21. Sim Salabim Jadi Apa Prok³

6.1K 552 101
                                    

Hari ini, santriwan-sanfriwati PonPes As-Syifa' sedang disibukkan oleh berbagai kegiatan kebersihan dan persiapan untuk menyambut kepulangan Abi Arifin dari Kairo bulan lalu.

Semalam, Umi dan Abuya mendapat kabar  bahwa besok, Abi akan kembali ke tanah air. Abuya langsung menggerakkan seluruh santrinya untuk menyambut kepulangan Abi Arifin.

Kini, Asya tengah berkeliling aula. Gadis itu terlihat sangat sibuk, karna memang dirinya yang di pasrahi untuk mengatur segala macam hiasan oleh Abuya.

"Mbak Asya." panggil salah satu dari mereka, Vina.

"Iya, kenapa?"

"Bagian depan masih kosong, aku udah gaada ide,"

Asya tersenyum. "Bagian mana?"

"Depan pintu, terus samping-sampingnya juga belum,"

"Kamu punya kain batik gak?" tanya Asya.

"Jarik?"

"Iya, apa aja yang penting batik. Ada?"

"Ada, mbak."

"Nah, nanti kainnya kmu taruh di bagian tengah pintu terus di tarik ke samping bawah. Tapi jangan sampai lurus, biarin melengkung sedikit."

"Berarti pakai dua kain, mbak?"

"Yap. Bener. Paham kan maksud Asya?" tanya Asya dan Vina menganggukkan kepalanya.

"Yaudah kalau gitu aku duluan mbak, mau cari kain. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam,"

Asya kembali berkeliling, kali ini Ia ditemani Zia. Mereka berjalan kearah gerbang. Seketika mata Asya membola kala melihat sesuatu yang tergantung di pagar dekat gerbang.

"Astaghfirullah, Kang, itu kenapa popok bayi di gantung gitu? Mana di samping gerbang lagi," heran Asya setelah sampai di gerbang.

Bagaimana tidak, popok bayi, di bentuk bunga, lalu di gantung, di pagar tembok samping pintung gerbang pesantren. Popok bayi :)

"Gimana mbak? Cantikkan? Iya dong, bikinan Rohman."

Masih inget Rohman? Harusnya masih. Kalau gak inget nanti Rohman nangis!

Fauzia tertawa melihat popok bayi berwarna pink yang tergantung itu. Asya memijat pangkal hidungnya. Ia ingin tertawa, tapi, ah sudahlah. "Ya, gak harus popok juga, kan, Man?"

"Bisa pakai yang lain, yang lebih pantes kalau dilihat Abi, sama masyarakat,"

Rohman menggaruk hidungnya yang tidak gatal. Ia sudah kehabisan ide. Bingung mau di apakan lagi pondok ini supaya indah dan keren.

"Ya terus mau di kasih apa mbak? Yang sekiranya kalau di lihat itu waw dan keren gitu." tanya Deon.

"Popok itu tadi udah waw dan keren padahal. Kreatif juga." timpal Rohman.

Asya menggelengkan kepalanya. Tak heran dengan tingkah Rohman yang sangat.... Ajaib.

"Mbak tau kamu kreatif. Tapi ya, tolong jangan terlalu kreatif gitu lo. Kasian yang ngelihat."

Rohman mengerucutkan bibirnya, membuat Deon langsung meledakkan tawanya.

"Itu popok siapa, Man?" tanya Zia yang masih tertawa.

"Gatau, mbak. Tadi Oman nemu di lemarinya Dika."

"Ya Allah, Man. Dika tau kamu ambil popoknya?" tanya Zia yang mendapat gelengan dari Rohman.

"Kalau dia marah gimana?"

"Bodoamat. Lagian juga dia udah besar. Gak mungkin masih pakai popok, 'kan?"

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang