#14

14.2K 1.5K 30
                                    

"Selamat datang Mayor Lee Hyunsung!" Heewon menyapa Hyunsung yang datang dengan setelan kaus putih dan denim birunya. Sederhana tapi terlihat tampan. Memang laki-laki itu tingkat ketampanannya selalu bertambah jika dia punya tubuh yang bagus.

"Halo Heewon, bagaimana kabar Dokja?"

Heewon menggeleng tidak habis pikir. "Kau ini serius? Padahal kau sedang bertemu denganku, tapi yang pertama kali kau tanyakan adalah Dokja?"

Hyunsung terlihat malu dan panik. Sungguh, sebenarnya dia sedang tidak fokus tadi. Ingin menanyakan kabarnya Heewon, tapi dia juga penasaran dengan kabarnya Dokja. "Maafkan aku, aku..."

"Dokja baik-baik saja," jawab Heewon. Heewon tidak bisa menyalahkan Hyunsung juga sih. Dia sudah lama begitu menyukai Dokja. Dia masuk militer juga karena kelihatannya tidak ada harapan dengan Dokja. Namun terlihat sekali sampai kapanpun dia tidak bisa melupakan Dokja.

"Syukurlah dia baik-baik saja. Bagaimana kabarmu?"

"Sama." Ucap Heewon. "Sebenarnya, kenapa sih kau buru-buru mau menemuiku dan Sangah dihari sibuk tapi Dokja tidak?" Tanya Heewon.

"Aku takut perasaanku akan membebani Dokja," Hyunsung menunduk dengan suara lirih. "Dia itu orang yang tidak punya hati, aku tahu itu, tapi Dokja selalu punya tempat khusus untuk orang yang dia sukai. Itu kenapa aku tahu kalau dia tidak akan pernah mengusirku dari kehidupannya meski perasaanku membebaninya."

Heewon kembali diam. Dasar Lee Hyunsung ini. Padahal dia sendiri juga menderita, tapi dia hanya memikirkan Dokja saja.

"Bagaimana perasaanmu jika dia punya pacar, huh? Kau tidak menyesal?"

Sejenak, Hyunsung terlihat kaget. Sepertinya dia juga tidak pernah memikirkan kemungkinan itu karena Dokja itu orang yang sangat tertutup. Tapi, jika benar, dia mempunyai seseorang...

Hyunsung bertanya-tanya apakah benar dia tidak merasa apapun mengenai itu?

Tentu saja jawabannnya tidak. Bahkan sekarangpun, dia mengepalkan tangannya begitu kuat karena sangat kesal memikirkannya. "Tentu saja... aku, sangat kesal jika itu terjadi."

"Tapi kau tidak menyesal sudah memendamnya?" Heewon bertanya lagi.

"Aku sangat iri. Kepada siapapun yang pernah Dokja sukai, dan siapapun yang pernah dia cintai nanti, aku sangat iri dengan orang itu," jelas Hyunsung. "Tapi itupun tidak masalah, selama Dokja menyukai orang itu."

Hyunsung benar-benar. Heewon tidak habis pikir.

"Ah, sudahlah. Bukan aku yang harusnya mendengarkan ini. Jadi aku pergi dulu." Heewon mengambil dompetnya yang sempat dia letakkan diatas meja. Dan Hyunsung yang melihatnya jadi sedikit terkejut dan berniat menghentikan Heewon yang berjalan pergi,

Tapi saat dia ingin mengikuti Heewon dan berbalik, dia melihat Dokja.

Heewon melewati Dokja yang sedang berdiri dengan pakaian kasualnya,

Dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Apa...

Dokja mendengar semuanya?

"Dokja, aku..."

Dokja menggaruk tengkuknya, lalu kemudian berkata dengan suara lirih. "Aku tidak tahu kalau kau menghindariku karena kau menyukaiku. Kupikir aku ada salah padamu."

"Itu tidak mungkin...!" Bantahnya.

"Lee Hyunsung, aku bertanya-tanya apa kabarmu." Dokja melihat temannya itu dengan ekspresi yang sangat disukai Hyunsung. Ekspresi datar dengan senyum kecil, dan tangan merentang. Siap menerima pelukan kuat dari Hyunsung. "Tidakkah kau mau memelukku?"

Tentu saja,

Mau.

Hyunsung berlari kepelukan Dokja dengan airmata yang menetes. Dia benar-benar sangat merindukan Dokja. Harum tubuhnya, sampai sentuhan lembut tangannya yang mengelus punggung lebar Hyunsung, dia sangat merindukannya.

"Dokja..."

"Aku tahu kita memiliki banyak hal untuk dibicarakan, jadi, kau tidak boleh pulang kerumahmu hari ini, Hyunsung." Katanya.

Hyunsung segera saja melepas pelukan itu karena penasaran dengan maksud ucapan Dokja, tapi begitu dia sadar Dokja sudah berdiri dihadapannya, tangan masuk ke saku celana. Wajahnya dingin dan tampak serius saat dia berkata, "Ikut aku."

Jikalau Hyunsung adalah anjing, sudah pasti Dokja yang memegang tali kekangnya. Karena begitu Dokja berbalik dan berjalan pergi, dia dengan patuh mengikuti pria itu dari belakang. "Aku tahu kau akan kabur lagi jika aku tanya tentang alasanmu menghindariku selama ini, jadi aku harus melakukan ini."

"Dokja—"

"Mayor Lee Hyunsung. Kau milikku malam ini."

Ah,

Ini jelas adalah pemaksaan. Tapi Hyunsung sama sekali tidak keberatan.


***

Dokja tidak tahu apakah ada manusia yang lebih berdosa darinya, jika dia sampai mampu membuat Hyunsung menangis.

Sejak dulu, Hyunsung itu memang dikenal sebagai pria yang baik dan juga pushover. Dia membantu semua orang meski itu tidak ada hubungannya dengan dia. Tapi dia itu bukanlah orang yang bodoh. Dia akan melawan balik orang yang menantangnya dan orang yang mengganggu teman-temannya.

Jadi sampai saat ini, tidak ada yang mampu menyakiti orang yang baik kepada orang baik, dan orang yang jahat pada orang jahat itu. Tapi Dokja... mampu membuatnya menangis hanya dengan memasakkannya... makanan?

"Hyunsung... em..."

Hyunsung masih berlinangan air mata sembari menyantap makanan buatan Dokja. "Aku sangat iri pada Sangah dan Heewon. Mereka memakan masakanmu dalam waktu lama, sementara aku hanya makan makanan tentara yang berbau pengawet dan terkadang juga keras jika kompornya rusak di kamp...!"

"Baiklah, makanlah yang banyak dan usap air matamu." Ucap Dokja. Ia bersyukur sudah mengirim Gilyoung kesekolah, jadi Dokja tidak perlu menjelaskan situasi aneh ini. Atau kalau tidak, mungkin Gilyoung sudah mengira dirinya memukuli Hyunsung atau apa.

"Dokja... aku menyukaimu dan masakanmu. Hiks." Hyunsuntg menyuapkan daging sapi itu kemulutnya,

Dia tidak bisa berhenti meneteskan air  mata.

Dan Dokja hanya bisa duduk didepan Hyunsung dan menatap pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kau tidak malu malu lagi mengungkapkan perasaanmu?"

"Lagipula, kau sudah tahu. Untuk apa aku berbohong," Sambungnya.

"Baguslah, Hyunsung." Dokja tersenyum. "Aku memang akan bingung dengan pernyaaan yang tiba-tiba ini. Tapi kau salah jika berpikir aku menganggap perasaanmu sebagai beban."

"Memangnya tidak...?" Hyunsung berhenti menyuap makanan itu. "Kau tidak menyukaiku, tapi karena aku temanmu, kau tidak bisa menolakku dengan tegas. Tentu saja itu beban, kan..?"

Dokja tersenyum kecil seraya mengaduk minumannya. "Mana mungkin."

"Lalu..." Hyunsung melirik Dokja dengan gugup. "Bagaimana tanggapanmu tentang perasaanku?"

YJH 0.9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang