Bab 35

148 24 1
                                    

Bunga tidak selalu indah. Contohnya adalah karangan bunga di rumah duka. Ucapan belasungakwa tertera jelas di atasnya, entah itu hasil dari empati pada keluarga yang ditinggalkan, atau mungkin hanya formalitas belaka.

Satu persatu tamu berdatangan dengan wajah temaram. Pakaian hitam membalut tubuh mereka, memperkuat kesan bahwa kematian adalah hal yang menakutkan. Tidak ada teman atau keluarga yang menemani. Mendiang harus pergi sendiri menapaki jalan gelap untuk menuju ke akhirat. Memori tentang hidup mungkin akan selalu terbekas, beserta penyesalan-penyesalan yang sanggup membuat orang mati memohon agar dihidupkan kembali.

Hening sama sekali tidak mendapatkan eksistensi di tempat itu. Terusir oleh elegi tentang kematian yang terus terdengar. Dua remaja itu sengaja bolos sekolah. Tangis mereka terus terurai sejak kemarin. Meski nampak kuat dari luar, sebenarnya Chanyeol lelaki yang melankolis.

Kontras dengan ekspresi para tamu yang datang, potret seorang lelaki terdengar sangat bahagia. Bibirnya terangkat ke atas. Senyumnya cerah dengan binar mata yang berseri. Meski begitu, potret itu hanya menyisakan kepiluan bagi orang-orang yang memandangnya. Minseok dengan senyum mataharinya tidak akan pernah mereka temui lagi. Meski pergi dengan berbekal damai, namun frasa rela dan ikhlas seolah sulit lahir dari hati keluarga yang ditinggalkan.

 Meski pergi dengan berbekal damai, namun frasa rela dan ikhlas seolah sulit lahir dari hati keluarga yang ditinggalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada tangis yang terurai, pun dengan kristal bening yang mengaliri wajah Kyungsoo. Kyungsoo tidak menangis, seolah air mata itu kering setelah tumpah di tempat alunan detak jantung Minseok berhenti.

Entah sudah berapa kali Kyungsoo membungkukkan badan, menyapa orang-orang yang datang silih berganti untuk memberi penghormatan pada Minseok. Sesekali tatapan kosongnya mengelana, entah singgah hanya untuk memastikan keadaan Jongin dan Chanyeol, atau sekedar menyaksikan bagaimana para tamu memberi hormat pada mendiang.

Setelah para tamu selesai memberikan penghormatan, Junmyeon menggiring mereka untuk ke ruang makan. Menyajikan makanan serta ditemani dengan bir atau soju sebagai pelengkap. Ia adalah keluarga Minseok yang paling dewasa. Jejak-jejak luka karena ditinggal sosok orang tua belum saja kering, kini ditambah dengan pedih akibat kepergian seseorang yang sudah ia anggap saudara.

Junmyeon dipaksa kuat, walau di dalam hatinya, ada emosi yang meraung-raung untuk dilampiaskan. Namun jika ia menunjukkannya, bagaimana dengan Kyungsoo, Jongin, dan Chanyeol yang menjadikannya sandaran. Senyum yang terpatri pada bibir Junmyeon adalah ilusi yang sengaja diumbar agar mereka tau bagaimana cara bersikap tegar.

"Kyungsoo-ya, kau juga harus makan." Yang datang memang pada akhirnya akan pergi. Begitupun dengan tamu-tamu di rumah duka ini. Perut Kyungsoo tak terisi sejak tadi, itu sebabnya setelah tamu-tamu tadi pergi, Junmyeon menghampiri Kyungsoo agar mau mengisi tenaganya.

Sebuah kalimat singkat tiba-tiba terlintas di pikirannya.
"Makanlah, karena bersedih pun butuh tenaga." Kyungsoo berjanji akan menuruti semua perkataan Minseok. Sehingga tidak ada alasan yang kuat baginya untuk menolak ajakan Junmyeon.

Days With My Hyung [New Account]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang