De Javu

920 175 10
                                    

Sakura hendak membuka pintu kamar, sampai sesaat kemudian ingatan tentang Itachi yang jatuh pingsan di hutan kembali berputar di kepalanya. Wajah pucat, tubuh yang dingin dan gemetar, mata gelap yang memandangnya sedetik sebelum dia kehilangan kesadaran.

​Sudah hampir dua hari Sakura tidak melihat Itachi masuk ataupun keluar kamar, bahkan mampir ke wc pun tidak. Dia hanya berada di kamarnya, tanpa suara, dan jika ia bisa menebak, pasti pria itu bahkan tidak makan sama sekali.

​Hatinya menjadi tidak tenang. Tubuh Sakura langsung berbalik menuju pintu di seberang kamarnya. Ia sudah tidak peduli lagi, apakah Itachi akan memarahinya, atau mungkin yang paling parah mengusirnya keluar, ia tidak peduli. Sakura saat ini hanya harus memastikan bahwa pria itu baik-baik saja.

​Pintu terbuka perlahan. Sesuatu menggelinding melewati kaki Sakura. Sebuah apel. Mungkinkah apel itu yang tadi terjatuh? Detik berikutnya ia terkesiap. Ruangan itu sangat gelap, lampu tidak dinyalakan, tirai jendela juga tidak di buka. Tangannya meraba-raba dinding di dekat pintu, mencari saklar lampu. Sesaat kemudian lampu ruangan menyala.

​"ITACHI—" Sakura terlonjak kaget. Ia berlari menuju ranjang yang ada di tengah ruangan.

​Kondisi Itachi benar-benar memprihatinkan. Tubuhnya meringkuk dan gemetaran, seluruh pakaian dan alas kasurnya basah kuyup. Sakura panik untuk sesaat, melihat kondisi Itachi. Buru-buru diraihnya tubuh ringkih itu, segera mengeluarkan cahaya hijau dari telapak tangannya, menyalurkan jutsu penyembuhan sederhana.

​"Sial! Ini tidak akan berhasil!" Sakura berteriak marah. Jutsu medisnya tidak bisa menyembuhkan penyakit di dalam tubuh manusia, ia hanya bisa menyembuhkan luka fisik yang terlihat.

​Digeledahnya kamar Itachi dengan cepat, mencari botol obat. Sakura menemukan botol itu di bawah ranjang, entah bagaimana bisa ada disana. Ia buru-buru meminumkan obat itu pada Itachi yang kelihatan kesakitan, dengan bantuan jutsu medis.

Perlahan diperbaikinya posisi kepala Itachi, agar menghimpit bantal. Bulir-bulir peluh berjatuhan dari dahi pria itu, wajahnya meringis, menahan rasa sakit yang tidak bisa dibayangkan oleh Sakura. Ia merasa iba, sekaligus bersalah. Itachi pasti bisa cepat ditangani seandainya ia datang lebih tepat. Kini Sakura hanya bisa merutuki diri.

Kau ninja medis yang payah Sakura, benar-benar payah!

Tak kuasa menunggu obat bekerja terlalu lama, Sakura kembali menyalurkan jutsu medisnya. Mungkin dengan begitu proses penyembuhan bisa lebih cepat, dibanding hanya duduk dan menonton saja.

Satu jam berlalu, kondisi Itachi perlahan membaik. Tubuhnya sudah tidak gemetar dan mengeluarkan peluh dingin. Tapi meski begitu, Sakura enggan menghentikan jutsu medisnya. Tampaknya ia benar-benar merasa bersalah.

​Setengah jam berikutnya, pandangan Sakura mulai kabur. Perlahan cahaya hijau menghilang dari telapak tangannya. Satu setengah jam menyalurkan jutsu medis ternyata menguras habis cakranya. Tubuhnya ambruk, tepat di samping Itachi. Ia kelelahan.

**

​Sakura membalikkan posisi tidurnya, menghadap samping. Tangannya bergerak menjangkau guling yang rasanya ada di depan. Wajahnya meringis, merasakan tekstur guling yang berbeda. Matanya perlahan membuka. Ia mengerjap beberapa kali, memastikan apa yang di hadapannya adalah kenyataan.

​"Itaa—" Ia membungkam mulut.

​Ya ampun, apa yang terjadi? Kenapa ada Itachi berbaring di sebelahnya?

​"Astaga—" Sakura baru tersadar dengan situasi yang dihadapinya sekarang. Sepertinya ia tertidur selagi merawat Itachi. Sungguh ceroboh!

​Dengan hati-hati, di tatapnya wajah Itachi yang kebetulan juga menghadap ke arahnya. Lelaki itu sudah tampak lebih baik, dibandingkan semalam. Hanya saja bibirnya masih kering. Namun itu tidak mengurangi ketampanan wajah itu.

Itachi : A Man Who Doesn't Want To Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang