Maju, mundur, maju, mundur, mundur terus maju lagi. Jalan, berhenti, jalan lagi, berhenti lagi. Itulah yang dilakukan Asya sejak 5 menit yang lalu.
Zia yang melihat itu berdecak kesal.
"Sya, kamu ini mau setoran takziran atau mau maju mundur syantik kaya Syahrini?""Aku takut, Zi." cicitnya.
Fauzia menganga, takut? Sejak kapan sahabatnya ini takut dengan Gus Afzal?
"Biasanya juga berantem mulu. Tumben-tumbenan takut."Asya menatap Zia dengan tatapan melasnya. "Ini beda, Zi,"
"Ini masalah takziran, Zi, baru aja aku balik, udah di tagih takziran aja. Mana haditsnya aku belum hafal lagi."
Zia menggigit pipi bagian dalamnya. Menahan diri agar tidak menertawakan Asya. "Makanya, kalau dapat takziran itu langsung dikerjain, Sya. Jangan nunda-nunda, makin banyak kan jadinya."
"HEH! ASAL KAMU TAUUUU!"
"Takziran aku tuh sebenernya cuma duaaa! Tapi gara gara waktu di ndalem aku nego, malah jadi ditambahin."
"Makanya, jangan suka nego-negoan soal takziran, Zila sayang,"
"Ya gi--"
"Saya menyuruhmu untuk menemui saya di pendopo setelah sholat dzuhur."
"Sholat dzuhur selesai tepat pukul 12.00, dan sekarang sudah pukul 12.30. lebih dari 20 menit saya menunggu kamu, tapi kamu tidak datang juga. Sekarang, malah asik mengobrol disini?"
"20 menit saya terbuang sia-sia, Zila."
Asya memejamkan matanya. Zia, menahan tawa melihat ekspresi Asya saat tau bahwa yang baru saja berbicara, itu Gus Afzal. Gus galak-nya.
"Afwan, Gus,"
"Sebenernya tuh Asya uda sampai sejak 25 menit yang lalu, tapiiii--"
"--Asyanya maju, mundur, jalan, berhenti, mulu, Gus. Katanya takut sama Gus Afzal."
Gus Afzal menaikkan sebelah alisnya, "Saya bukan monster, kenapa kamu takut, Zil?"
Zia cekikikan. "Tuh, Zil, Gus Afzal bukan monster. Kenapa kamu takut?"
Sebelah tangan Asya mencubit punggung tangan Zia. Matanya menatap Zia sinis.
"Diem kamu, Zi. Jangan jadi profokator!" gumamnya pelan."Mau mengerjakan takziran di sini sembari berdiri, atau di pendopo?" tanya Gus Afzal.
"Karna udah ketemu Gus disini, jadi sekalian di sini aja, ya," sahut Asya.
Gus Afzal menganggukkan kepalanya. "Yasudah di pendopo saja."
Zia yang mendengar itu melirik malas Gus Afzal. "Kalau akhirnya di pendopo, gunanya jawaban kamu apa, Sya?"
Asya tersenyum paksa. "Entahlah, Zi. Manusia zaman sekarang emang rada-rada,"
"Tanya langsung aja sama yang bertanyaa."
Zia balik menatap Gus Afzal, "Sekedar bertanya. Hanya untuk menghargai keberadaan, Asya, Zi."
"Terus kenapa ga nanya Zia, Gus? Gus nggak menghargai keberadaan Zia dong kalau gitu,"
"Kamu ssma Asya sudah sepaket. Jawaban Asya juga jawaban kamu. Jadi, saya tidak perlu repot mengulang pertanyaan." jawab Gus Afzal.
Zia dan Asya bertatapan. "Berarti kalau ujian aku boleh nyontek kamu, Sya. Kan, jawaban Asya jawaban Zia juga. Ya kan Gus?"
Gus Afzal mengangguk. "Silakan. Tapi setelahnya takziran dua kali lipa siap menanti kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL!
Teen Fiction"Saya hanya gadis biasa yang gemar menulis, gus. Jadi, maaf jika saya hanya bisa mengabadikan sosok gus Afzal dalam sebuah tulisan." *** Nazillasya Az-Zahra. gadis biasa yang sangat suka dengan sastra. gadis dengan banyak rahasia dibalik senyumnya...