31. Gegabah

1.5K 154 1
                                    

Suara dentuman dari pintu seberang mengalihkan atensi beberapa orang di dalam sekret, tempat berkumpulnya para BEM FMIPA. Mereka menatap bingung kedatangan lelaki yang tidak lain adalah Kaif, sementara ada Farisi bersama teman mahasiswa lainnya di sana.

“Di mana Anang?” tanya Kaif pada inti, wajahnya begitu datar dengan sorot tajam mencari keberadaan sosok yang membuatnya kemari.

Farisi menghampiri. “Ada apa, Kaf?”

“Di mana Anang?” Kaif menyeru keras mempertanyakan, membuat beberapa dari temannya terkejut.

“Nang!” Salah seorang dari mahasiswa itu memanggil. “Nang, dipanggil Kaif!”

“Ada apa sih?” tanya Jhuan─ ketua BEM fakultas.

“Ada urusan, nggak usah ikut campur!” kata Kaif.

Jhuan tersenyum miring lalu membalas, “Kalau urusan kalian melibatkan kami semua di sini, sudah pasti kami ikut campur. Aku harap urusanmu dengan Anang kali ini nggak menimbulkan keributan yang sama seperti tempo hari.”

Kaif melirik nanar tak meladeni. Fokusnya berpindah pada kemunculan Anang yang baru saja menuruni tangga dari lantai atas. Kaif menyambut dengan senyum tipis lalu berjalan cepat menghampiri Anang, kedua lelaki itu saling melempar tatapan tajam.

“Apa?” tanya Anang.

“Di mana, Zara?”

Anang berkerut heran menatapnya penuh selidik, kemudian tersenyum sinis. “Situ ngigau? Atau memang lupa pacar alimmu itu sudah terbaring di tanah? Nggak baca namanya tertulis di batu nisan?”

Rahang Kaif tampak mengeras dengan tatapan semakin tajam. “Berhenti berpura-pura, Nang. Kamu kira aku nggak tahu?”

“Oh, ya?” Anang melirik waspada beberapa mahasiswa yang masih memperhatikannya kemudian melanjutkan, “Tahu apa kamu?”

“Tahu, kalau Zara masih hidup.” Kaif menelan kasar salivah, menahan amarah yang berkobar dalam dada.

Lelaki di hadapannya ini tertegun. Namun, berupaya menunjukkan sikap biasa saja.

“Sekarang bilang, di mana Zara?” lanjut Kaif bertanya.

Anang tertawa mengejek. “Segitu cintanya kamu sama dia? Ngaco!”

Kaif mengepal kuat, lalu menarik kerah almamater lelaki itu dan mendorongnya kasar seraya mendaratkan bogeman.

Anang tentu terkesiap, tetapi tak mendapat celah melawan dan menangkas serangan, sampai dalam waktu singkat keributan terjadi di sana.

“Anang, Kaif!”

Jhuan terkejut melihat pertengkaran itu, bergerak cepat untuk mendekat melerai pertikaian antara mereka Farisi menarik kuat lengan Kaif menjauhkannya dari Anang.

“Kaif, Anang. Apa-apaan sih, hah?!” sentak Jhuan berdiri di tengah-tengah keduanya.

Bangkit, Anang menyeka darah segar di ujung bibirnya kemudian di hadapan Kaif dia berteriak, “Gila kamu, ya!”

“Kamu yang lebih gila!” bentak Kaif tak kalah menyentak.

“Kaf!” tegur Farisi.

“Lepas!” sergah Kaif kembali mendekat dan menarik kerah Anang. “Kalau sampai suatu waktu aku dapat kabar tentang Zara, kamu orang pertama yang bakal aku cari!”

“Cowok gila! Kamu nggak punya hak ngancam dan tahu apapun soal adikku!”

“Justru karena Zara adikmu kamu gunain dia buat ngefitnah aku, paham?!” pungkas Kaif mengeratkan cengkraman membungkam kasar Anang di hadapan.

Ketika Hati Berkiblat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang