51. Janji 2

1.1K 116 7
                                    

Ringisan terdengar seiring gerak Kaif yang semakin tak terkendalikan memicu tatapan sengit dari Ruhi yang kini duduk di hadapan mengompres beberapa lebam di pipinya.

Ruhi telanjur kesal usai mendengar keterlibatan Kaif dengan Anang dari Farisi, menimbulkan kericuhan di jalan raya karena pertikaian yang tak ada habisnya. Untungnya Gina dan Zara mengerti akan situasi yang terjadi hingga mereka segera berpamit pergi, membuka ruang untuk Kaif diinterogasi.

“Pelanan, Sayang,” protes Kaif lembut. Ujungnya Kaif tutup mulut begitu tatapan istrinya menghunus bak pedang baru diasah.

“Kamu manusia atau bukan sih? Kenapa nggak pernah ngerti padahal sudah sering kali dibilangin? Kamu nggak nganggap aku ada atau gimana?” celetuk Ruhi malah mendapat kecupan singkat di bibirnya, sontak membuat Ruhi terperangah.

“Kaif!” tegur Ruhi.

Lagi, Ruhi tertegun begitu Kaif mengulangi perbuatannya.

“Kalau masih ngomel aku cium lagi,” ucapnya membuat Ruhi bungkam mengulum bibir rapat-rapat.

Ekspresinya membuat Kaif semakin gemas saja, dia mengusap kepala istrinya penuh sayang.

“Aku minta maaf, oke?”

Ruhi mengembus napas berat. “Kamu nggak pernah mau dengarin aku.”

“Makanya aku minta maaf,” balas Kaif.

“Maaf doang?”

“Kamu mau apa?” tanya Kaif terulur menyentuh perut rata istrinya yang tertutupi gamis dan mengusapnya lembut.

“Emm, nggak mau apa-apa sih, cuma boleh nggak kita ke tempat yang waktu itu?” pinta Ruhi berubah menatapnya binar.

Alis Kaif terangkat satu. “Tempat yang mana?”

Ruhi mendekat lalu berbisik di sebelah telinga Kaif. “Tempat yang kamu sebut surga.”

Seulas senyum tersungging indah di bibir Kaif mendengar permintaan Ruhi membuatnya bersemangat, bisa dikatakan ini adalah permintaan pertama Ruhi saat mengandung? Istilahnya ngidam? Maka sudah pasti Kaif berusaha sebisa mungkin memenuhinya.

Sore menjadi pilihan waktu yang tepat mengajak Ruhi jalan, tak ada yang ingin perempuan itu beli meski Kaif menawarkan, dia hanya ingin ke pantai─surga waktu itu yang dimaksudkan.

Tiba di sana, Ruhi menerjang ombak di pesisir membiarkan air tersebut menyapu bebas kaki hingga ujung gamisnya basah. Berbeda dengan Kaif yang setia memantaunya dari seberang. Senyuman itu tak pernah sirna menghiasi wajah, dia gembira melihat sang empu bahagia.

“Ru, coba berdiri di situ, biar aku fotoin!” titah Kaif mengeluarkan gawainya, menekan aplikasi berlogo K itu dan memotret beberapa gaya istrinya.

“Bagus, nggak?” tanya Ruhi hanya diacungi jempol oleh Kaif.

Setelahnya, Kaif ikut bergabung bermain dan menjaili istrinya di sana. Sesekali Ruhi merajuk karena kesenangannya diganggu Kaif, sementara Kaif tak kehabisan akal membujuknya. Mereka tampak bersenang-senang menikmati indahnya hubungan yang hampir sempurna dengan kehadiran buah hati.

“Gimana? Seru mainnya?” tanya Kaif merangkulnya mesra.

Ruhi terkekeh. “Seru.”

“Mau lanjut?” tawar Kaif.

Ruhi menggeleng. “Aku capek.”

“Ya sudah, sini duduk!” ajak Kaif mengajaknya sejenak istirahat di pesisir pantai.

Air semakin naik, bersamaan dengan terbenamnya matahari yang semburat indahnya dapat mereka saksikan dengan jelas. Di tengah gemuruh ombak terdengar embusan napas Ruhi disusul geraknya menyandarkan kepala di pundak Kaif.

MasyaaAllah, ini indah banget, Kaf,” tuturnya.

Kaif tersenyum tipis. “Aku senang kamu suka.”

“Ingin rasanya lebih lama kayak gini,” ucap Ruhi memandang lurus ke depan.

“Bisa kita ulangi lagi di lain waktu,” sahut Kaif.

“Kapan? Besok, kan, kamu sudah mau pergi. Aku bakal sendirian di sini,” balasnya.

“Nggak lama, Ru. Cuma beberapa hari doang,”

“Bagiku itu terasa lama, Kaf. Aku maunya kamu selalu bersamaku,” ungkapnya kembali duduk tegak.

Kaif melirik ke arahnya hingga mereka bertemu tatap.

“Ruhi,” sebut Kaif meraih tangan istrinya dan menggenggam erat.

Wajah Ruhi tertunduk dalam menahan isak dalam diam. “Aku nggak mau ditinggal, Kaif.”

“Hei,” tegur Kaif mengangkat wajah itu dengan lembut lalu mengecup kening istrinya tulus.

“Aku cuma sebentar,” bisik Kaif.

“Janji cuma sebentar, kan?” tanya Ruhi.

Kaif mengangguk beberapa kali mengiakan, dia ikut menautkan jari kelingkingnya dengan kelingking Ruhi membuat perempuan itu terkekeh lucu. Ruhi bersandar kembali.

“Kaif, aku cinta kamu,” akunya pelan.

“Kurasa yang lebih mencintaimu itu aku,”  balas Kaif memeluk Ruhi dari samping.

“Seminggu berselang, ke sini lagi, ya?” ajak Ruhi.

“Semoga Allah izinkan,” balas Kaif sesekali mengecup kening sang empu, menyalurkan perasaan kasih sebelum terpisah jarak untuk beberapa hari yang akan datang.

________________

Part untuk Kaif & Ruhi🍩

Ketika Hati Berkiblat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang