Terhitung sudah 3 hari sejak Abi Arifin menunda keberangkatannya ke Kairo. Beliau memutuskan untuk pergi ke Kairo pukul 21.00 WIB, malam nanti setelah makan malam.
Kini, keluarga ndalem sedang berkumpul di ruang tengah sembari menonton televisi, termasuk Asya."Abi, abi jadi berangkat malam ini?" tanya ning Kinar.
"Iya, ning, kan lusa kemarin abi gajadi berangkat. Kalau berangkatnya besok lusa, malah tambah lama disananya." sahut Abi.
Asya yang mendengar penurutan abi pun merasa tak enak hati. Karenanya, abi harus menunda keberangkatan ke Kairo.
"Abi, maaf, ya. Gara-gara Asya abi jadi nunda berangkat ke Kairo," kata Asya sembari menundukkan kepalanya.
Abi terkekeh mendengar itu.
"Gapapa, Ra. Kamu ini kayak siapa aja."Asya hanya terseyum kikuk. Tatapannya beralih menatap Abuya, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak bisa tersampaikan.
Abuya yang merasa ditatap pun mendongakkan kepalanya. Tatapan beliau langsung terfokus pada Asya yang masih setis menatapnya. Buya tersenyum.
"Zahra? Kenapa, nduk?" tanya beliau.
Asya hanya tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya. Matanya berkaca-kaca, mendongakkan kepalanya, guna menghalang air mata yang akan jatuh. Entah kenapa, sejak kejadian beberapa hari lalu, dimana Abi memberitahu tentang 'mereka' Ia menjadi lebih sensitif, dan sedikit cengeng?
Tak lama setelah itu, adzan Isya' berkumandang. Mereka langsung bersiap untuk melaksanakan sholat Isya' berjamaah. Setelah melaksanakan sholat berjama'ah, Asya membantu Umi Fatimah untuk menyiapkan makan malam bersama ning Kinar.
"Umi," panggil Asya.
Umi Fatimah yang sedang memotong sayuran pun menatap Asya sekilas.
"Ada apa, nduk?""Asya mau izin keluar pondok sebentar," kata Asya sedikit takut.
"Loh? Mau kemana? Ini sudah malam loh," tanya Umi. Bukan apa, pasalnya Asya termasuk salah satu santriwati yang taat akan aturan pesantren. Dan, baru kali ini Ia meminta izin untuk keluar malam.
Asya mengerucutkan bibirnya. Ia meletakkan pisau yang tadi Ia pakai untuk memotong bawang juga cabai.
"Asya kepengen ice cream sama telur gulungnya Neng Citra, umi,"
Ning Kinar yang mendengar itu langsung berbalik badan. "Kinar juga pengenn umiii!"
Umi terkekeh melihat putri dan santriwatinya. Beliau menaruh sayuran yang dipotong di wastafel, lalu membalikkan badannya. Menatap dua gadis yang cantiknya masyaAllah. Tangan beliau terangkat untuk mengusap kepala Ning Kinar dan Asya.
"Suruh beliin mas mu saja, ya, ning? Ini sudah malam loh," tawar Umi.
Bahu Asya seketika merosot. Selain ingin ice cream dan telur gulung, Ia juga ingin merasakan udara malam diluar area pondok. Penasaran, saja.
"Umi.." rengek ning Kinar.
Umi Fatimah menghela napasnya pelan. "Yasudah, tapi nanti, setelah Abi berangkat. Terus, ditemani gus Afzal juga, ya? Antisipasi jika terjadi hal yang tidak diinginkan." final Umi.
Kedua gadis itu mrmekik senang. Sedetik kemudian, memeluk Umi dan mencium punggung tangan juga telapak tangan beliau.
***
Setelah makan malam, Asya, ning Kinar, gus Afzal dan Abuya menunggu Abi juga Umi yang sedang berada di kamar. Mempersiapkan barang yang akan dibawa Abi nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL!
Teen Fiction"Saya hanya gadis biasa yang gemar menulis, gus. Jadi, maaf jika saya hanya bisa mengabadikan sosok gus Afzal dalam sebuah tulisan." *** Nazillasya Az-Zahra. gadis biasa yang sangat suka dengan sastra. gadis dengan banyak rahasia dibalik senyumnya...