Sakura keluar dari rumah dengan jengkel. Ia berbalik menatap pintu, mendengus, seolah-olah Itachi bisa melihatnya.
"Hah, bagaimana bisa dia berbohong dari seorang ninja medis sepertiku? Dan lagi, dia bahkan tidak mengucapkan terimakasih, untuk bubur yang aku buat, untuk perhatian yang aku berikan, dan untuk semalam—" Ia tertegun.
Astaga! Bagaimana bisa Sakura melupakan kejadian semalam?
"Syukurlah dia tidak tahu aku tidur di ranjangnya semalam." Sakura berjalan pelan menuju lapangan luas di depan rumah.
Latihan kemarin sangat mengecewakan, jadi Sakura berencana untuk berlatih lagi hari ini, sampai sore.
Detik berganti menit dan menit berganti jam. Sakura terkapar di bawah pohon rindang, tak jauh dari rumah. Dari sela-sela lebatnya daun di batang pohon, ia bisa menyaksikan langit biru yang perlahan mulai berganti menjadi kekuningan.
Sakura menghela napas. Meski sudah memakan pil penahan lapar, beberapa jam yang lalu, tapi ternyata tubuhnya sudah tak mempan lagi dengan itu. Setelah mengumpulkan niat, dengan segenap tenaga yang tersisa,ia bangkit dan berjalan masuk ke rumah.
Rumah gelap dan sunyi. Sama seperti kemarin-kemarin. Ia berjalan gontai menuju kulkas, mengambil botol air mineral dingin. Sambil meneguk air, pandangannya menuju pintu kamar Itachi.
Apa lelaki itu di dalam sana? Atau selagi Sakura latihan, dia keluar rumah dan belum kembali?
Sakura menutup kulkas. Ia sedang menimbang, haruskah ia mandi dulu atau menyiapkan makan malam duluan. Pilihan yang sulit. Lagi-lagi ia menghela napas.
"Aku akan memasak sekarang, dan makan malam setelah mandi." Ia sudah memutuskan.
Sakura menghela napas lagi sebelum mulai bekerja. Saat itu, ia terdiam sebentar menatap kompor. Panci berisi bubur yang di buatkannya tadi pagi untuk Itachi masi tergeletak disana.
"Pria jahat—" Sakura bergumam pelan. Tangannya meraih panci di atas kompor, dan setelah mengangkatnya, ia tertegun. "Eh, kenapa ini ringan sekali?" Dibukanya tutup panci, cepat.
Sebuah notes kertas berwarna pink tertempel di dasar panci yang sudah bersih.
"Terimakasih."
Sakura tak dapat mencegah lengkung di bibirnya naik, mengembang menjadi sebuah senyum lebar yang membuat ia menangkup sebelah pipi dengan tangannya. Ia mengira panci itu masih berisi bubur yang sengaja dilebihkannya untuk makan siang Itachi. Sakura bahkan sudah mengutuk lelaki itu dalam pikirannya.
Namun ternyata ia keliru. Meski terlihat dingin dan cuek, tapi Itachi ternyata masih mempunyai tata krama, untuk selalu berterimakasih atas segala bantuan dan pemberian orang lain. Meski tidak tepat waktu.
Tapi bukankah itu menjadikannya sedikit romantis?
Sakura menggeleng-gelengkan kepala. Mengapa bisa ia terlena pada hal kecil yang dilakukan Itachi? Sudah seharusnya lelaki itu mengucapkan terimakasih, dan itu bukan sesuatu yang harus membuat Sakura tersenyum selebar itu. Dasar, bodoh!
Ia meletakkan panci di lemari samping kompor, kemudian mulai mengeluarkan alat dan bahan untuk memasak menu makan malamnya hari ini.
Tak perlu waktu lama bagi Sakura untuk menyelesaikan dua hidangan. Sekitar 45 menit, hidangan sudah tertata di atas meja makan, lengkap dengan tatanan piring untuk makan dua orang.
Sebuah desahan pelan keluar dari mulut Sakura. Mengapa ia repot-repot memasak makan malam untuk Itachi? Apa karna sebuah ucapan terimakasih di notes berwarna pink membuatnya merasa sudah bisa menjadi akrab dengan pria itu? Yang benar saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Itachi : A Man Who Doesn't Want To Be Loved
FanfictionHidup hanyalah sebuah perjalanan panjang untuk menemukan sesuatu yang membuatmu yakin untuk tetap hidup. Namun tidak berlaku bagi Itachi. Jalan hidupnya sudah digariskan. Dari awal, sampai akhir, ia hanya punya satu tujuan. Mengorbankan hidupnya de...