05. Rida Allah atau Manusia

2.6K 166 1
                                    

“Jika hidupmu terus bernaung di bawah kendali mulut orang lain. Maka kamu akan berenang pada genangan ludahnya saja.”

-Ketika Hati Berkiblat-

“Kenapa tadi datangnya tiba-tiba kayak jelangkung?”

Azhar bangkit usai melipat sajadah miliknya kemudian menghadap penuh pada Kaif yang kini berdiri seraya bersandar pada tiang masjid. Mereka baru saja selesai melaksanakan salat Isya berjama'ah dan setelahnya akan pulang.

Kaif sudah biasa menunggu sang teman untuk pulang bersama, tetapi kali ini suatu persoalan mesti dia tuntaskan dengan Azhar.

“Tadi aku sudah ngucap salam, Kaf. Apanya yang kayak jelangkung? Ada-ada saja!” tuturnya terkekeh.

Kaif mengerjap beberapa kali, ia masih tak yakin dengan temannya ini.

“Aku sedang membicarakan hal penting dengan pamanku tadi,” ujar Kaif lagi.

“Iya, aku tahu.”

“Kamu dengar?” tanya Kaif penuh selidik.

Azhar tak menjawab langsung. Ia beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar dari masjid itu, sementara Kaif mengekori dan menyamai langkah Azhar sampai keduanya tiba di teras masjid.

Raut Azhar berubah drastis begitu Kaif menegurnya demikian, membuat Kaif semakin penasaran dengan Azhar yang entah mendengar pembicaraan tersebut atau tidak.

“Zhar!”

Azhar berhenti tatkala lengannya ditarik Kaif, keduanya tiba di luar pagar masjid. Melirik ke sana-kemari memastikan tak akan ada yang mencurigai keduanya.

“Kenapa, sih, Kaf? Panik banget mukamu!”

“Kamu jawab aku dulu. Kamu dengar pembicaraan tadi?”

Terdiam sejenak, Azhar baru menjawab, “Iya. Aku dengar.”

Kaif tertegun. “Semuanya?”

“Iya, semuanya.” Jawabannya singkat. Namun, sudah pasti berhasil membuat lelaki di hadapannya ini tertegun untuk kedua kalinya. Kaif bahkan tidak berkutik lagi.

“Ada apa, Kaf? Kenapa tegang begitu?” Sejenak terdiam, Azhar akhirnya kembali menegur.

“Bukan aku yang mau, Zhar,” tuturnya.

“Lalu, kenapa? Sudah terjadi, kan? Ya sudah, tinggal dijalani saja,” balas Azhar membuat Kaif menatapnya tak percaya.

Azhar tahu reaksinya yang begitu santai membuat temannya keheranan, Azhar hanya berlaku sewajarnya saja. Tidak punya hak untuk mengomentari meski ada ragam pertanyaan yang berputar di kepala tentang apa yang didengarnya tadi.

“Jadi, namanya Naima?” Azhar kembali membuka percakapan saat keduanya tiba di kedai kopi. Beristirahat sejenak usai menempuh perjalanan dari masjid tadi.

Kaif yang baru saja mengambil tempat duduk tak langsung merespons pertanyaan Azhar, dia tertekuk dengan mulut yang sibuk mengunyah kripik pisang dari toples di hadapannya.

Dihiraukannya sang teman, Azhar pun mengangkat tangannya sembari berkata, “Pak, kopinya satu!”

“Okey!” balas lelaki berkumis lebat itu padanya.

Kembali kepada Kaif, Azhar melontarkan pertanyaan yang sama, “Di mana kamu mengenal Naima?”

“Kamu percaya aku mengenalnya lewat foto?” Kaif malah melempar pertanyaan balik.

Ketika Hati Berkiblat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang