Ruang keamanan, lagi. Asya duduk, tepat di depan gus Afzal, ustadz Rizal, ustadz Fahri, ustadzah Abel, dan ustadzah Bila. Ia menundukkan kepalanya dalam. Masih berusaha menenangkan diri agar tidak kehilangan kontrol emosinya nanti.
"Asy--"
"Bukan Asya ustadzah, bukan Asya," lirih Asya.
"Tapi ta--"
"Maureen sendiri yang ngelakuin itu, Asya sama sekali belum nyentuh dia,"
"Siapa yang mengajari kamu memotong pembicaraan orang lain, Nazillasya?" tanya gus Afzal dengan tatapan tajamnya.
"Tapi memang bukan Asya,"
"Maureen terluka persis setelah kamu menurunkan tangan kamu, Sya," timpal ustadzah Bila.
"Tapi bukan Asya, ustadzah,"
"Afwan ustadzah, gus, apa hanya karena Maureen saat kejadian bersama Asya, lalu bisa di simpulkan bahwa memang Asya yang melakukan?" tanya Ustadz Fahri.
"Kenapa tidak ber-tabayyun terlebih dahulu? Pada saat kejadian juga banyak saksi yang melihat kan?"
"Mengapa tidak bertanya terlebih dahulu?"
Gus Afzal menatap Ustadz Fahri dengan tatapan datarnya. "Sudah jelas."
"Apanya yang sudah jelas, Gus?"
"Bisa saja benar kata Asya, bahwa Maureen terluka karnanya bukan karena di labrak apalagi sampai di bully Asya."
"Lagian jika memang benar Asya membully alasannya apa coba? Kita jelas tau bagaimana karakter Asya."
"Asya mondok di sini juga ga baru sebulan dua bulan. Kenapa susah banget percayanya?"
"Sedangkan Maureen yang baru tiga-lima bulan di sini, yang belum tau jelas bagaimana karakternya, kenapa gampang banget dipercaya?" cecar ustadz Rizal.
Gus Afzal diam. Beliau menatap tajam Ustadz Rizal. "Kenapa anda sebegitunya membela Asya, ustadz?"
"Karena saya percaya, bahwa Asya tidak bersalah."
Gus Afzal tersenyum sinis. "Bukan karna anda menyukainya?"
"Kenapa malah membawa masalah hati?" heran Ustadz Fahri.
Keduanya diam. Saling menatap tajam satu sama lain. Membuat suasana ruang keamanan semakin panas.
"Saya juga setuju dengan ustadz Rizal. Hanya karena ditempat kejadian ada Asya dan Maureen, bukan berarti Asya yang melukai Maureen."
"Maureen, bisa terluka karna dirinya sendiri. Kita juga tau bahwa ada banyak manusia yang begitu ceroboh dengan dirinya sendiri, kan?"
Gus Afzal diam. Beliau merasa terpojokkan sekarang. Sedangkan Asya? Gadis manis itu menunduk. Air matanya sudah mengalir entah sejak kapan. Ia berusaha untuk terus mengontrol emosinya. Tapi ustadz Rizal dan gus Afzal seolah terus memancingnya.
"Asya, benar kamu tidak membully Maureen?" tanya ustadzah Abel yang sedari tadi diam.
Asya menggelengkan kepalanya. "Wallahi ustadzah, Asya sama sekali tidak pernah membully Maureen."
"Tapi kenapa kemarin dia lapor kalau kamu membullynya? Bahkan, dia memperlihatkan memar bekas pukulan di pipinya." timpal Ustadzah Bila.
"Asya ga tau,"
"Apa buktinya jika kamu benar-benar tidak membully Maureen?" tanya Gus Afzal.
Asya diam. Ia belum memiliki bukti apapun, untuk membuktikan bahwa dirinya memang tidak membully Maureen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL!
Novela Juvenil"Saya hanya gadis biasa yang gemar menulis, gus. Jadi, maaf jika saya hanya bisa mengabadikan sosok gus Afzal dalam sebuah tulisan." *** Nazillasya Az-Zahra. gadis biasa yang sangat suka dengan sastra. gadis dengan banyak rahasia dibalik senyumnya...