13. Rumah Sakit, 18.50

5.5K 463 18
                                    

Sudah sekitar 3 jam lamanya, Asya belum juga sadar. Mata gadis itu masih setia terpejam. Umi Fatimah menatap khawatir santriwati yang sudah dianggapnya sebagai putrinya itu.

"Gus, gimana to? Kok bisa sampai pingsan seperti ini?" tanya Umi.

Gus Afzal menatap Uminya. "Sepertinya Zizil sedang banyak pikiran, Umi. Soalnya Afzal perhatiin dari tadi Zizil banyak melamun. Terus juga pucat banget."

"Selesai sholat, bagian santriwati tiba-tiba ramai. Berisik banget. Katanya, ada santriwati yang pingsan. Waktu Afzal lihat, ternyata Zizil,"

"Karna panik, Afzal langsung gendong Zizil, Umi," kata Gus Afzal sembari menatap Umi.

Umi dibuat tertawa oleh putranya. Mata gus Afzak terlihat berkaca-kaca. Beliau menepuk pundak putranya.

"Gapapa, Gus. Kan keadaannya genting. Tapi lain kali, jangan, ya. Bukan mahram kamu."

Gus Afzal mengangguk. "Calon mahram, Umi,"

Plakk!

"Astaghfirullah, sakit umi!"

"Gayanya bilang calon mahram, Umi, di suruh ngehalalin ga berani. Cowok bukan, Gus?" bukan, itu bukan suara Umi.

Melainkan, suara Abuya yang baru memasuki ruangan. Beliau, sehabis pergi ke kantin untuk membeli minum.

"Buya..."

"Apa? Benar kan? Suka sih suka, tapi kalau disuruh khitbah, bilangnya, nanti dulu, buya, Afzal belum berani. Apa banget,"

"Astaghfirullah,"

"Kenapa? Be--"

"Enggh.." ucapan Abuya terpotong karna mendengar suara lenguhan.

Atensi mereka langsung terfokuskan kepada seorang gadis yang berada diatas brankar. Perlahan, mata indahnya terbuka. Umi langsung menghampiri Asya.

Nuansa putih, dan bau obat. Sudah dapat Asya pastikan, bahwa Ia, sedang berada di dalam satu ruangan di sebuah rumah sakit.

"Ra? Apa yang sakit, nduk?"

Asya tersenyum tipis, "Asya gapapa, Umi,"

Umi mendengus mendengar jawaban Asya.
"Gapapa gimana?! Orang kamu pingsan gitu!" Asya hanya tertawa ringan.

"Zahra beneran sudah membaik?" tanya Abuya.

Asya mengangguk sopan. "Bener, Buya,"

"Yasudah, Abuya ada Kajian, Buya tinggal gapapa?" Asya tersenyum tipis. Lalu menggeleng.

"Gapap, Buya. Lagian juga ada Umi kok,"

"Yasudah, Abuya pamit, Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam."

Umi menarik kursi, lalu duduk di samping brankar Asya. Sedangkan Gus Afzal, masih setia di tempatnya. Berdiri, dibelakang Umi.

Melihat Asya melamun, dahi Umi mengerut. Apa yang sedang di pikirkan Asya? pikir beliau.

"Zahra?" panggil Umi.

Asya tersentak kaget, lalu tersenyum, "Na'am, Umi?"

"Lagi mikirin apa, nduk?"

"Asya ga mikirin apa-apa kok, Umi,"

Bohong!
Nyatanya, sekarang pikirannya kembali kepada kalimat-kalimat mengenai gus Afzal dan Ustadzah Bila. Ia, sudah berusaha untuk tidak memikirkan itu. Tapi, nihil. Kalimat-kalimat itu terus bersarang di kepalanya. Membuatnya pusing sendiri. Ditambah, tadi Fauzia sempat bilang bahwa gus Afzal dan Ustadzah Bila dekat.

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang