18. Berubah, Bukti, dan Fahri

5.9K 540 91
                                    

Rabu, 8 Maret 2022. Sudah satu minggu lamanya sejak kejadian hari itu. Keadaan dan suasana masih sama. Gus Afzal dan Asya yang belum saling bertegur sapa, Ustadzah Bila dan Asya yang malah menjadi seperti bermusuhan, dan Maureen yang terus menganggu Asya.

Asya yang sebelumnya ceria, murah senyum dan ramah kepada semua orang, kini menjadi Asya yang pendiam, cuek, dan tidak peduli dengan sekitar. Kecuali, dengan orang terdekatnya.

Seperti Umi Fatimah, Abuya, dan para sahabatnya. Asya yang sering manja dengan Abuya juga kini sudah berubah. Menjadi Asya yang bahkan, hampir tidak pernah bersentuhan dengan Abuya.

Di Madrasah Diniyah 2, Asya duduk sembari membaca kitabnya. Di depan sana, Gus Afzal sedang menjelaskan tentang Ilmu yang tidak diamalkan.

"Jadi, pada pertemuan kemarin, dalam kitab اليّها الولد tadi, Ilmu yang tidak diamalkan dan menjadi Ilmu yang tidak bermanfaat dicontohkan dengan seorang lelaki yang berada di tengah hutan, yang memiliki 10 pedang India."

"Laki-laki itu pemberani dan ahli perang, kemudian di tengah hutan itu ada harimau yang besar, bertaring, juga menyeramkan. Pedang itu akan menolong si laki-laki jika digunakan. Tetapi, laki-laki itu memilih untuk tidak menggunakannya."

"Perumpamaan atau contoh yang kedua, ada yang masih ingat?" tanya Gus Afzal kepada seluruh santri Diniyah 2.

Beliau melirik Asya yang sibuk sendiri, tidak ada niatan untuk menjawab. Sebelumnya, gadis itu adalah gadis paling aktif di Diniyah. Tapi sekarang, tidak se aktif itu.

Asya, Ia menuliskan jawaban dari pertanyaan Gus Afzal, lalu memberikannya kepada Zia yang ada di sebelahnya. Menyuruh gadis itu menjawabnya.

"Contoh yang kedua, seorang laki-laki yang belajar beribu ilmu atau ngaji berbagai kitab, tapi tidak di praktikkan."

"Contoh ketiga, Seorang lelaki yang sedang sakit demam atau sakit kuning, tapi tidak mau meminum obat." jawab Fauzia.

"Inti dari bab ini?" tanya Gus Afzal lagi. Beliau, mencoba untuk memancing Asya agar mau menjawab pertanyaannya.

"Jangan sampai kita memiliki ilmu, tapi tidak di amalkan. Sekecil apapun ilmu yang kita dapat, akan bermanfaat jika diamalkan. Dan sebesar apapun ilmu yang kita dapat, tidak akan bermanfaat jika tidak di amalkan. Baik di dunia maupun di akhirat nanti." jawab Mawar.

"Baik. Sampai sini ada pertanyaan?"

Salah seorang santriwati mengangkat tangannya. "Ya, silahkan."

"Afwan, Gus. Dari contoh pertama hingga ketiga, yang menjadi contoh itu رجل apa berarti diwajibkan untuk seorang laki-laki saja?" tanyanya.

"Baik. Ada yang bisa menjawab?"

"Iya gus, kenapa ga di perumpamakan perempuan juga?"

"Itu hanya contoh. Karena yang dijadikan contoh رجل atau laki-laki, bukan berarti perempuan tidak termasuk kedalamnya. Kalian tau kalau mengamalkan ilmu itu harus untuk yang mendapatkan--"

"--tidak hanya untuk laki-laki. Tapi untuk perempuan juga. Kenapa bertanya lagi? Bukannya sudah jelas?" jawab Asya dengan tatapan datarnya.

Entah kenapa, Gus Afzal tersenyum melihat itu. "Begini, itukan hanya perumpamaan. Jadi, tidak usah terlalu dipermasalahkan. Kalau diwajibkan untuk laki-laki saja, berarti ilmu yang di dapat perempuan tidak bermanfaat. Jadi, sama saja."

"Ada yang ingin bertanya lagi?"

"Gus, kalau orang yang dapat ilmu ga mau ngamalin gimana?"

"Ya, percuma ilmunya. Tidak akan bermafaat. Ibaratnya, orang menanam pohon, pohonnya tumbuh besar, tapi tidak berbuah." jawab Gus Afzal.

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang