan canggung di antara mereka berdua jika kebetulan saat Rani ke rumah dan bertemu dengan Papah.

Tidak ada pembicaraan di antara mereka, berbeda dengan Mamah, dan menurutku itu wajar jika dilihat dari perbedaan gender dan usia.

4 bulan kedekatan hubunganku dengan Rani, aku berencana ingin mengajaknya bertunangan dengan sedikit memberikan kejutan terhadapnya.

Sedari pagi, aku mulai menghubungi Rani untuk mulai menjalankan rencanaku.
Menghubunginya lewat percakapan via handphone.

"Ran, malam nanti mas tidak bisa datang ke apartemenmu, karena ada pertemuan bisnis yang mendadak di Makassar."

"Oh, iya Mas, tidak apa-apa. Rani mengerti kok, hati-hati di jalan ya, Mas?"

Itulah Rani. Selain sopan, lugu, dan baik, dia pun memiliki sifat pengertian. Memahami pekerjaanku yang serba sibuk. Bagiku saat ini, dia adalah sosok wanita yang sempurna.

Rencana yang sudah kurancang bersama Mamah. Aku akan bilang ke Rani jika aku membatalkan kunjungan ke apartemennya, dan itu sudah kusampaikan. Padahal, aku nanti akan memberikan kejutan dengan memberikannya cincin. Kemudian meminta Rani untuk bertunangan denganku sembari mengajak Mamah. Aku ingin Rani tahu bahwa aku serius ingin meminangnya, dan akan menjadikan dia sebagai permaisuri di dalam keluargaku.

Malam itu hujan turun cukup deras, tetapi aku menolak membatalkan rencana untuk meminang Rani sesuai permintaan Mamah, alasannya hujan turun sangat lebat menurut Mamah, toh kami menggunakan mobil.

Akhirnya Mamah mau mengalah mengikuti keinginanku untuk menemui Maharani secara diam-diam. Toh, Maharani juga nanti bakal jadi menantu kesayangan Mamah, dan mamah harus ikut ambil bagian dalam memberikan kejutan ini.

Secara diam-diam, aku mulai memasuki unit apartemen miliknya bersama Mamah dengan sedikit mengendap-endap lewat kunci electric cadangan yang Rani berikan kepadaku.
Hatiku sudah berdebar tidak karuan, membayangkan Maharani nanti akan terkaget-kaget karena bahagia mendapatkan kejutan yang tidak terduga dari aku, kekasihnya.

Berjalan mengendap pelan, dan tidak kutemukan Rani di ruang tamunya. Lalu aku dan Mamah mulai mencari ke kamar tidur pribadinya.

Aku dan mamah sontak terdiam
saat mendengar suara-suara mendesah yang terdengar dari dalam kamar Maharani.

Aku dorong cepat pintu kamar yang dibiarkan tidak terkunci. Terbuka lebar, aku langsung menerobos ke dalam.

Lampu kamar dalam keadaan terang benderang. Sehingga terlihat jelas pemandangan seisi kamar.

Terdiam tanpa mampu berbicara apa pun antara aku dan Mamah. Pemandangan yang tidak disangka-sangka dan sangat menjijikkan. Hanya amarah yang menggelegak semakin bergejolak. Pada akhirnya hanya bisa berteriak keras, saat melihat Mamah terjatuh dan terkulai lemas.

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang