9a

4.5K 241 6
                                    

Part 9A
Rumah Mewah Di Atas Bukit

"Abang rela kehilangan segalanya, asal abang jangan kehilangan, Eneng." Senyum dan tatapan matanya penuh dengan kelembutan. Pria tertampan di muka bumi.

"Juga anak-anak kita, kalian bertiga adalah harta abang yang paling berharga," ucapnya lagi, melanjutkan dengan tatapan mata meyakinkan.

Anak-anakku, kedua permata hati hanya memandang sekeliling dengan penuh keheranan. Menyaksikan jika semua pasang mata menatap ke satu arah yang sama, orang yang paling mereka rindukan dan nantikan kehadirannya. Ayah mereka yang berpenampilan sederhana.

Awalnya direndahkan dan dihinakan karena apa yang dilihat dan dikenakan, tetapi sekarang semua mata memandang dengan penuh penghormatan dan kekaguman.

Bang Riswan kembali maju ke depan mikrofon. Tatapannya mengelilingi seluruh isi gedung aula. Semua diam, terasa hening, menantikan isi pidatonya, lalu suamiku memulai bicara.

"Sedari kecil, kehidupan saya sudah bergelimang harta. Apa pun yang saya inginkan pasti terpenuhi, tetapi ada satu hal yang harus dikorbankan. Hilangnya kebersamaan." Bang Riswan, suamiku tercinta, bos besar pemilik Niskala Corporation terdiam sejenak.

"Dulu, hidup saya penuh dengan intrik, persaingan bisnis, penghianatan, fitnah, permainan kotor, makanya terpikirkan untuk menepi. Menghilang dari dunia bisnis karena faktor kekecewaan. Perlakuan tidak menyenangkan, penghinaan, dimanfaatkan, itu yang saya alami setelah saya menghilang dari dunia bisnis, dan saya kuat bertahan menghadapinya." Gedung aula ini masih terasa hening.

"Tetapi saat saya melihat wanita yang saya cintai menangis karena menyaksikan saya direndahkan, dihinakan, bahkan dipaksa untuk berpisah dengannya dan anak-anak, di situ saya berpikir jika keluarga kecil saya tidak bisa diperlakukan begini terus. Saya merasa telah mengorbankan orang-orang yang saya cintai untuk menghindari ketakutan saya jika kembali seperti dulu. Tetapi dengan kehadiran istri saya yang selalu mendukung dan menguatkan. Saya harus melawan ketakutan itu, karena saya tidak sendirian. Keluarga kecil saya adalah harta yang paling berharga."

Terdiam Bang Riswan. Matanya menatap tajam ke arah keluarga besarku.

"Bagi siapapun yang pernah melakukannya terhadap kami, kalian adalah musuh saya sekarang. Bersiap-siaplah, Khairiswan Kusumateja sudah siap untuk mulai berperang."

Aku tertegun, udara seperti berhenti, semua terasa hening,  Bang Riswan sudah menebarkan ancaman.

Keluargaku dan Bapak terlihat hanya menunduk terdiam. Mungkin juga mereka sudah menyadari bahwa Bang Riswan sedang membicarakan mereka. Tuhan sudah membalikkan posisi kami sekarang.

Aku yakin, hati Bang Riswan sama denganku, tidak menaruh dendam. Namun mereka semua harus mendapatkan pelajaran dan balasan agar tidak mudah meremehkan dan merendahkan orang lain, siapa pun itu orangnya. Karena Tuhan bisa merubah nasib seseorang kapanpun Dia mau.

"Terima kasih juga saya ucapkan untuk para pekerja, yang sudah bekerja keras selama ini. Insya Allah, kesejahteraan pekerja akan saya utamakan. Etos kerja akan ditingkatkan, dan segala bentuk kecurangan, penyuapan, atau penyogokan akan saya perintahkan kepada pihak management untuk dibersihkan. Jika mereka tidak mampu, mereka yang akan saya bersihkan," ancam si Abang, tegas.

"Siapapun oknum yang terlibat akan kami perkarakan. Perusahaan saya yang ada di dalam naungan Niskala group, bukan sarang kejahatan dan ketidakjujuran. Yang bekerja baik, jujur, dan berprestasi,
akan mendapatkan penghargaan berupa kenaikan pendapatan dan jabatan."

Bang Riswan ternyata memang pebisnis handal, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"Setiap tahun akan ada 30 paket umroh gratis dari perusahaan bagi karyawan berprestasi, dan ini berlaku bagi seluruh perusahaan di bawah naungan Niskala group," ucapnya tegas.

Terdengar tepuk tangan yang bergemuruh dari seisi gedung aula ini. pujian-pujian, dukungan dari pekerja-pekerja yang mendukung perbaikan dan perubahan system' perusahaan.

Lampu yang menyorot terang menggambarkan wajah pucat Kang Amran, juga suami Ela dan Samsiah. Bukankah mereka sendiri yang sudah bercerita dengan bangganya perbuatan curang yang sudah mereka lakukan. Bang Riswan pun ikut mendengar saat itu, hanya suamiku masih terhinakan dan diremehkan. Sekarang mereka yang akan terkena jantungan.

Apakah ikatan tali persaudaraan antara mereka dan aku, selaku istri dari bos besar mereka mampu untuk menyelamatkan? Suamiku adalah ahlinya dalam bidang bisnis, dan aku tidak akan berani mencampurinya tanpa dimintai pendapat.

Tetapi memang ketegasan harus diperlukan dalam berusaha, jika selalu saja alasan tidak enak lantas membiarkan saja keburukan terus berjalan, maka tunggu saja saatnya kebangkrutan. Itu yang dibilang pengamat ekonomi kemarin saat berita petang di televisi.

"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kehadirannya memenuhi undangan dari kami. Pesan terakhir dari saya, bekerjalah dengan sepenuh hati dan kesungguhan, sayangi keluarga anda di rumah, karena mereka adalah sumber kekuatan dan kebahagiaan yang sebenarnya." Jeda sesaat.

"Sekali lagi terima kasih, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam terakhir Bang Riswan sebelum berpamit diri. Lantas kembali memelukku dan kedua anaknya.

Seluruh undangan berdiri sembari bertepuk tangan sebagai tanda penghormatan. Seorang bos besar dengan pakaian yang mungkin paling buruk dan tidak ada harganya, jika dibandingkan dengan undangan yang datang mendapatkan penghargaan yang tinggi dari seisi gedung aula ini. Ada maksud tersirat dari suamiku, jangan menilai sesuatu hanya dari kulit luar. Mungkin juga cara dia memberikan ilmu kepada Bapak, saudara-saudaraku, juga para pekerjanya, bahwa pandangan mata bisa saja menipu.

Seseorang yang berpakaian bagus, bermobil mewah, jabatan tinggi, berpendidikan, nyatanya cuma perampok uang negara, dan itu nyata di negri tercinta ini.

Semua orang masih berdiri saat kami hendak turun panggung dan keluar dari gedung aula lewat pintu samping. Pria-pria berbadan tegap berseragam dengan sigap mengawal. Sedikit agak ke lorong gedung, aku menarik tangan Bang Riswan agar berhenti sebentar.

"Bang, aku minta ijin untuk menemui Emak sebentar," pintaku pelan. Suamiku tersenyum sembari menuntun Yuli.

"Ajak Emak pulang bersama kita," ucapnya.

Ternyata Kaya Tujuh Turunan ( Gudang Cerita Online )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang