Selasa siang Ruhi baru kembali ke kampus, karena memang mata kuliah terjadwal siang ini dan akan selesai sore nanti. Fokusnya tertuju untuk ke kelas bersamaan di pembelokan ruangan dia bertemu Anang di sana. Semula Ruhi mengira lelaki itu memang akan ke kelas dan pertemuan itu hanya secara kebetulan saja. Namun, semakin lama firasat akan diikuti olehnya semakin kuat bagi Ruhi, hingga perjalanan ke kelas ia ubah haluan ke toilet wanita.
“Dia ngikutin aku?” monolognya memastikan.
Setelah merasa situasi aman dan sudah tak diikuti Ruhi akhirnya keluar dari persembunyian, berupaya semaksimal mungkin menetralkan jantungnya yang sudah berdegup tak karuan. Tetapi, belum juga sampai 2 menit berjalan Ruhi kembali berhenti begitu namanya terpanggil dari arah belakang.
“Ruhi, berhenti!”
Jelas tertebak, suara Anang memanggilnya. Ruhi bersikap acuh tetapi tampaknya lelaki itu tak menyerah. Dapat Ruhi dengar langkahnya yang berlari mengejar sampai keduanya menjadi pusat perhatian saat lelaki itu kembali menyahut di seberang.
“Ruhi, kalau kamu nggak mau berhenti kita putus!” seruan Anang berhasil mengundang banyak mata melirik ke arah mereka.
Langkah Ruhi benar-benar berhenti di tempatnya. Dengan tangan terkepal kuat dia berbalik menarik langkah lebar-lebar berdiri menghadap Anang dengan raut garang menatap.
“Serius mereka pacaran?”
“Berita terhot sih ini!”
“Gila. Bisa-bisanya setelah rumornya dan Kaif malah sekarang terbit sama Anang.”
“Hebat sih. Satu untuk semua!”
Lagi, beberapa mahasiswa di sana kembali sumbang suara menanggapi apa yang telah mereka dengar, sebuah kesalahpahaman yang sengaja disebar lelaki tak tahu malu di hadapan.
“Apa?” tanya Anang bersedekap tangan di dada. Benar-benar tak menunjukkan wajah bersalahnya sedikitpun.
Lain dengan Ruhi, dia berusaha tenang meskipun dadanya kembang kempis meladeni makhluk satu ini.
“Tatap sepatumu!” titah Ruhi dengan suara tenang, tak lupa tangannya ikut bersedekap mengikuti gaya Anang.
Kerutan halus tampak di pelipis Anang, menatap perempuan bercadar itu heran. Namun, dengan pasti netranya berpindah menatap sepatunya sendiri.
“Kenapa? Sepatuku bagus?”
Ruhi menyunggingkan senyum getir, lalu menjawab, “Begitu posisimu ketika lantang menyebar fitnah!”
Anang tertegun sejenak. “Bacot!”
Ruhi hanya meliriknya sinis, lalu berbalik akan pergi. Tetapi lagi-lagi di seberang Anang kembali bersuara.
“Dibayar berapa sih sama Kaif sampai mau-mau saja digunain? Sebagus apa bodymu?”
Suara Anang yang menggelegar di sana tentu saja tak lepas menjadi fokus para mahasiswa kebanyakan, mereka terlihat syok mendengar penuturan jijik yang tentunya cukup sulit diterima nalar dari mulut Anang.
Ruhi marah? Sudah pasti. Entah bagaimana bisa lelaki itu tanpa malu berkata demikian. Ingin Ruhi acuh terhadapnya, tetapi begitu mendengar ungkapan selanjutnya benar-benar membuat Ruhi tercengang bukan kepalang.
“Bangga banget dekat sama cowok bajingan kayak dia,” bisik Anang tepat di sebelahnya. “Asal tahu saja, ya, banyak perempuan yang sudah dipakai sama Kaif. Dan semua orang tahu itu!”
“Oh ya? Terus, biar apa kayak gitu? Kamu kira aku bakal percaya?” pungkas Ruhi menatap nyalang.
Anang tertawa getir menatapnya. “Ya, gimana ya? Cuma sekadar ingatin saja, jangan sampai kamu sama seperti perempuan kebanyakan.”
“Mulutmu bau sampah!” bentak Ruhi.
“Terserah, mau percaya atau enggak! Lagipula bayaran berlipat dari Kaif memang sanggup bungkam mulutmu untuk bicara yang sebenarnya.”
“Najis!”
“Iya. Kaif memang senajis dan sekotor itu orangnya, sadar?”
“Kamu!” tukas Ruhi menghadap penuh pada lelaki ini. Dia memutari badan Anang sejenak lalu berhenti di hadapannya dan melanjutkan, “Lidah orang yang berakal sudah pasti berada di belakang hatinya, sementara lidah orang bodoh berada di depan hatinya. Apa dengan menjelek-jelekkan nama orang lain di hadapan umum bisa membuatmu sekeren itu? Jijik tahu, nggak?!”
“Kamu bisa mempengaruhi orang lain dengan muslihat lidahmu itu, tapi enggak buat aku. Lagipula kamu terlalu pengecut untuk bisa berhadapan langsung dengan Kaif. Modal fitnah di mulut saja nggak mempan, orang juga bergerak dengan akal sehat, baiknya mikir-mikir dulu sebelum bicara!” skak Ruhi.
Setelah mengatakan hal tersebut, Ruhi beranjak pergi. Menyisakan Anang dengan amarahnya. Lelaki itu masih bisa tersenyum menanggapi, sebuah rencana telah disusunnya dengan rapi, percaya diri kali ini akan berhasil. Dia penasaran dengan perempuan bercadar itu dan apa hubungannya dengan Kaif.
_______________
Next? Ayo jejakin dulu ya, biar cemangat🍩
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hati Berkiblat [END]
SpiritualitéKisah ini tentang Kaif al-Jihah; mantan badboy kampus yang sedang dalam fase belajar hijrah. Di usia yang masih terbilang muda juga sibuk menata masa depan, Kaif malah diminta ibunya menikah karena wasiat ayah. Ya, menikahi gadis yang bahkan belum...