#27

4.2K 439 26
                                    

"Kau tidak ingin melepas Jaemin?"

"Apa maksudmu hyung?"

Taeyong menerawang jauh ke depan. Saat ini dirinya dan Renjun sedang berada di halaman belakang mansion keluarga Kim.

Tadi setelah mendengar percakapan yang sangat mengejutkan itu, Taeyong dan Doyoung memutuskan untuk pergi dan menunggu di ruang tamu.

Taeyong meminta pelayan memanggil Jaemin dan Renjun seakan mereka baru datang dan begitu kedua nya datang, Taeyong langsung meminta bicara berdua dengan Renjun.

"Renjun ah semua ini tidak akan rumit jika dari awal kau tegas menolak Jaemin dan meninggalkannya."

Renjun hanya diam tak menjawab.

"Aku tau kau orang baik, aku juga yakin kau pasti bisa menebak siapa ayah bayi yang sedang Jaemin kandung."

Ucapan itu membuat Renjun menoleh terkejut. Matanya menyipit melihat Taeyong yang tidak bergeming.

"Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian tadi." Jelas Taeyong.

"Jangan katakan pada siapapun." Cicit Renjun sembari memainkan jemari di pangkuannya.

"Renjun ah, kau tega memisahkan anak itu dengan ayahnya?"

Kali ini Taeyong mengatakan hal itu sembari menatap lekat Renjun.

"Aku hanya terlalu mencintainya hyung, bayi itu, aku bisa menjadi ayahnya. Aku tidak ingin melepas Jaemin."

Taeyong kembali menghela nafas gusar. Ternyata ia dikelilingi orang keras kepala.

Jika seperti ini ia benar-benar merasa kasihan dengan Jeno. Semua orang tau jika Jeno masih tetap menunggu Jaemin 'dikembalikan' kepadanya.

Awalnya Taeyong sangat tidak mengerti jalan pikiran Jeno. Kenapa pemuda itu tak mau bicara dengan Jaemin dan mencoba meyakinkan pemuda itu. Namun dari cerita pemuda sipit itu tadi pagi, Taeyong sadar Jaemin bukanlah orang yang mudah dan Jeno tak ingin menambah beban si manis. Jadi harapan satu-satunya mereka hanyalah Renjun, dan ternyata Renjun sama saja.

---

Beberapa hari berlalu, berita mengenai Jaemin juga sudah hilang entah kemana. Bahkan tidak ada satupun cuitan yang membahas si manis. Entah apa yang sudah dilakukan tuan Kim.

Berita kehamilan Jaemin menyebar ke semua member NCT setelah tadi pagi Renjun mengumumkan hal itu di grup. Semua orang tentu sangat terkejut. Terutama Jeno yang sejak mendengar hal itu langsung pergi entah ke mana, meninggalkan member NCT Dream yang masih latihan.

Jeno melajukan mobilnya dengan cepat membelah jalanan kota Seoul yang saat itu terlihat lenggang. Hanya satu tempat yang ia pikirkan saat ini untuk meredam semua amarah dalam dirinya.

Mobil Jeno berbelok di sebuah bangunan apartemen mewah. Pemuda itu memarkirkan mobilnya di baseman dengan lihai kemudian kepalanya celingukan, mencari sesuatu dan tersenyum simpul saat melihat satu mobil yang begitu ia kenal.

Dengan langkah lebar, Jeno masuk ke dalam bangunan. Menekan lantai paling atas saat berada di dalam lift. Kemudian masuk ke satu-satunya pintu unit yang ada di lantai itu.

Jeno melepas sepatunya dengan cepat, menggantinya dengan sandal rumahan sebelum berjalan cepat ke salah satu pintu yang berada di dalam unit itu.

Senyumnya kembali mengembang, pemuda itu naik ke atas kasur. Masuk kedalam selimut dan memeluk erat tubuh seseorang di dalamnya.

Ia bisa merasakan jika tubuh itu sedikit menegang. Jeno dengan telaten mengusap lembut surai halus pemuda di hadapannya agar tenang.

"Dari mana kau tahu aku disini?" Suara serak itu terdengar di penjuru kamar.

"Aku selalu tau kau dimana, Na."

Salah satu rahasia yang Jaemin dan Jeno simpan adalah penthouse yang mereka tempati saat ini. Keduanya diam-diam membeli penthouse itu beberapa tahun yang lalu untuk mereka singgahi jika ingin menghabiskan waktu berdua.

Dulu saat mereka masih bersahabat, mereka sering menghabiskan waktu bermain game dan menonton film di penthouse jika sedang tidak ada kerjaan.

Penthouse ini adalah saksi percintaan pertama mereka. Sebenarnya setelah Jeno menyatakan cintanya waktu itu, mereka sering menghabiskan waktu di penthouse ini tanpa memiliki hubungan yang jelas, namun keduanya sama-sama menikmati.

Lalu, karena penculikan waktu itu dan masalah Renjun, mereka tidak pernah lagi bertemu. Jeno tau, Jaemin masih sering datang ke penthouse karena si manis memang selalu datang jika suasana hatinya buruk. Namun Jeno tak berniat menyusul. Selain ia masih tidak mau bertemu dengan si manis ia juga tidak mau menambah beban Jaemin jika bertemu dengannya.

"Berapa usianya?" Tanya Jeno, saat ini tangan besarnya sudah mengusap lembut perut Jaemin.

"Empat bulan." Ucap Jaemin tanpa mau mengelak usapan tangan Jeno di perut nya. Entah kenapa rasanya sangat nyaman.

Keduanya kembali tenggelam dalam kesunyian dengan Jeno yang masih setia mengusap perut si manis, merasa takjub dengan tonjolan kecil yang ia rasakan.

"Jeno ya, maafkan aku." Suara Jaemin kembali terdengar. Sedangkan Jeno tetap diam, memberi si manis kesempatan untuk berbicara.

"Maaf karena aku egois, maaf karena tidak memikirkan perasaanmu, maaf untuk semua tingkahku yang menyakitimu."

Jeno dapat merasakan tubuh Jaemin mulai bergetar. Si tampan membalikkan tubuh Jaemin dengan lembut hingga sekarang mereka saling berhadapan. Jeno dapat melihat dengan jelas wajah Jaemin yang sudah memerah dengan lelehan air mata dari mata indahnya.

"Jangan meminta maaf, aku tahu bagaimana sulitnya kau mengambil keputusan ini. Aku tidak masalah, aku akan tetap menunggumu." Ucap Jeno dengan tegas.

"Bagaimana jika aku tidak kembali?" Tanya Jaemin di sela tangisnya.

Jeno terdiam sebentar, memandang langit-langit kamar mereka yang dipenuhi stiker bintang yang ia pasang atas permintaan Jaemin.

"Maka aku akan puas hanya dengan melihatmu bahagia."

Jaemin merapatkan tubuhnya, mendusal di dada bidang Jeno, tempat ternyaman nya.

"Jangan memikirkan apapun yang bisa menganggu kesehatanmu. Ingat kau sedang hamil. Aku tahu saat ini Renjun lebih membutuhkanmu dari pada aku."

Tak ada jawaban, hanya isakan si manis yang terdengar di kamar yang sunyi itu.

"Jeno ya, aku mengingat semuanya."

"Huh?" Jeno melonggarkan pelukannya, menatap wajah Jaemin dengan seksama.

"Aku mengingat masa kecil kita, saat penculikan itu ingatanku kembali."

Jeno tidak bergeming, masih terlalu terkejut dengan ungkapan Jaemin.

"Maaf karena melupakanmu."

Jaemin menempelkan bibirnya ke bibir Jeno setelah mengatakan hal itu. Dikecapnya rasa manis dari bibir yang sedikit kering itu. Jeno yang telah tersadar dari lamunannya mulai membalas ciuman Jaemin. Saling melumat dengan lembut, menyalurkan segala kegundahan yang ada di hati.

Tangan Jeno yang sedari tadi masih bertengger di pinggang si manis mulai bergerak, mengusap lembut punggung Jaemin di balik kaosnya.

Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi menuntut. Lidah mereka sudah berbelit mencari kepuasan masing-masing.

Jeno melepaskan ciuman mereka setelah Jaemin memukul pelan dadanya. Mereka sama-sama tersenyum dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari mata keduanya. 

---

TBC

Guys Jaemin di book ini emang keras kepala banget tapi dia punya alasannya sendiri kenapa dia kayak gtu. Salahnya, Jaemin itu orang yang tertutup banget makanya banyak yang ga bisa memahami dia. Dan kenapa Jeno nggak memperjuangkan Jaemin karena Jeno faham banget gimana Jaemin dan dia menghargai segala keputusan Jaemin karena dia yakin Jaemin udah mikirin itu baik-baik. Ya agak bodoh si sebenernya tapi gtu lah pokoknya guys.

The Young Master and His Guard [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang