Kim Minseok's Story Part 1

308 60 11
                                    

Oh~ I didn't know how thankful your love was,
oh~ I thought it would stop once it ended,
oh~ But every day,
I'm fixing myself to want you I think my love will endlessly continue...
EXO-Miracle in December
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy Reading All
⚠typo bertebaran

❄❄❄

"Mau mendengarkan ceritaku saat seumuran adekmu? "

❄❄❄

Flasback on...

Butiran putih itu terus turun membungkus kota. Tak banyak manusia yang beraktifitas di luar ruangan dalam cuaca yang ekstrim ini. Mereka lebih memilih untuk menetapkan di rumah sambil menyesal kopi hangat dan menonton televisi di dekat perapian. Namun berbeda dengan namja itu. Nampaknya apapun jenis musimnya tak pernah ada bedanya baginya. Dia tetaplah Kim Minseok, namja kurus yang harus berjuang menyambung hidup dengan cara apapun.

Sekujur tubuh namja itu lebam oleh luka, sudut bibirnya sobek menampakkan darah kering yang tak terobati, betisnya merah, bekas cambukan itu belum lama ia dapat. Dengan kaki terseok, Minseok pergi ke luar dengan mantel tipis dan hanya tiga lapis pakaian. Angin musim dingin beberapa kali menerpa tubuh kecilnya, tapi apa pedulinya. Bahkan luka-luka pada tubuhnya sudah tidak ada rasanya, hanya menyisakan dingin yang menusuk tulang. Kakinya berhenti berjalan tepat di depan restoran cepat saji. Bukankah sangat miris saat beberapa orang memilih untuk membuang makanan mereka hanya karena rasanya kurang cocok dengan lidah mereka, sedangkan ia harus berusaha keras untuk mendapatkan sepiring nasi.

Minseok masuk ke restoran tersebut, tentu saja bukan untuk membeli makanan, uang sesen pun ia tidak punya. Seperti biasa ia akan berdiri di samping pintu, memperhatikan sekitar hingga ada pengunjung yang pergi dengan sisa makanan di meja. Setelah itu Minseok mencegah pelayan restoran tersebut membersihkan makanannya. Yang Minseok lakukan selanjutnya adalah meminta makanan sisa itu lantas memasukkannya pada kotak bekal yang sudah ia bawa. Kalau nasibnya sedang baik, pemilik restoran akan memberikannya makanan secara cuma-cuma. Tapi kalau sedang tidak beruntung, jangankan mendapatkan makanan, Minseok pasti sudah diusir tanpa membawa makanan. Dan kali ini adalah saat keberuntungan itu tidak berpihak padanya.

Sudah menjadi kebiasaan Minseok atau mungkin juga kebiasaan beberapa orang miskin sepertinya untuk menyumpahi orang kaya yang pelit dan mendoakan orang yang bermurah hati membantunya. Hari ini, hingga hari mulai menggelap disertai dengan udara yang semakin dingin, Minseok tetap tidak mendapatkan makanan apapun. Kakinya mati rasa sekarang, sial memang. Ia memilih untuk duduk di dalam satu etalase toko. Ia tidak ingin pulang tanpa membawa apa-apa. Tapi nyatanya, Minseok tidak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa ia tidak sekuat itu untuk melawan alam.

Tubuh Minseok menggigil hebat, giginya tidak berhenti bergemelutuk, bibirnya sudah membiru bahkan meniup tangannya yang tak bersarung tanganpun nampaknya percuma karena hanya udara dingin yang keluar dari mulutnya. Sialnya lagi adalah karena Minseok mulai mengantuk sekarang. Sekuat apapun menahannya, mata Minseok mulai menutup, bersamaan dengan kesadaran yang semakin hilang. Kini, Minseok menyerahkan semua pada Tuhannya terserah jika ia mau mengambil nyawa Minseok sekarang.

❄❄❄

"Appa, mengapa butiran putih itu tidak turun sepanjang tahun? Bukankah sangat menyenangkan menyaksikannya? Mereka sangat indah. " Tanya namja kecil berusia 5 tahun yang duduk manis sendiri di bangku belakang.

"Karena semua yang ada di dunia ini ada gilirannya, semuanya memiliki jatah mereka masing-masing. Itulah yang dinamakan hukum alam. " Ujar ayah namja tersebut memberi pengertian.

Days With My Hyung [New Account]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang